• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berlayar Bersama Bidikmisi di Kampus Hijau IPB

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 94-104)

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan empat orang saudaraku lainnya. Hanya cukup untuk makan sehari-hari dan untuk membayar uang sekolah adikku serta jajannya yang sedang di bangku sekolah dasar. Terkadang pula kalau bapakku sedang tidak bekerja karena memang tidak ada yang harus dikerjakan, kakak perempuanku pun yang harus membiayai semua itu dengan bekal tenaga menjadi seorang karyawan toko. Mulai dari makanan hingga perawatan rumah. Makanan dengan lauk seadanya yang memang sudah menjadi kebiasaan kami mengonsumsinya setiap hari. Dua kakakku yang lainnya dengan pekerjaan yang tak menentu, terkadang dalam jangka waktu yang lama tidak bekerja apalagi mendapatkan penghasilan. Dua kakaku tersebut sempat cukup lama merantau di Kota Metropolitan, tetapi sekarang sudah tinggal lagi di sebuah bangunan rumah yang sudah cukup lama berdiri dan kami tinggali. Sebuah bangunan kebanggaan keluargaku yang menjadi kebanggaan kami sekian lama. Walaupun begitu, aku bangga dengan bapakku karena dengan susah payah ia telah membawaku sampai seperti ini. Sedikit ke belakang, bahwa ibu kandungku telah meninggal dunia ketika aku sedang di bangku sekolah dasar kelas tiga dan adikku yang baru berusia empat tahun. Sungguh duka yang mendalam bagi keluargaku pada saat itu. Namun, seiring berjalanya waktu, kami menjalani hidup ke depan dan telah terbiasa tanpa seorang ibu. Walaupun dengan segala rintangan dan tantangan itu, aku tetap bertekad kuat untuk menyongsong masa depanku kelak. Dengan tetap masih bertanya-tanya, aku pun tidak berfikir panjang lagi, aku lalu dengan tegasnya memantapkan hati bahwa InsyaAllah aku telah mendapat beasiswa tersebut walau belum ada pengumuman resminya. Malam itu, aku larut dengan kegembiraan. Aku beritahukan kabar gembira itu kepada semua orang-orang dekatku, kepada keluarga, guru-guru, dan teman-temanku tercinta.

Pada saat itu, aku tinggal bersama dengan teman satu kelasku yang sebelumnya aku telah memikirkan matang-matang untuk tinggal bersamanya. Saat itu, aku tidak bisa

mengatakan apa-apa pada orangtua temanku, karena aku merasa bersalah karena tanpa sepengetahuan mereka aku memiih kampus di luar kota yang mereka pikir biaya yang akan dikeluarkan sangat besar. Aku tidak bermaksud seperti itu, aku bermaksud menyembunyikannya karena aku takut jika mereka mengetahui mereka akan berfikir yang macam-macam tentang diriku. Padahal aku berani memilih kampus IPB karena adanya beasiswa yang menyertainya. Dengan kata lain, dengan tegas aku memantapkan sikap bahwa jika aku tidak mendapatkan beasiswa maka aku akan rela tidak memilih kampus IPB walaupun aku diterima. Aku tidak mau merepotkan orangtua temanku yang telah baik hati menerimaku menjadi bagian dari keluarganya. Malam itu pun aku terdiam, hanya temanku yang menyampaikan kabar itu kepada orang tuanya, tetapi dengan terpaksa tanpa ada kepastian yang nyata, aku meyakinkan hati mereka bahwa aku telah diterima di kampus IPB dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh beasiswa. Jadi mereka tidak susah payah membiayaiku untuk sekolah di kampus baruku.

Sebelum pengumuman SNMPTN Jalur Undangan malam itu, aku bersama teman seperjuangan disibukkan dengan berbagai macam persyaratan-persyaratan terkait pendaftaran jalur tersebut. Berminggu-minggu aku dan teman-temanku mempersiapkan segala sesuatunya. Dibantu dengan tim-tim panitia guru yang mengurusi pendaftaran tersebut. Dengan harapan terbesar kami adalah diterima di universitas yang akan kami pilih. Seiring dengan itu, aku pun bingung akan meneruskan kuliah di universitas mana. Bukan hanya bingung menentukan universitas tetapi aku juga bingung mengenai biaya kuliahku di universitas. Tak pantang menyerah untuk meneruskan sekolahku, itulah kalimat yang aku tanamkan dalam hatiku. Aku yakin, dengan kemampuan akademik yang aku miliki, aku dapat melanjutkan sekolah ke  jenjang tertinggi seperti teman-teman lainnya. Tak lupa ibadah

dan berdoa selalu aku panjatkan pada Illahi Rabbi. Pada saat itu, aku sibuk mencari solusinya. Aku bercerita kendala yang aku hadapi kepada teman-temanku dan guru-guru dengan

harapan aku menemukan jalan keluarnya. Akhirnya, salah seorang guruku menawariku untuk mengikuti seleksi untuk mendapatkan beasiswa. Beasiswa tersebut adalah Beasiswa Bidikmisi. Beasiswa yang diperuntukkan kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik yang memadai tetapi dari kalangan keluarga miskin. Aku pun dengan perasaan senang hati, menerima tawaran tersebut dan mulailah aku sibuk dengan dua pendaftaran tersebut. Pendaftaran SNMPTN Jalur Undangan dan pendaftaran Beasiswa Bidikmisi. Senang sedih aku lewati. Mulai dari persyaratan surat keterangan tidak mampu yang saat itu, orangtuaku mengurusinya dengan susah payah, bolak-balik ke kantor kelurahan demi mendapatkan itu hingga mengisi dan mengirim formulir pendaftaran dengan segala macam embel-embelnya. Semua itu aku dan orangtuaku lakukan dengan harapan akan mendapatkan beasiswa dan diterima di universitas, yang pada dasarnya aku adalah harapan satu-satunya keluargaku dimana aku anak yang pertama kalinya dari keluarga besarku yang dapat menempa ilmu di universitas. Akhirnya, hasil semua jarih payah orangtua dan aku berbuah manis. Sekarang, aku di terima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan serta mendapatkan Beasiswa Bidikmisi.

Waktu berputar dengan cepatnya. Hari berganti hari dan dan tak terasa waktu pendaftaran ulang telah tiba. Pada tanggal 27 juni telah di jadwal untuk pendaftaran ulang mahasiswa baru jalur Undangan di Institut Pertanian Bogor. Sebelum kakiku menginjakkan di kampus hijau ini, aku bersama dengan teman-temanku telah siap mempersiapkan segala persyaratan daftar ulang yang diperintahkan. Saat itu, aku berangkat ke IPB bersama dengan teman-temanku satu SMA beserta orangtua kami masing-masing. Saat itu, aku bersama dengan bapakku. Aku senang bapakku bisa menemani ke kampus baruku. Saat itu, aku mendapatkan uang transportasi yang cukup untuk hidup beberapa hari di Bogor dari bapakku. Dari usahanya bekerja membanting tulang demi aku, seorang anak kebanggaanya agar dapat

menginjakkan kaki di kampus barunya, walaupun saat itu aku tahu bahwa bapakku memegang uang tak kurang dari 50 ribu rupiah. Di samping uang itu, aku memiliki tabungan sedikit untuk menambahkan biaya tersebut yang aku kumpulkan dari pemberian orang-orang terdektku, guru-guru yang aku sayangi, sahabat baikku, dan kerabat dekatku. Sungguh baik hati mereka mau memberi aku uang. Aku tak akan melupakan segala kebaikan mereka. Aku juga bersyukur berkat Beasiswa Bidikmisi aku tak perlu membayar uang daftar ulang yang berjumlah sekitar 12 juta rupiah. Tak bisa ku bayangkan uang dari mana itu aku dapatkan dengan pekerjaan bapakku yan seperti itu. Awal memasuki kampus, sudah kulihat gerbang yang megah dengan rerimbunan pohon lebat, mengidentikkan bahwa IPB adalah kampus hijau. Kesan pertama yang menakjubkan yang membuat aku semakin tak sabar ingin segara menjadi salah satu mahasiswanya. Keesokan harinya pendaftaran ulang dimulai. Kulihat banyak sekali anak-anak bangsa dari bebagai pelosok Indonesia yang ingin mendaftar ulang. “Luar biasa!”, itulah yang aku rasakan pada saat itu.  Akupun memasuki Gedung Graha Widya Wisuda dengan hati berdebar-debar menanti giliranku untuk mendaftar ulang. Tak kusangka pada saat itu, aku hanya membutuhkan waktu tak kurang dari 15 menit untuk mendaftar ulang, Sungguh teknis yang sangat bagus dalam mengatur ribuan orang yang mendaftar ulang.

Ketika itupun aku teringat tentang beasiswaku. Belum ada sama sekali aku mendengar kabar mengenai beasiswa itu. Seketika itu setelah mendaftar ulang, terlihat sekumpulan mahasiswa dengan almamater kebanggaan IPB sibuk mengurusi sesuatu. Kulihat sebuah tulisan di atas meja “ Pendaftaran Ulang Beasiswa Bidikmisi”. Hatiku berdetak kencang, lalu aku menghampirinya. Aku mendapat info bahwa sesegera mungkin aku harus mengisi beberapa daftar pertanyaan yang menjadi salah satu persyaratan beasiswa tersebut. Setelah itu, aku memasuki salah satu ruang untuk tahap wawancara dengan salah satu panitia. Aku gugup, tetapi aku berusaha tetap tenang menjawab semua

pertanyaan yang diberikan. Pada saat itu, aku baru mengetahui bahwa aku belum pasti mendapatkan beasiswa itu sebab pendaftar beasiswa tersebut melebihi kuota yang ditentukan sehingga harus ada seleksi lagi agar sesuai dengan kuota yang ada. Hatiku pun mulai sedih dan bertanya-tanya, bagaimana jika aku tidak mendapatkan beasiswa tersebut ? apakah aku harus pulang dan tidak bisa meneruskan sekolah ku di tingkat universitas ? Aku mulai panik dan terus pertanyaan itu berkecamuk dalam hatiku. Namun, aku mencoba menenangkan diri, berfikir positif dan tak lupa selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT. Setelah semua itu berakhir, aku kembali bersama teman-temanku ke penginapan yang telah kami sewa di belakang kampus. Esok harinya, aku harus segera datang ke gedung tersebut untuk mengikuti Stadium General oleh Mantan Menteri Pertanian Indonesia dan melihat pengumuman hasil seleksi beasiswa yang aku laksanakan kemarin.

Pagi hari, sekali lagi, gedung kebanggaan IPB telah ramai dikunjungi oleh mahasiswa baru yang telah mendaftar ulang kemarin. Beberappa menit kemudian, semua pintu masuk gedung serentak dibuka dan segera aku dan ribuan mahasiswa lainnya menyerbu masuk ke dalam. Namun, sama sekali aku tak melihat kericuhan berdesak-desakan. Semua masuk secara tertib dengan di kawal oleh para Resimen Mahasiswa. Tak lama kemudian, gedung tersebut telah ramai dipadati mahasiswa. Tak ada bangku yang kosong, semua terisi penuh dan bahkan banyak mahasiswa yang duduk di lantai karena tak cukupnya kapasitas tribun atas. Sorak sorai bergemuruh mengawang di dalam ruangan tersebut. Semua larut dalam kebahagiaan menyambut kuliah umum bapak menteri. Ketika bapak menteri naik ke podium, seketika para mahasiswa baru terdiam, menyaksikan dengan seksama segala perkataan yang disampaikan oleh bapak menteri. Semua bangga saat itu karena hal itu adalah kuliah pertama yang kami dapat sebagai mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor. Acara pada hari itu membuat kesan pertama kami bangga terhadap IPB. Acara yang disuguhkan kepada kami

sungguh menarik dan kreatif. Kami tak bosan mengikuti semua rangkain acara pada saat itu.

Kuliah umum pun telah selesai. Semuanya keluar secara tertib. Namun, salah satu panitia yang aku tak mengenalnya seketika berbicara di depan dan mengatakan, “Bagi para calon penerima Beasiswa Bidikmisi diharapkan tidak meninggalkan gedung karena akan segera diumumkan siapa saja yang berhak mendapat beasiswa tersebut.” Kembali jantungku berdetak kencang, tak kuat rasanya aku menerima kenyatan pahit kalau aku tidak mendapat beasiswa tersebut. Mungkin bukan hanya aku saja tetapi mahasiswa yang lain yang saat itu sebagai calon penerima beasiswa itu. Doa dan zikir tak lupa aku selalu dengungkan dalam hatiku berharap aku mendapat Beasiswa Bidikmisi. Saat itu, teknis pengumumannya dilakukan dengan memberikan surat pernyataan yang bertuliskan “diterima atau ditolak”. Semua berbaris rapi sesuai fakultas masing-masing, lalu mulai satu per satu mengambil lembaran kertas masing-masing. Saat itu aku mendapat barisan yang agak belakang, jadi lama rasanya aku menunggu. Aku pun telah melihat berbagai macam ekspresi yang keluar dari raut wajah para mahasiswa. Ada yang senang, sedih, gembira, muram dan bahkan ada yang menangis. Semakin hatiku berdebar-debar menunggu giliran untuk membuka surat tersebut. Ketika giliranku sampai, dengan mengucap Bismillah aku membuka surat tersebut lalu aku melihat pada kotak yang di contreng, “Anda akan dipertimbangkan untuk diseleksi pada tahap selanjutnya dengan memeriksa keabsahan semua dokumen yang telah diserahkan.” Tak bisa ku berkata-kata. Senang hatiku melihat pengumuman tersebut, walaupun agak janggal masih ada tahap selanjutnya, tetapi aku tetap larut dalam kegembiraan. Tak henti-hentinya aku mengucap rasa syukurku pada Allah SWT atas nikmat yang luar biasa aku dapatkan. Tak sabar aku menyampaikan kabar gembira ini pada bapakku yang pada saat itu sedang berada di penginapan. Saat itu, temanku  juga mendapat beasiswa itu tetapi ada satu lagi temanku yang

membawa selembar pengumuman yang memberikan aku membawa selembar pengumuman yang memberikan aku kesemptan untuk dapat bersekolah di bangku perkuliahan.

kesemptan untuk dapat bersekolah di bangku perkuliahan.

Pada tanggal 2 Juni 2011, aku bersama dengan Pada tanggal 2 Juni 2011, aku bersama dengan rombongan teman-temanku meninggalkan kampus IPB karena rombongan teman-temanku meninggalkan kampus IPB karena masa pendaftaran telah usai. Kami pulang dengan membawa masa pendaftaran telah usai. Kami pulang dengan membawa kebahagiaan bahwa kami telah menjadi mahasiswa IPB. kebahagiaan bahwa kami telah menjadi mahasiswa IPB. Kami harus menunggu sampai tanggal 27 Juni 2011 untuk Kami harus menunggu sampai tanggal 27 Juni 2011 untuk kembali berangkat ke IPB untuk memasuki asrama untuk kali kembali berangkat ke IPB untuk memasuki asrama untuk kali pertama da

pertama dan mengikuti n mengikuti perkuliahan perkuliahan di kampus di kampus baru kami.baru kami.

Sempat beberapa hari sebelum keberangkatan, aku Sempat beberapa hari sebelum keberangkatan, aku mengalami kendala. Aku belum mendapat pesangon uang mengalami kendala. Aku belum mendapat pesangon uang transportasi dan uang hidup untuk aku tinggal di asrama. transportasi dan uang hidup untuk aku tinggal di asrama. Untungnya

Untungnya saat isaat itu, aktu, aku mu masih masih memiliki taemiliki tabungan bungan dari dari sisasisa uang pada saat pendaftaran ulang awal bulan lalu. Aku terus uang pada saat pendaftaran ulang awal bulan lalu. Aku terus merengek meminta uang dari bapakku. Akhirnya, dua hari merengek meminta uang dari bapakku. Akhirnya, dua hari sebelum keberangkatan, aku telah mendapat uang dari sebelum keberangkatan, aku telah mendapat uang dari orangtuaku yang menurutku itu tidak cukup untuk tinggal orangtuaku yang menurutku itu tidak cukup untuk tinggal dalam waktu yang lama di IPB sebelum aku mendapatkan dalam waktu yang lama di IPB sebelum aku mendapatkan Beasiswa

Beasiswa Bidikmisi. Bidikmisi. Aku Aku agak kagak kesal denesal dengan bapakkgan bapakku, tetapiu, tetapi aku segera sadar diri bahwa bapakku adalah seorang yang aku segera sadar diri bahwa bapakku adalah seorang yang berpenghasilan sedikit. Aku berpikir, jika semua gajinya berpenghasilan sedikit. Aku berpikir, jika semua gajinya diberikan kepadaku lalu bagaimana keluargaku bisa makan? diberikan kepadaku lalu bagaimana keluargaku bisa makan?  Aku mencoba untuk tenang. Aku berfikir bahwa

 Aku mencoba untuk tenang. Aku berfikir bahwa yang memberiyang memberi uang

uang adalah Allaadalah Allah. Bapakkh. Bapakku adalah peru adalah perantaranya. antaranya. Jadi kalJadi kalauau aku mau uang aku harus meminta pada Allah, bukan aku mau uang aku harus meminta pada Allah, bukan meyalahkan bapakku. Aku terus berdoa disertai salatku, meyalahkan bapakku. Aku terus berdoa disertai salatku, disetiap ibadah-ibadah yang aku lakukan. Tak henti-hentinya disetiap ibadah-ibadah yang aku lakukan. Tak henti-hentinya memanjatkan doa dan mengucap rasa syukur kepada Allah memanjatkan doa dan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT.

SWT.

Tanggal 26 Juni 2011, hari keberangkatann telah tiba. Tanggal 26 Juni 2011, hari keberangkatann telah tiba.  Aku

 Aku bersama bersama dengan dengan teman-temanku teman-temanku beserta beserta orangtuaorangtua masing-masing. Aku bersama bapakku lagi. Ia menemaniku masing-masing. Aku bersama bapakku lagi. Ia menemaniku karena aku memintanya. Aku ingin bapakku yang mengantar karena aku memintanya. Aku ingin bapakku yang mengantar untuk terakhir kalinya aku meninggalkan rumahku dan untuk terakhir kalinya aku meninggalkan rumahku dan mengawali tempat baruku di Kampus IPB. Sesampai di mengawali tempat baruku di Kampus IPB. Sesampai di

kampus, aku ke penginapan dulu, kemudian aku ke tempat kampus, aku ke penginapan dulu, kemudian aku ke tempat baruku di Asrama TPB IPB. Senang hatiku menapakkan baruku di Asrama TPB IPB. Senang hatiku menapakkan kakiku di asrama. Awal mula mimpiku akan kurajut di sini. kakiku di asrama. Awal mula mimpiku akan kurajut di sini. Keesokan harinya, saatnya bapakku dan orangtua Keesokan harinya, saatnya bapakku dan orangtua teman-temanku pulang ke rumah di Bandarlampung. Suasana haru temanku pulang ke rumah di Bandarlampung. Suasana haru menyapa kami. Tak kuasa kami rasanya menahan hati ini menyapa kami. Tak kuasa kami rasanya menahan hati ini untuk berpisah. Namun, kami mencoba tetap tegar untuk berpisah. Namun, kami mencoba tetap tegar menghadapinya. Ini bukanlah akhir, tetapi awal dari menghadapinya. Ini bukanlah akhir, tetapi awal dari segalanya. Seketika itu aku teringat. Aku bertanya pada segalanya. Seketika itu aku teringat. Aku bertanya pada bapakku dengan menggunakan bahasa jawa,“Pak, due duet bapakku dengan menggunakan bahasa jawa,“Pak, due duet ora?”. “Ora enenglah, kan wes tak kei kue kabah”. Jawabnya. ora?”. “Ora enenglah, kan wes tak kei kue kabah”. Jawabnya. Lalu aku terdiam sejenak, rasa hati sedih melihat orangtuaku Lalu aku terdiam sejenak, rasa hati sedih melihat orangtuaku tak memegang uang sedikitpun. Lalu aku mengambil uang tak memegang uang sedikitpun. Lalu aku mengambil uang dari sakuku dan memberikan pada bapakku untuk ongkos dari sakuku dan memberikan pada bapakku untuk ongkos pulang ke rumah. Aku mencium tangan bapakku, tanda pulang ke rumah. Aku mencium tangan bapakku, tanda perpisahan terakhir. Ia berpesan untuk terakhir kalinya,”Seng perpisahan terakhir. Ia berpesan untuk terakhir kalinya,”Seng

ati-ati-ati yo, belajar seng pinter‟. Lagiati yo, belajar seng pinter‟. Lagi-lagi, hati sedih-lagi, hati sedih menghampiriku. Ku coba tetap tegar menghadapinya. Akan menghampiriku. Ku coba tetap tegar menghadapinya. Akan selalu kuingat pesan bapakku itu.

selalu kuingat pesan bapakku itu.

Kehidupan baruku di Kampus IPB dimulai. Satu bulan Kehidupan baruku di Kampus IPB dimulai. Satu bulan aku dan teman-teman baruku melakukan Perkuliahan aku dan teman-teman baruku melakukan Perkuliahan Matrikulasi. Saat itu, tepat pada awal bulan Agustus, uang Matrikulasi. Saat itu, tepat pada awal bulan Agustus, uang Beasiswa Bidikmisi ku turun. Hatiku senang mendapatkan Beasiswa Bidikmisi ku turun. Hatiku senang mendapatkan uang itu. Lalu aku segera memberi kabar kepada keluargaku. uang itu. Lalu aku segera memberi kabar kepada keluargaku. Senang hati

Senang hati merekmereka mendengar hal a mendengar hal tersebutersebut. Setiap bulan at. Setiap bulan akuku mendapatkan uang hidup dari beasiswa itu. Aku senang mendapatkan uang hidup dari beasiswa itu. Aku senang karena bapakku tidak usah repot-repot memikirkan biaya karena bapakku tidak usah repot-repot memikirkan biaya hidupku selamu di kampus ini. Sekarang, sudah lima bulan hidupku selamu di kampus ini. Sekarang, sudah lima bulan aku hidup di IPB. Hidup dengan uang Bidikimisi. Tepat saat aku hidup di IPB. Hidup dengan uang Bidikimisi. Tepat saat ini, aku menuliskan sedikit kisah hidupku ini dalam sebuah ini, aku menuliskan sedikit kisah hidupku ini dalam sebuah perlombaan menulis esai sepenggal kisah inspiratif bersama perlombaan menulis esai sepenggal kisah inspiratif bersama Bidikmisi. Dengan berbekal Laptop pinjaman teman, aku Bidikmisi. Dengan berbekal Laptop pinjaman teman, aku menuliskan sekelumit kisah hidupku dari awal pendaftaran menuliskan sekelumit kisah hidupku dari awal pendaftaran sampai saat ini. Aku berharap dan selalu berdoa agar dapat sampai saat ini. Aku berharap dan selalu berdoa agar dapat melakukan yang terbaik.

melakukan yang terbaik. Menjaga amanah Beasiswa BidikmisiMenjaga amanah Beasiswa Bidikmisi ini agar beasiswa ini tidak sia-sia diberikan kepadaku. Ku ini agar beasiswa ini tidak sia-sia diberikan kepadaku. Ku ucapkan rasa syukurku pada Allah tak henti-hentinya. Ku ucapkan rasa syukurku pada Allah tak henti-hentinya. Ku

ucapkan terima kasih kepada Dikti yang telah memberiku ucapkan terima kasih kepada Dikti yang telah memberiku beasiswa ini. Terima kasih kepada Kampus Institut Pertanian beasiswa ini. Terima kasih kepada Kampus Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan aku kuliah di sini. Bogor yang telah memberikan kesempatan aku kuliah di sini. Terima kasih kepada Panitia Bidikmisi yang telah memilihku Terima kasih kepada Panitia Bidikmisi yang telah memilihku dari ratusan mahasiswa lainnya. Aku akan berusaha maksimal dari ratusan mahasiswa lainnya. Aku akan berusaha maksimal untuk menjaga amanah ini. Aku akan meraih impianku dan untuk menjaga amanah ini. Aku akan meraih impianku dan impian keluarga besarku. Memotong tali rantai kemiskinan impian keluarga besarku. Memotong tali rantai kemiskinan

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 94-104)