Halaman 93
Kebijakan
Pengedaran Uang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, BI memiliki kewenangan untuk mengeluarkan, mengedarkan, mencabut dan menarik, serta memusnahkan uang rupiah.
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, misi BI di bidang pengedaran uang adalah memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar. Untuk mencapai misi tersebut, kebijakan BI dalam tahun 2009 mengacu pada 3 pilar manajemen pengedaran uang yaitu ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, layanan kas prima, dan pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.
Ketersediaan Uang Rupiah Yang Berkualitas
Kebijakan dalam menjaga ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan uang di berbagai wilayah di Indonesia
dalam nominal yang cukup, pecahan yang sesuai serta layak edar. Selain itu juga ditujukan untuk meminimalisasi risiko pemalsuan uang baik secara teknis (bahan uang, unsur pengaman, dan pencetakan), operasional, legal, dan kelembagaan (kerjasama dengan instansi/ lembaga terkait dalam negeri dan internasional).
Pelaksanaan kebijakan tersebut pada tahun 2009 meliputi:
1. Melakukan Perencanaan kebutuhan uang kartal secara komprehensif termasuk realisasi pengadaan yang tepat waktu;
2. Mengeluarkan dan Mengedarkan Uang Kertas Pecahan Rp2.000;
3. Mempersiapkan Pengeluaran dan Pengedaran Uang Logam Pecahan Rp1.000;
4. Upaya meningkatkan penanggulangan peredaran uang palsu;
5. Penanganan Operasional dan Pemenuhan Kecukupan Uang Kartal di Wilayah Bencana Alam;
6. Pengelolaan Laboratorium Uang dan Bahan Uang; 7. Melakukan kajian dan penelitian mengenai Gran
Desain Uang Rupiah dan Kualitas Kertas Uang
Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Uang Rupiah
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah, setiap tahunnya BI merencanakan dan melaksanakan pengadaan Uang Kertas (UK) dan Uang Logam (UL). Rencana pengadaan uang dan bahan uang tersebut dilakukan melalui mekanisme perhitungan Rencana Kebutuhan Uang (RKU) baik dalam jumlah maupun komposisi pecahannya melalui mekanisme perhitungan Rencana Distribusi Uang (RDU) dan pembentukan persediaan uang yang dibutuhkan. Komposisi perhitungan rencana kebutuhan uang tersebut memperhitungkan beberapa variabel makro ekonomi seperti inflasi, PDB, suku bunga deposito, dan nilai tukar, serta faktor-faktor lainnya seperti struktur perekonomian daerah,
Halaman 94
volume transaksi masing-masing pecahan antara perbankan dengan BI serta mempertimbangkan tingkat kelusuhan uang. Penyusunan RKU meliputi kebutuhan uang seluruh wilayah KP dan KBI.
Terkait dengan kegiatan pengadaan bahan uang, pelaksanaan pengadaan setiap pecahan bahan uang diupayakan dengan menunjuk lebih dari satu pemasok dengan komposisi tertentu yang bertujuan untuk mengurangi risiko apabila terjadi permasalahan dalam penyediaan bahan uang akibat kegagalan penyediaan oleh salah satu pemasok.
Pada tahun 2009, BI merencanakan untuk melaksanaan pencetakan UK sebanyak 6,45 miliar lembar uang kertas dan 1,55 miliar keping uang logam. Realisasi pengadaan uang kertas tahun 2009 sebesar 86,1% dan uang logam 108,6%. Realisasi pengadaan uang logam yang melebihi rencana disebabkan adanya carry over sebagian uang logam tahun sebelumnya yaitu 386,09 juta keping. Selanjutnya pengadaan uang logam tahun 2009 pun masih ada yang dilakukan carry over ke tahun 2010 sebanyak 252,66 juta keping. Adapun realisasi pengadaan uang kertas tidak tercapai 100% sehingga dilakukan carry over ke 2010 sebanyak 912,73 juta lembar uang kertas.
Realisasi pencetakan uang kertas (dalam lembar) terbesar adalah pecahan Rp2.000 dan pecahan Rp50.000, masing-masing 30,3% dan 25,6% dari total pengadaan tahun 2009. Terdapat penurunan pencetakan uang kertas pecahan Rp1.000 secara signifikan, sehubungan dengan dikeluarkan dan diedarkannya pecahan Rp2.000 serta rencana untuk melakukan koinisasi pecahan Rp1.000 pada tahun 2010. Realisasi pencetakan uang logam (dalam keping) terbesar adalah pecahan Rp500 dan Rp100 masing-masing sebesar 40,5% dan 38,6% dari total keping uang logam yang dicetak.
Grafik 16. Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Bdsk jumlah bilyet)
Grafik 17. Komposisi Pengadaan Uang Kertas (Bdsk jumlah nominal)
Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp2.000
Sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi, khususnya yang menggunakan uang pecahan kecil, dirasakan perlu dikeluarkannya pecahan lain sebagai „pecahan penyangga‟ antara pecahan Rp.1.000 dan Rp.5.000. Mengingat komposisi pecahan uang Rupiah di Indonesia cenderung mengikuti pola yang secara umum digunakan oleh banyak negara lainnya, yaitu 1, 2, 5 dan 10, maka untuk memenuhi „pecahan penyangga‟ tersebut, BI mengeluarkan pecahan baru yaitu Rp. 2.000. Hal ini juga sejalan dengan hasil survey kepada berbagai kalangan masyarakat yang mendukung untuk dikeluarkannya pecahan baru tersebut.
Uang baru pecahan Rp.2.000 tersebut mulai dikeluarkan dan diedarkan sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia pada tanggal 10 Juli 2009. Selain melengkapi komposisi yang ada, dengan dikeluarkannya pecahan tersebut
Halaman 95
diharapkan dapat membantu masyarakat untuk melakukan transaksi tunai secara lebih efektif dan efisien.
Selain itu, dalam rangka menggairahkan numismatika (koleksi uang) di Indonesia, BI juga mengeluarkan dan mengedarkan uang bersambungpecahan Rp2.000 TE 2009 masing-masing 2 lembaran dan 4 lembaran. Uang bersambung tersebut juga berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Persiapan Pengeluaran dan Pengedaran Uang Logam Pecahan Rp1.000
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di masyarakat perlu didukung dengan ketersediaan Uang Rupiah yang memadai, tahan lama, mudah dikenali ciri-ciri keasliannya dan lebih sulit terhadap upaya pemalsuan, sehinggan dapat menjadi salah satu unsur penunjang kegiatan ekonomi secara nasional.
UL pecahan Rp1.000 TE 2010 tersebut direncanakan menggunakan bahan logam nickel plated steel (NPS) dan berwarna putih keperakan (silvery white). Bagian depan UL dimaksud bergambar Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Garuda Pancasila, sedangkan gambar bagian belakang adalah angklung yang memiliki latar belakang gambar Gedung Sate di Bandung - Jawa Barat.
Penanggulangan Peredaran Uang Palsu
Jumlah temuan uang palsu selama tahun 2009 menurun sebesar 8,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Temuan uang palsu yang tercatat di BI tersebut merupakan uang palsu yang dilaporkan oleh masyarakat dan perbankan serta hasil pengungkapan kasus kejahatan pemalsuan uang oleh pihak Kepolisian. Meskipun terjadi penurunan, namun BI tetap mengupayakan peningkatan penanggulangan uang palsu baik secara preventif maupun represif. Dalam melakukan penanggulangan uang palsu secara preventif, BI melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah baik secara langsung kepada berbagai kalangan, maupun melalui
keikutsertaan pada kegiatan pameran serta penggunaan sarana budaya daerah. Kegiatan pameran yang diikuti antara lain pameran perbankan syariah, pameran pembangunan di Jakarta dan berbagai wilayah. Sedangkan penggunaan sarana budaya daerah diselenggarakan melalui pementasan wayang di Yogyakarta, Mataram, Semarang, Bandung, dan beberapa kota lainnya. Selain itu, sosialisasi dengan menggunakan istilah “3 D” (Dilihat, Diraba, Diterawang) dalam mengenali ciri keaslian uang Rupiah melalui media elektronik tetap dilakukan secara berkala. Untuk lebih memperluas kalangan masyarakat dalam pemahaman terhadap uang Rupiah, BI juga telah merealisasikan kerjasama berupa pemberian sosialisasi dan Training of Trainers kepada PP. Muhammadiyah dan PT. Kereta Api Indonesia wilayah Jabodetabek.
Upaya preventif lainnya dalam penanganan penanggulangan uang palsu adalah pengembangan Pusat Analisis Uang Palsu (Bank Indonesia – Counterfeit Analysis Center/BI-CAC) yang telah dirintis sejak tahun 2005. Dalam rangka pengembangan BI-CAC tersebut, dilakukan kerjasama lanjutan dengan Bundesbank yang merupakan program bantuan teknis yang berkesinambungan sejak tahun 2006. Fokus pemberian bantuan teknis di tahun 2009 adalah review terhadap tahapan bantuan teknis yang telah diberikan dan penerapan sistem aplikasi dan pendeteksian uang palsu. Berdasarkan review tersebut, diperoleh rekomendasi bahwa sumber daya di KP dinilai cukup handal dan mampu untuk melakukan sharing pengetahuan kepada pegawai di KBI serta sumber daya di KBI dinilai sudah cukup siap untuk menerima alih teknologi analisis pendeteksian uang palsu.
Secara represif, BI melakukan peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan POLRI melalui tim satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu. Pada triwulan IV-2009, terdapat 378 keping uang logam palsu pecahan Rp500 Tahun Emisi 2003 yang merupakan kasus pertama pemalsuan uang
Halaman 96
logam yang diungkap dan dilaporkan oleh Kepolisian. Kejahatan pemalsuan uang logam tersebut ditemukan di wilayah Semarang. Terhadap kasus pemalsuan tersebut, tindak lanjut yang dilakukan adalah uji laboratorium dengan instansi terkait, melakukan pendalaman kasus bersama dengan pihak terkait untuk mengetahui bahan yang diperoleh serta teknik cetak yang dilakukan.
Penanganan Operasional dan Penyediaan Kecukupan Uang Kartal di Wilayah Bencana Alam Pada tanggal 30 September 2009 terjadi bencana alam di Sumatera yang menyebabkan tidak dapat beroperasinya kegiatan operasional kas di KBI Padang pada tanggal 1 Oktober 2009. Kondisi gedung KBI Padang mengalami kerusakan, serta sarana dan prasarana operasional kas juga mengalami hambatan. Mengantisipasi kebutuhan uang kartal di wilayah tersebut, telah ditempuh beberapa strategi kebijakan sebagai berikut:
1. Menugaskan kasir dari KP dalam rangka pemulihan kegiatan operasional kas.
2. Persediaan kas di KBI Padang digunakan sepenuhnya untuk operasional KBI tersebut, sedangkan untuk keperluan KBI di bawah koordinasi KBI Padang dipenuhi secara langsung oleh KP.
3. Dua hari paska bencana alam, KBI Padang sudah dapat memenuhi kebutuhan penarikan perbankan setempat meskipun dalam kondisi terbatas, serta memfungsikan kegiatan penyetoran dan penarikan uang kartal oleh perbankan secara penuh sejak tanggal 5 Oktober 2009.
Pengelolaan Laboratorium Uang dan Bahan Uang Dalam rangka pengujian terhadap kualitas uang dan bahan uang, BI telah memiliki laboratorium uang dan bahan uang yang dikelola oleh para pegawai yang memiliki pengalaman yang memadai. Kegiatan yang dilakukan di laboratorium uang dan bahan uang meliputi kegiatan pengujian kertas uang, pemeriksaan
atas uang rusak, penelitian atas bahan uang baru atau tanda pengaman baru, dan pengujian uang kertas hasil cetak sempurna yang diterima dari perusahaan percetakan uang (PERUM PERURI).
Pengujian kertas uang yang diterima BI dari pemasok bahan uang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kertas uang dengan spesifikasi kertas uang yang telah ditetapkan. Sementara itu, pengujian terhadap uang rusak dilakukan untuk menentukan besarnya penggantian atas uang rusak yang diterima dari masyarakat sesuai dengan SE BI No.10/12/Intern tanggal 28 Februari 2008 tentang Pelaksanaan Penukaran Uang Rupiah. Selain kegiatan pengujian yang bersifat rutin tersebut, secara insidentil terdapat kegiatan laboratorium lainnya, seperti pengujian terhadap bahan uang baru dan unsur pengaman baru yang nantinya akan digunakan sebagai bahan rekomendasi terhadap penggunaan bahan uang dan/atau unsur pengaman baru dalam seri uang rupiah yang berikutnya akan dikeluarkan.
Menindaklanjuti keluhan masyarakat atas kualitas uang rupiah yang beredar di masyarakat, pada tahun 2009 telah mulai dilakukan uji sampling terhadap jumlah dan kualitas uang rupiah yang diterima dari Perum Peruri agar kualitas uang rupiah dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya tidak ada masyarakat yang merasakan dirugikan baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.
Selanjutnya dalam rangka mendukung penerbitan uang baru, selain melakukan pengujian bahan uang dan unsur pengaman baru, laboratorium uang dan bahan uang juga melakukan pengembangan terhadap penyempurnaan spesifikasi uang dan bahan uang ke depan. Bahkan teknologi yang digunakan dalam pengembangan spesifikasi bahan uang dan uang Rupiah tersebut, telah pula mengacu kepada kelaziman praktek melalui kerjasama bilateral dengan beberapa bank sentral negara lain. Terkait kerjasama dengan Bank of Thailand, pengembangan yang dilakukan terkait penyusunan prosedur pengujian
Halaman 97
uang dan bahan uang yang meliputi soil test, laundry test, washing test, rubbing test dan chemical test.
Kajian Gran Disain Uang
Untuk meningkatkan efektivitas elemen disain uang rupiah, BI senantiasa melakukan evaluasi dan pengembangan dalam penentuan disain uang yang akan diedarkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan survey kepada masyarakat. Dari hasil survei kepada masyarakat tentang disain uang Rupiah yang ada saat ini, diperoleh masukan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengembangan disain uang di masa yang akan datang.
Dalam rangka mempersiapkan standar atau pola disain yang akan digunakan untuk uang Rupiah yang akan datang, Bank Indonesia bekerjasama dengan Perum Peruri dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyusun kajian mengenai Gran Disain Uang Rupiah. Tujuan penyusunan kajian tersebut adalah menetapkan gran disain uang yang terdiri dari aspek disain (warna, ukuran, layout, penulisan angka nominal, tema gambar utama dan unsur pengaman) sedemikian rupa sehingga fungsi elemen disain uang dapat lebih optimal yaitu :
1) Melindungi masyarakat dari upaya pemalsuan. Memberikan pengamanan kepada uang dari upaya pemalsuan dengan menggunakan unsur – unsur pengaman terkini dan mudah dikenali masyarakat.
2) Mudah dikenali dan di-handling oleh masyarakat. Sebagai alat pengenal bagi masyarakat untuk mengenali nilai pecahan dengan mudah dan cepat. Selain itu, disain uang juga memudahkan masyarakat untuk melakukan pengelolaan /
handling uang dimaksud.
3) Memiliki nilai estetika dan ciri khas Indonesia. Memiliki nilai estetika dan identitas Indonesia yang kuat karena selain berfungsi sebagai alat
pembayaran, uang juga mewakili simbol bangsa Indonesia dan sebagai atribut suatu negara. 4) Mempertimbangkan efisiensi bahan dan
pencetakan uang.
Mengingat bahwa biaya pengadaan bahan uang dan pencetakan uang sangat besar, maka dalam penyusunan disain uang Rupiah ke depan tetap mempertimbangkan bahan uang dan pencetakan uang serta penggunaan unsur-unsur pengaman yang lebih efisien namun tetap mengedapankan kualitas, durabilitas, keamanan dan kemudahan dalam pengelolaan.
Untuk selanjutnya, pada kajian tersebut menyarankan agar disain yang telah ditetapkan dapat dipatuhi untuk penerbitan uang kertas maupun uang logam di masa yang akan datang untuk menjaga konsistensi standar disain uang. Selain itu, secara teratur dapat dilakukan evaluasi terhadap efektivitas unsur pengaman serta elemen disain yang telah ditetapkan.
Kajian Kualitas Kertas Uang
Pemenuhan akan kebutuhan uang Rupiah dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan melaksanakan pengadaan bahan uang setiap periode tertentu. Selanjutnya, bahan uang tersebut diserahkan kepada Perusahaan Pencetakan Uang (PPU) untuk diproses menjadi uang jadi. Kualitas bahan diukur berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi bahan uang tersebut ditetapkan dengan memperhatikan masukan dari Perum Peruri selaku PPU, konsultan ahli kertas uang, produsen/supplier kertas uang serta informasi dari bank sentral lainnya. Secara umum, spesifikasi kertas uang dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu spesifikasi teknis dan spesifikasi pencetakan. Terkait kepentingannya, spesifikasi juga dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu spesifikasi major dan spesifikasi minor. Ketidaksesuaian pada spesifikasi major akan sangat mempengaruhi kualitas uang dalam peredaran serta proses cetak sehingga dalam praktek saat ini, Bank Indonesia akan menolak kertas uang yang tidak memenuhi spesifikasi major dan meminta penggantian
Halaman 98
dari pemasok kertas uang. Untuk spesifikasi minor, pada umumnya tidak secara langsung dan signifikan berpengaruh pada kualitas dalam peredaran dan pencetakan uang. Penolakan kertas uang yang tidak memenuhi spesifikasi minor dapat menyebabkan gangguan pada kontinuitas pengiriman dan pencetakan uang, sehingga sebelum disusunnya kajian kualitas uang, kertas uang yang bermasalah pada spesifikasi minor akan diterima. Ke depan akan dilakukan kajian untuk menetapkan suatu mekanisme pengendalian mutu yang dapat menjembatani kepentingan Bank Indonesia terhadap kualitas kertas uang, dan di sisi lain tidak mengganggu pasokan kertas uang dari pemasok.
Berdasarkan praktek dari bank sentral lain, terdapat mekanisme untuk menyelesaikan permasalahan seperti yang dialami oleh Bank Indonesia terhadap hasil pengujian mutu kertas uang, yaitu:
1) Diterima jika seluruh spesifikasi dapat dipenuhi; 2) Diterima, namun dengan penalti jika terdapat
spesifikasi yang tidak dapat dipenuhi namun dinilai minor;
3) Ditolak jika kertas uang tidak memenuhi spesifikasi mayor.
Dengan demikian, kertas uang diterima jika sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan atau dapat diterima jika ketidaksesuaian spesifikasi hanya bersifat minor namun dikenakan sanksi penalti baik berupa kertas uang (bahan) ataupun sanksi finansial (uang). Mekanisme tersebut diharapkan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan kualitas dan kelancaran pasokan kertas uang yang dialami Bank Indonesia. Untuk itu, berdasarkan pembahasan dengan Perum Peruri dan produsen kertas uang, maka disepakati beberapa aspek terkait penerapan mekanisme pengendalian mutu seperti metode sampling yang mengacu pada standar internasional (ISO 2859 “Sampling Procedures for Inspection by Attributes”) serta mekanisme penghitungan penalti untuk setiap ketidaksesuaian spesifikasi minor pada kertas uang yang dikirim oleh pemasok. Penerapan mekanisme
pengedalian mutu ini memerlukan kesepahaman mengenai pengujian dan spesifikasi kertas uang antara produsen, Perum Peruri dan Bank Indonesia sebelum dilaksanakan proses tender. Oleh karena itu, perlu dilakukan diskusi dan measurement correlation serta akses masing-masing laboratorium untuk mendukung pelaksanaan mekanisme pengendalian mutu kertas uang.
Layanan Kas Prima
Layanan kas BI kepada perbankan dan masyarakat merupakan pelaksanaan tugas yang dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan uang kartal dengan mengedepankan ketepatan, kecepatan, dan keamanan layanan. Layanan kas yang dilakukan BI meliputi kegiatan setoran dan bayaran perbankan, penukaran uang, serta penggantian uang rusak. Layanan kas tersebut dilakukan setiap hari kerja dan semakin ditingkatkan pada saat menjelang hari-hari libur nasional seperti periode liburan bersama hari raya.
Pelaksanaan kebijakan dalam rangka memberikan layanan kas prima kepada stakeholders selama tahun 2009, meliputi:
1. Mengoptimalkan layanan kas
2. Pengembangan Kerjasama Layanan Kas Tanpa Fee dengan Perbankan
3. Meningkatkan efektivitas Layanan Kas Luar Kantor 4. Pelaksanaan dan Pemantauan Penerapan Kebijakan
Setoran Bayaran Bank
5. Implementasi Fungsi Cash Centre
6. Kajian Pengembangan Layanan Kas Guna Memenuhi Kebutuhan Uang Kartal
7. Peningkatan Mutu dan Keterampilan serta Kemampuan Kasir
Mengoptimalkan Layanan Kas
Berbagai upaya untuk mengoptimalkan layanan kas senantiasa dilakukan oleh BI sepanjang tahun 2009. Berbagai upaya yang dilakukan antara lain dengan
Halaman 99
menerapkan dan meningkatkan layanan kas sesuai dengan Sertifikasi ISO 9001:2000; memberikan layanan khusus dalam rangka pengumpulan “Koin Prita”, serta peningkatan kegiatan layanan kas pada periode hari raya keagamaan.
Penerapan Layanan Kas sesuai ISO 9001:2000Kegiatan layanan kas di KP telah memperoleh Sertifikat layanan mutu/ISO 9001:2000 (International Organization for Standarization) sejak tanggal 18 Juli 2006. Dengan adanya sertifikasi tersebut, BI khususnya di KP harus senantiasa memberikan layanan kepada stakeholders sesuai dengan sasaran mutu dan sistem manajemen mutu yang memenuhi Standar International serta peraturan yang berlaku. Ketentuan tersebut digunakan sebagai acuan standar operasional prosedur pelayanan terkait masalah waktu dan biaya. Pelaksanaan dan peningkatan penerapan ISO akan tetap dipertahankan untuk memenuhi tingkat kepuasan stakeholders yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu sasaran mutu yang harus dicapai adalah memberikan layanan bayaran dan setoran kepada bank yang terukur, berdasarkan rata-rata waktu layanan perkasan kepada Perbankan. Realisasi waktu layanan kas selama tahun 2009, rata-rata selama 17 menit 10 detik atau masih di bawah waktu yang ditetapkan oleh ISO yaitu 20 menit, sedangkan waktu layanan rata-rata bayaran uang kartal kepada perbankan selama tahun 2009 rata-rata 17 menit 45 detik per bank. Waktu layanan tersebut diperhitungkan sejak dari pendaftaran yang dilakukan oleh perbankan sampai dengan waktu penyerahan uang setoran/bayaran kepada Bank Indonesia. Berdasarkan waktu layanan kas secara bulanan, waktu layanan penyetoran uang kartal terlama terjadi pada bulan Januari 2009, yaitu selama 18 menit 21 detik pasca natal/tahun baru, sedangkan data waktu terpendek pada bulan Agustus atau satu bulan menjelang lebaran. Sebaliknya dengan kegiatan pembayaran uang kartal, yaitu waktu layanan terlama terjadi di bulan Nopember 2009 yaitu 19 menit dan
59 detik, sedangkan waktu terpendek terjadi di bulan Oktober 2009 yaitu 16 menit dan 19 detik.
Dalam rangka penerapan setifikasi ISO 9001:2000, BI senantiasa melakukan kaji ulang yang dilakukan secara berkala untuk menjamin pelaksanaan layanan kas secara kesinambungan untuk mencapai sasaran mutu dan sistem manajemen mutu yang telah ditetapkan. Optimalisasi layanan kas BI senantiasa dilakukan sejalan dengan keberhasilan mempertahankan untuk 3 tahun yang ke 2 Sertifikasi ISO 9001:2000 terhadap layanan kas di KPBI, dengan masa berlaku 18 Juli 2009 sampai dengan 17 Juli 2012.
Penanganan Penyetoran Uang Logam “Koin Prita”
Sebagai bentuk layanan prima BI kepada masyarakat, pada hari rabu tanggal 23 Desember 2009, BI telah menerima koin hasil penggalangan dana melalui aksi simpatik masyarakat “koin untuk Prita”. Koin tersebut dijemput langsung oleh BI di markas besar tempat pengumpulan koin aksi simpatik, yang mencapai 176 karung. Adapun layanan yang diberikan meliputi: 1. Menyediakan kendaraan untuk mengangkut
seluruh uang logam.
2. Menyiapkan SDM pegawai Kasir untuk melakukan pensortiran dan penghitungan ulang 3. Menyiapkan sarana mesin penghitung UL
sebanyak 6 (enam) unit.
4. Menyiapkan tempat penghitungan ulang secara terbuka yang dapat disaksikan oleh relawan maupun pihak lain yang berkepentingan. Perhitungan ulang terhadap koin tersebut dilakukan dengan menggunakan 6 mesin penghitung uang logam dengan kapasitas masing-masing mesin sebanyak 37.000 keping per jam. Perhitungan ulang telah diselesaikan dan diserahkan kembali kepada Prita melalui perbankan, pada tanggal 30 Desember 2009, dengan jumlah nominal yang disetorkan sebesar Rp615,56 juta.
Kegiatan khusus dalam rangka penghitungan ulang tersebut tidak akan menganggu kegiatan operasional
Halaman 100
pengedaran uang di BI. Manfaat yang diperoleh dari pengumpulan koin tersebut adalah menambah persediaan uang logam di BI yang selama ini cenderung tidak kembali setelah diedarkan. Koin yang