• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bidik Misi Mengantarkanku untuk Menjadi Seorang Dokter Hewan

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 36-42)

keganasan tanah longsor yang terjadi ketika aku masih duduk di bangku kelas 4 SD. Hingga saat ini, dua ruangan itu pun masih belum dapat dibangun kembali karena kami sekeluarga tidak mempunyai biaya. Untuk bisa makan saja itu masih sudah beruntung. Belum lagi jika ayahku tidak mendapatkan uang, meminta kepada saudara terdekat atau pun memungut makanan dari tempat sampah adalah solusinya. Namun kini, ayahku telah wafat meninggalkanku seorang diri. Beliau wafat pada tanggal 30 Agustus 2011. Saat itu bertepatan dengan tanggal 30 Ramadhan 1432 H dimana semua umat Islam merayakan takbiran. Untung saja Idul Fitri tahun ini diundur sehari, sehingga tetangga-tetangga di sekitar rumahku dapat mengurusi proses pemakaman ayah.

Masih banyak kisah hidup keluarga kami yang cukup memilukan, namun kita harus optimis dengan adanya masa depan. Allah SWT menjanjikan : “Aku tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah nasibnya sendiri”. Aku pun optimis dengan adanya janji tersebut bahwa aku dapat menjadi seorang Dokter Hewan yang sukses. Dapat membanggakan keluarga, agama, bangsa dan negara serta almamaterku tercinta, Institut Pertanian Bogor.

Berawal dari pertemuanku dengan seorang sahabat yang merupakan pindahan dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dialah yang membuat aku harus berjanji padanya untuk meneruskan kuliah setelah lulus SMA nanti. Dia pindah ke sekolahku, SMA Negeri 6 Bogor pada saat kelas 3 SMA. Kedua orang tuanya dipindahtugaskan ke Jakarta. Aku putus asa pada masa-masa awal kelas 3. Mengingat beberapa bulan lagi aku akan lulus dari bangku SMA dan mengabulkan keinginan keluargaku untuk bekerja. Aku bingung, pekerjaan apa yang dapat aku tekuni nanti. Mengingat lulusan SMA tidak memiliki softskil spesifik untuk bekal bekerja. Keputusasaan membuatku semakin terpuruk di awal kelas 3. Untung saja, aku berteman baik dengan murid baru itu. Kesehariannya membuatku bersemangat kembali untuk terus berjuang menuntut ilmu. Kedua orangtua sahabatku ini merupakan alumni IPB. Ayahnya adalah seorang insinyur pertanian dan ibunya merupakan alumni Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Keduanya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kedua bidang yang berbeda. Aku takjub mendengar cerita-cerita dari sahabatku tentang kesuksesan karir kedua orang tuanya. Hal ini merupakan sebuah motivasi positif yang diterima oleh akal sehatku. Aku tertarik dengan profesi ibunya yang merupakan dokter hewan. Profesi yang cukup jarang ditemukan di masyarakat Indonesia. Meskipun beliau berkarir, namun kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tidak terbengkalai. Beliau masih mampu mengurus keluarganya dikala kesibukan menghadang. Oleh karena itu, aku memilih Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor sebagai pijakanku setelah lulus SMA nanti.

Lagi-lagi masalah keuangan. Ketika USMI IPB datang ke sekolahku, aku mengalami sebuah keraguan. Ingin sekali aku mendaftar USMI, namun keuanganku saat ini tidak mendukung. Saat aku mengadu pada kakak almarhumah ibuku, beliau malah memarahiku dan tidak memperbolehkanku untuk mendaftar USMI. Aku pun tidak mungkin mengadu kepada ayahku. Mengingat saat itu ayahku sedang kesulitan uang. Aku pun menangis di hadapan sahabatku itu. Aku menceritakan semua yang sedang aku rasakan. Akhirnya, aku pun menemukan sebuah solusi yang cukup berisiko. Aku meminjam uang kepada organisasi yang sedang aku tekuni sebesar dua ratus ribu rupiah untuk membayar uang formulir USMI. Aku berani mengambil risiko karena aku masih mempunyai uang beasiswa Sampoerna Foundation yang masih belum turun ketika bulan itu. Beasiswa tersebut hanya dapat membiayai studiku sampai lulus SMA. Dengan semangat aku mengisi formulir dan mengurus berkas-berkasnya, hingga pada akhirnya ayahku pun bersedia untuk menanda tangani formulir tersebut. Aku melihat wajahnya yang penuh dengan kekhawatiran dan kebimbangan. Namun, akhirnya aku berhasil meyakinkan beliau untuk terus optimis dan tidak putus asa dengan biaya kuliah yang nanti harus dibayar. Aku mengetahui bahwa IPB menawarkan banyak beasiswa yang tentunya dengan izin Allah dapat membantuku. Selain itu, aku pun mencoba searching  beasiswa di internet. Uang saku yang kumiliki aku tabung untuk membayar sewa

warnet hingga akhirnya aku mengetahui bahwa pemerintah memiliki program Beasiswa Bidik Misi.

 Aku mengetahui bahwa Beasiswa Bidik Misi ini adalah beasiswa untuk mahasiswa angkatan 2010 yang miskin namun memiliki prestasi. Beasiswa ini tersebar luas di seluruh perguruan tinggi negeri se-Indonesia. Aku pun bersemangat membaca berita ini dengan harapan IPB memberikan kursi untukku. Kursi untuk aku menimba ilmu dan kursi untuk mendapatkan beasiswa Bidik Misi. Setiap hari aku berdoa dan berusaha selama menunggu pengumuman hasil USMI yang selama ini sangat dinanti-nanti. Alhasil, namaku tercantum dalam sebuah  print out  yang tergeletak di atas meja seorang guru Bimbingan konseling.

Disitu tercantum :

Nama NIM Mayor Biaya

Suwarti B04100042 Kedokteran Hewan Rp

0,-Melihat print out  tersebut aku pun senang tiada terkira.  Alhamdulillahi rabbil „alamin janji Allah memang nyata. Aku bersyukur melihatnya. Berita ini aku sampaikan kepada keluargaku. Ayahku bukan main berbinar-binar wajahnya.  Apalagi kakak almarhumah ibuku yang menangis melihat cahaya kegembiraan yang aku pancarkan. Sahabatku pun tersenyum gembira melihat aku bahagia. Ternyata, beasiswa Bidik Misi lah yang membayar biaya kuliahku. Ingin rasanya aku menghadap rektor ataupun pihak yang terkait yang telah membantuku, mewujudkan mimpi seorang anak pemulung yang ingin kuliah. Aku ingin berterima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada mereka. Terutama pemerintah, pejabat yang telah mencetuskan ide program beasiswa Bidik Misi. Semoga Allah SWT memberikan kepada kalian balasan yang setimpal dan pahala yang tiada putusnya.

Pertama kali melihat kampus IPB Darmaga, hatiku berdebar kencang. Aku tidak percaya bisa menginjakan kakiku di kampus rakyat yang tercinta ini. Meskipun aku warga Bogor, namun aku hanya bisa menatap kampus IPB Baranang siang, kampus IPB Gunung Gede dan kampus IPB Taman Kencana.  Aku pun bergumam dalam hati “Akhirnya, aku dapat menimba

berangkat dari rumah untuk menghadiri undangan POM di RK. FKH A, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Sampai-sampai ayahku meninggalkanku hingga akhirnya aku pergi registrasi seorang diri. Pertama kali aku registrasi di Gedung Graha Widya Wisuda, aku melihat ribuan mahasiswa baru. Senang rasanya dapat berkenalan dengan sesama mahasiswa baru dengan asal daerah yang berbeda. Belum lagi suguhan-suguhan acara yang dipersembahkan oleh panitia Open House 47 menambah keceriaanku dan semangat untuk segera menimba ilmu akademik maupun non-akademik di kampus baru ini. Lelahnya berkeliling menjelajah stand-stand UKM di IPB, aku pun melepas lelah di Asrama Putri TPB IPB, tepatnya Gedung A2. Aku melihat hiruk pikuknya para mahasiswa yang memasuki gedung, memindahkan barang-barang pribadi untuk mengisi kamar mereka dengan bantuan keluarga besar yang menemani. Di sana, aku hanya bisa menahan tangis, tertegun melihatnya. Andai saja ayah dan ibuku menemaniku saat aku masuk asrama, pasti bukan kepalang bahagianya hati ini. Sesuatu yang tidak disangka-sangka, ayahku pulang ke rumah lebih dahulu karena acara dari POM hanya berlangsung beberapa jam. Kakak almarhumah ibuku meneleponku dan mengatakan bahwa ayahku akan mengantarkan barang-barang pribadiku yang sejak semalam sudah kukemas. Beliau membawa barang-barangku dengan sepeda tua miliknya, berangkat dari Kota Bogor (rumahku) menuju Asrama Putri TPB IPB karena ayahku tidak memiliki ongkos lagi. Aku hanya bisa menahan tangis dan bergumam, “Yaa Allah, berikan keselamatan kepada ayahku dan pahala yang tiada putusnya. Jadikanlah aku anak sholehah yang bisa membahagiakannya dan menjadi tabungan amal kebaikan bagi kedua orang tuaku”.

Tingkat pertama di IPB merupakan Tingkat Persiapan Bersama. Selama satu tahun penuh aku tinggal di asrama. Biaya asrama dan biaya hidupku dibiayai oleh beasiswa Bidik Misi. Semua fasilitas terbaik yang dipersembahkan IPB dapat aku nikmati. Mulai dari semua fasilitas asrama, sepeda mahasiswa, bus mahasiswa, fasilitas-fasilitas penunjang akademik dan semua program akademik maupun

non-akademik dapat kurasakan manfaatnya. Kini, aku pun sedang menimba ilmu di tingkat dua. Menjalani rutinitas, belajar dan menempa diri untuk menjadi seorang dokter hewan. Sampai saat ini beasiswa Bidik Misi masih menemaniku untuk mengukir mimpi-mimpi agar menjadi lebih indah nantinya. Semoga beasiswa ini dapat dinikmati oleh adik-adik kelasku sang pewaris peradaban yang memiliki nasib yang sama denganku. Mari kita bersama-sama membangun bangsa dan negara. Aku pun mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak Direktorat Kemahasiswaan IPB maupun Direktorat lain yang terkait karena telah mampu mengelola dana beasiswa Bidik Misi yang diamanahkan oleh pemerintah dengan profesionalitasnya dan dengan segala sistem yang telah dirancang sebelumnya. Semoga pengelolaan beasiswa Bidik Misi IPB dapat dijadikan teladan ataupun contoh untuk perguruan tinggi yang lain. Sesungguhnya, segala sesuatu yang baik dan direncanakan sebelumnya akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.

Juara Harapan 2

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 36-42)