• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah Tinta Perjuangan dalam Jembatan Impian

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 65-72)

pesimis, tantangan ini akan menjadi pembakar semangat untuk mewujudkan impian-impianku. Pasti Allah mempunyai  jalan yang terbaik bagi hamba-Nya yang semangat berusaha.

Studiku di masa putih abu-abu akan segera berakhir, aku harus berfikir masa depan dan mewujudkan impian-impian yang telah ku tanam. Pendaftaran mahasiswa baru pun dibuka, sistem baru dalam seleksi tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya. Ini merupakan peluang yang sangat besar untuk mewujudkan impianku karena jalur penerimaan ini lebih mudah dari jalur seleksi yang lainnya. Jalur itu adalah SNMPTN Undangan. Berdasarkan informasi yang didapatkan ada biaya untuk bisa mendaftar, setelah dihitung ternyata tabungan yang telah lama ku kumpulkan belum cukup untuk mendaftar. Tidak ingin membebankan orang tua, aku berusaha mencarinya sendiri dengan “menyambi” jualan roti di sekolah ketika waktu luang.

Saat bel istirahat berbunyi “...tet...tet...tet...”,  tiba-tiba sosok guru yang biasa dekat denganku memanggil dan bergegas diriku menemuinya. Diriku bertanya-tanya dalam hati “Apakah ada yang salah dengan diriku?  Atau nilai ujianku yang kurang baik? Atau berjualan di sekolah melanggar  peraturan?”   banyak pertanyaan muncul dipikiranku. Namun,  Allah menunjukkan kemudahan bagiku. Beliau menyampaikan informasi yang sangat membuat hatiku tenang, ternyata aku bisa mendaftar dengan jalur beasiswa. Sangat bersyukur atas kemudahan yang telah diberikan-Nya. Beliau juga siap membantu untuk mencari informasi yang lebih dalam tentang beasiswa. Sungguh sosok guru yang luar biasa, dapat menyempatkan waktu saat aktivitasnya yang sangat banyak.  Aku pun berusaha mencari informasi tersebut bersama

teman-teman seperjuangan yang mendukungku sepenuhnya. Diriku mendapatkan banyak informasi baik dari guru, teman, serta kakak kelas yang telah mendapatkan beasiswa ini. Ternyata beasiswa ini sangat luar biasa selain meberikan biaya kuliah  juga memberikan uang saku untuk kebutuhan sehari-hari.

Lagi-lagi tidak ingin membebankan orang tua. Diriku harus berjuang untuk melengkapi persyaratan beasiswa tersebut. Karena hampir seluruh persyaratan belum ku miliki.

Meskipun harus keluar masuk sekolah, karena untuk mendapatkan dokumen itupun ada syarat yang harus ku lengkapi. Sungguh perjuangan yang luar biasa, namun tidak ku anggap hal ini sebagai beban tetapi sebagai jalan menuju keberhasilan. Pernah dilarang untuk keluar sekolah tetapi atas bantuan guru diriku dapat diizinkan keluar.

Ketika pendaftaran dibuka diriku harus memilih dua  jurusan dalam satu universitas. Ketika yakin dengan pilihan yang telah ku ambil, orangtuaku kurang setuju dengan menyarankan untuk memilih universitas yang terdekat. Sedangkan umiversitas yang ku pilih harus menyebrangi pulau sebuah tempat yang sangat jauh dari istanaku. Dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit, antara orang-orang yang ku cintai atau mengejar impianku. Terjadi perdebatan yang sangat keras dalam hatiku “ Di satu sisi aku ingin bersama-sama orang-orang yang ku cintai, di sisi lain impian ku sudah ingin berbuah.” 

Setelah hati dan pikiranku mencapai kesepakatan, ku bulatkan tekad untuk memilih institut yang “jago” pertanian dan berusaha meyakinkan pilihanku kepada orangtua. Aku memilih institut ini, karena kondisi pertanian daerahku yang belum termanfaatkan secara optimal, serta pertanian Indonesia yang kurang memanfaatkan teknologi pada umumnya. Padahal dengan memanfaatkan teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan. Inilah yang menjadi latarbelakang mengapa diriku memilih Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor.

Hampir tiga tahun masa putih abu-abu terlewati, perjuangan telah ku lakukan untuk menanam impian-impian itu, kini tiba saaatnya menunngu masa memetik buahnya. Malam itu merupakan malam yang sangat menegangkan yaitu pengumuman SNMPTN Undangan. Setelah selesai Sholat Isya, memberanikan diri untuk melihat pengumuman itu, ketika itu teman-teman ku bergembira dan kecewa yang telah melihat lebih dulu. Aku di terima di Institut ini, “Ya” institut inpianku, sungguh nikmat yang sangat luar biasa. Wajah bahagia dan khawatir pun jelas terpancar dari wajah orangtuaku. Bahagia dengan sejarah yang akan terukir namun

rasa khawatir dengan biaya karena mereka tidak memiliki uang yang cukup. Menjelaskan tentang keputusan yang telah ku ambil untuk menenangkan hati mereka.

Masih ada dua pengumuman lagi yang akan menentukan keberadaaanku di Institut yang berlandaskan pertanian ini. Pengumuman basiswa ini dan ujian nasional, pengumuman yang tidak kalah pentingnya. Setelah beberapa minggu berselang pengumuman ujian nasional tiba. Aku pun lulus dengan nilai yang memuaskan. Perjuangan sesungguhnya baru di mulai ketika aku harus berangkat ke IPB untuk registrasi, ketika itu Ayah menderita sakit yang cukup serius, sebuah keadaan yang seharusnya diriku membutukkan semangat yang lebih. Namun aku berusaha menyemangati diriku sendiri, aku harus bisa membuat orangtuaku bahagia. Dengan sisa tabungan yang telah lama ku kumpulkan sejak SMA dan hasil berjualan, aku berangkat bersama teman-teman seperjuangan yang diterima pula di IPB dengan keyakinan penuh. Membulatkan tekad untuk berangkat, diriku hanya meminta doa restu dari mereka.

Kami berangkat dengan hati yang bersemangat untuk memulai sejarah baru. “Seperti mimpi yang tidak ingin terbangunkan”   hati ini berucap ketika sampai di depan gerbang utama IPB. Namun inilah kenyataan yang sedang kualami. “Ya” ini pencapaian yang sungguh luar biasa atas semangat yang tak sia-sia. Impian yang telah ku bangun sejak lama dapat terwujudkan. Kami pun bertemu dengan kakak kelas di IPB yang bersedia membantu selama registrasi. Kami diantar ke penginapan yang akan menjadi tempat tinggal kami selama 3 hari.

Waktu menunjuk pukul delapan, diriku bergegas untuk menuju Graha Widya Wisuda (Grawida) sebuah gedung yang sangat megah tempat diriku registrasi. Aku melihat kanekaragaman suku, bahasa, dan wajah yang nampak jelas terlihat dari gaya mereka tunjukkan.”Seperti dalam sebuah seni pertunjukan dunia, dengan keahlian yang unik”. Sungguh pemandangan luar biasa yang belum pernah ku temui sebelumnya. Proses registrasi di mulai, melewati tahap demi tahap yang panjang mulai dari verifikasi berkas hingga

wawancara. Terdapat perlakuan khusus bagi diriku dan pendaftar beasiswa yaitu wawancara beasiswa. Kami harus bersabar menunggu pengumuman beasiswa itu. Sampai tiba pengumuman kami tetap sabar menunggu. Kami harus berbesar hati jika diantara kami ada yang tidak diterima. Karena jumlah pendaftar yang mencapai lebih dari 800 mahasiswa sedangkan kuota beasiswa hanya 500 mahasiswa.

Saat-saat yang menegangkan dimulai, awalnya kami mendapat pengarahan kemudian satu demi satu kami maju untuk mengambil selembar kertas yang menentukan kami diterima atau tidak. Tiba saat diriku maju, ketika itu panitia berusaha menenagkan hatiku agar bersabar karena masih ada jalan yang lain. Padahal di kertas itu tidak ada kata atau tanda yang menerangkan bahwa diriku diterima atau tidak. Terdiam dalam gedung Grawida diriku pun bertanya dalam hati “ mungkinkah ini akhir perjuanganku?”   Tidak tahu apa yang harus ku lakukan selanjutnya, air pun hampir keluar dari mataku namun aku coba menahannya.

Ketika kulihat sekelilingku tawa dan tangis terlihat di wajah mereka, begitu pula dengan teman seperjuangan yang mendaftar beasiswa. Air matanya sudah jatuh di pipi dan bajunya, ku tahu air mata itu bukan air mata kebahgiaan melainkan kekecewaan. Ketika kulihat kertasnya sedikit berbeda denganku memang benar ia tidak diterima. Berusaha menenangkan hatinya, namun Aku pun bingung mengapa ada perbedaan dengan kertas kami, segera berlari menuju ruang panitia menanyakan tentang kertas yang kumiliki. Memang benar ada kekurangan dalam kertasku. Panitia belum menandai diriku diterima atau tidak. Hatiku berbisik “Apakah diriku belum ter daftar dalam beasiswa ini.”   Padahal ketika mendaftar semua prosedur telah ku lakukan. Panitia meminta ku menunggu karena untuk mencarinya dibutuhkan waktu yang cukup lama. Beliau memperbolehkan untuk pulang dulu dan akan dihubungi nanti jika dokumen sudah ditemukan.

Diriku memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk beristirahat karena saat itu sudah waktunya sholat Dzuhur. Dalam sholatku aku berdoa agar Allah mempermudah

perjalananku dan semoga diriku diterima beasiswa ini. Diriku makan bersama teman-teman seperjuangan, menceritakan kisah-kisah yang terjadi hari itu. Mereka memberi semangat ketika mendengar kisah yang telah kualami, namun hatiku belum tenang karena belum ada sms ataupun panggilan yang masuk ”Apakah memang benar diriku tidak terdaftar” hati ini gelisah. Diriku memutuskan kembali ke Grawida setelah sholat  Ashar untuk memastikan. Bergegas dengan berlari kecil berharap panitia masih menjaga Grawida. Sampai disana diriku hanya menemui sekumpulan orang yang sedang merapihkan kursi-kursi. Detak jantungku semakin cepat , keringat mengalir sampai telapak kaki “Apakah pendaftaran sudah ditutup dan diriku tidak diterima?”   Memberanikan diri untuk masuk dan bertanya. Salah seorang menginformasikan bahwa panitia sudah pindah ke Rektorat. Diriku pun bergegas dengan menambah kecepatan lariku menuju Gedung Andi Hakim Nasoetion, sebuah gedung bersejarah yang pertama kali kutemui ketika diriku menapakkan kaki di Institut ini. Sampai disana, diriku bertanya tentang ruang panitia kepada petugas yang sedang berdiri setia menjaga gedung itu. Ketika bertemu dengan salah satu panitia aku menyampaikan maksud kedatanganku, beliau melontarkan pertanyaan bagaimana jika diriku tidak diterima. Hatiku terkejut “Bagaimana jika memang benar diriku tidak diterima? Bagaimana dengan impian-impianku? Bagaimana dengan hati orangtua dan keluarga mendengar hal itu?”   Tidak dapat melukiskan jika hal itu terjadi. Belum sempat diriku menjawab kami sudah sampai ditempat pencarian kertas itu. Diriku sangat berdebar menunggu kertas itu. Panitia-panitia yang lain ikut mencari kertas itu, ketika kertas itu ditemukan mereka mengucapkan selamat kepada diriku. Salah satu panitia memberi tahu bahwa ketika namaku di panggil diriku sedang berada di penginapan. Aku diterima beasiswa ini beasiswa Bidik Misi. “Ya” beasiswa yang telah memberikan banyak pelajaran berharga tentang arti dari sebuah tinta perjuangan. Rasa syukur aku ucapkan atas nikmat yang telah Allah berikan kepadaku. Teman-teman seperjuanganku tak lupa mengucapkan selamat kepada diriku.

 Aku pulang kerumah dengan rasa bahagia, keluarga pun menyambut dengan kehangatan, rasa tenang dalam wajah orangtuaku mendengar kabar bahagia ini. Sebuah sejarah baru akan terukir, karena akan ada anaknya yang akan menjadi seorang sarjana, serta beasiswa yang akan menjadi “jembatan” penghubung impian-impianku. Rasa syukur selalu ku panjatkan kepada Allah atas nikmat dan keajaiban yang telah Dia berikan. Sebuah impian yang telah terukir dari perjuangan yang luar biasa.

Juara Favorit ke-3

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 65-72)