• Tidak ada hasil yang ditemukan

Man Jadda Wa Jada

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 120-128)

meremehkanku, masa to  orang yang serba pas-pasan begini bisa diterima di IPB jurusan favorit pula? Pas-pasan hidupnya, pas-pasan ilmunya, pas-pasan segalanya. Serba ngepas. Begitulah komentar mereka terhadapku. Aku hanya tersenyum malah sebentar kemudian tertawa lebar. Ya, alhamdulillah saja to, berarti tandanya kan mereka perhatian sama saya, ya to ya? Hehehe… Tetapi, subhanallah  dari itu semua banyak guru-guruku, tetangga, sahabat dan orang tak dikenal mendoakanku semoga dimudahkankan jalanku di IPB. Senang sekali rasanya mendengar do‟a-do‟a baik mereka.

Ternyata tanggal 18 Mei 2011 Allah mengabulkan do‟a itu, ketika aku melihat pengumuman SNMPTN Undangan melalui internet, aku spontan meloncat dari tempat dudukku, Kawan. Tahukah kalian, impianku masuk IPB diamini oleh  Allah SWT? Alhamdulillah, gadis dari desa di Kecamatan Tayu ini akhirnya bisa diterima di Biologi, tidak di Ilmu Gizi. Meskipun pilihan jurusan kedua tidak apa-apa. Aku juga tak kalah sukanya dengan ilmu tentang makhluk hidup ini. Justru di Biologi-lah Allah menjawab mimpiku. Kok   begitu? Begini Kawan, masuk IPB adalah cita-citaku sejak aku duduk di bangku SMP dan jujur aku ingin sekali masuk di departemen Biologi. Setelah masuk SMA, aku belajar giat selama tiga tahun agar prestasi semester I sampai dengan V rata-ratanya bisa di atas 80. Setiap hari dalam do‟aku, aku selalu mengulang kalimat mujarab, “Impianku di Biologi semoga Engkau kabulkan, Ya Allah.”.

Lalu, sekarang?? Alhamdulillah kesampaian. Yes! Namun sayangnya, ketika kuperhatikan lebih jeli lagi pada keterangan lulus, tidak dicantumkan bahwa Bidik Misi yang kuikuti lolos seleksi, hanya ada tulisan regular dan diharapkan tanggal 26 sampai 28 Mei mendaftar ulang di IPB. Seketika itu, kata alhamdulillah berubah jadi kalimat istighfar astagfirullahal‟adzim.  Nyebut, nyebut,  Nduk ! Sebenarnya aku sadar bahwa ungkapan itu tak pantas terlontar dari mulutku.  Apa Bidik Misi tidak jadi diberikan pada calon mahasiswa

serba ngepas seperti saya tahun ini? Aku sudah merasa was-was seandainya Bidik Misi tidak jadi ada. Aku mungkin sudah berspekulasi terlalu berlebihan tentang Bidik Misi. Bagaimana

tidak, Kawan? Sebab, aku kuliah di IPB nantinya mengandalkan uang beasiswa Bidik Misi. Jika tidak ada Bidik Misi, maka aku akan kesulitan membayar uang kuliah yang menurutku begitu besar nominalnya. Jika tidak ada biaya, maka kemungkinan besar aku ndak  jadi kuliah. Jika ndak  jadi kuliah, maka cita-cita terbesar yang kuimpikan akan sulit tercapai. Demikianlah, Kawan, teori implikasi pada logika matematika yang kupelajari di SMA dulu apabila diterapkan dalam dilemma Bidik Misi saat itu.

Kegelisahan ini kuceritakan pada Ibu. Ibu mengerti apa yang aku rasakan. Persoalan utama tentang biaya. Namun, Ibu berusaha menguatkan bahwa aku harus mengambil kesempatan terbaik yang telah dihadiahkan Allah SWT kepadaku. Meski ekonomi keluarga mepet, harus tetap diambil. Kesempatan tidak datang dua kali. Ibu menyakinkanku bahwa ke depannya pasti ada jalan. Sapa sing tenanan bakal kasil . Man jadda wa jada. Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Mungkin di awal jalan yang dilalui terasa pahit dan sulit, namun di situlah indahnya sebuah perjuangan. Di akhir nanti pasti kita akan menemui seberkas pelangi setelah badai. There is rainbow after storm. “Ibu, akan selalu berdo‟a untuk kesuksesanmu, Nduk . Insyaallah kamu bisa diterima Bidik Misi.” Air mataku seketika itu mengalir mendengar kata-kata bijak dari wanita yang melahirkanku yang kini telah berusia 56 tahun. Semangatku kembali terpompa. Ibu tersenyum padaku, “Ibu, akan ikut mengantarkanmu ke IPB, Nduk .”

Tiga hari setelah itu, apa yang dikatakan Ibu benar.  Aku mendapatkan kabar dari kakak IKMP (Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati) bahwa Beasiswa Bidik Misi akan diseleksi saat pendaftaran ulang pertama, yaitu melalui seleksi berkas asli dan wawancara pribadi. Alangkah senangnya hatiku, ada rasa plong yang menghiasi dadaku.  Alhamdulillah  ternyata masih ada kesempatan untuk mendapatkan Beasiswa Bidik Misi.

Tanggal 27 Mei 2011 pukul 09.00 WIB, aku menuju gedung GWW (Graha Widya Wisuda) untuk seleksi berkas tahap I. Ratusan calon mahasiswa SNMPTN Undangan dari

berbagai daerah di Indonesia sudah memadati pelataran gedung. Di sana, kuulihat banyak anak yang berkemeja necis dan sangat bagus antri menaiki tangga. Menurut hematku, mereka berasal dari kota-kota besar, wajah mereka juga khas wajah anak kota. Jujur Kawan, memandangi mereka kala itu membuatku cukup minder. Aku tersenyum kecut mengamati diriku yang bernampilan terlalu sederhana untuk hari bersejarah dalam hidupku. Diterima di IPB, Kawan, seharusnya dapat berpakaian special   lah untuk hari itu saja, ya to? Tapi, ya memang beginilah keadaanku. Harus tetap bersyukur bukan? Segera kubuang jauh-jauh pikiran negatif itu, Aku kembali berpikir positif. Aku jauh-jauh merantau dari Pati (Jawa Tengah) ke IPB hanya untuk mencari ilmu yang bermanfaat bukan untuk mempermasalahkan soal penampilan. Kaya atau miskin berhak mendapatkan pendidikan yang sama, berhak pula untuk menjadi orang yang berprestasi di IPB. Aku sudah berusaha keras selama ini untuk dapat diterima di IPB, alhamdulillah bila aku bisa kuliah gratis karena Bidik Misi. Bisa membantu meringankan beban Ibu dan saudaraku yang telah bersusah payah membiayai sekolahku sampai SMA. Aku selalu mengingat pesan Ibu sapa sing tenanan bakal kasil . Itulah prinsip yang senantiasa kupegang, Kawan.

Sekitar satu setengah jam menunggu antrian, akhirnya aku menghadap salah satu dosen untuk menyerahkan berkas syarat calon mahasiswa baru IPB. Syukur  Alhamdulillah  tiada halangan yang berarti. Setelah penyerahan berkas selesai, aku menuju ruang wawancara calon penerima Bidik Misi. Aku deg-degan bukan main, Kawan. Detak jantung ini terasa berdangdutan ria, tak mau tenang. Aku langsung dipersilahkan salah seorang panitia Bidik Misi untuk duduk di kursi yang kosong. Seorang dosen wanita menyambutku dengan senyuman ramah. Beliau mengenakan jilbab merah jambu dan baju putih. Kupandangi papan nama yang terpasang di jilbab beliau. Ternyata beliau bernama Mega Simanjutak. Ya, Ibu Mega panggilannya. Langsung saja Ibu Mega menyapaku, “Silahkan duduk Dik,  jangan berdiri, ayo silahkan!”   Aku pun duduk masih dengan

 jantung yang berdebar- debar. Aku tak henti-hentinya membaca sholawat agar tidak semakin grogi.

Beliau bertanya lagi, “ Siapa namanya, Dik?”   Aku menjawab, “Ahadyah Ayu Umaiya, Bu.”

Beliau kemudian berkata, “Hmm ya ya.. Adik lahirnya hari Ahad ya? Bapak kerjanya apa, Dik? ” 

Subhanallah  lembut sekali Ibu ini, Aku mengangguk sambil tersenyum kemudian menjawab, “Maaf Bu, Bapak sudah meninggal delapan tahun yang lalu. Jadi tidak bekerja lagi.” Ibu Mega menggangguk mengerti sembari tersenyum kecil mendengar jawabanku. Beliau mungkin saat itu mengomentari jawabanku dalam hati, orang yang sudah meninggal ya memang tidak bisa kerja lagi  to, Nak. Ibu Mega kembali memeriksa keterangan yang kuberikan pada berkas Bidik Misi. Beliau tampaknya mengamati keterangan tentang keluargaku. “Ya, ya Ibu mengerti. Lalu, apa kamu punya  prestasi di SMA, Nak? Coba beritahu Ibu prestasi apa saja yang telah kamu dapatkan?”   Beliau menanti jawabanku dengan antusias.

 Aku agak malu menjawab pertanyaan jenis ini dari Ibu Mega. Aku tidak mau sombong, Kawan. Sebenarnya untuk menceritakan prestasiku pada kalian aku merasa sungkan.  Aku kemukan pada beliau tentang prestasi yang telah ku peroleh selama di SMA, “ Sepuluh besar LKTI SMA/MA se-DIY Jateng di UNY tahun 2009, Bu. Lalu, Finalis LKTI Pelajar Berprestasi se-Jateng di PT. Honda Internasional Semarang tahun 2009. Kemudian tahun 2010 lalu, saya juara 3 Lomba Mapel Astronomi Tingkat SMA/MA se-Kabupaten Pati dan maju ke Provinsi Jawa Tengah memakili Kabupaten Pati, tetapi saya peringkat 21 dari 103 peserta lomba Astronomi. Terus, ketika kelas XII saya mendapatkan kesempatan mengikuti lomba bidang Geografi se-Region Jawa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi UNY dan alhamdulillah masuk sebagai finalis 10 besar. Sudah itu saja, Bu.”

Ibu Mega terlihat puas mendengar jawabanku. “Ibu senang mendengar presatasi kamu. Di sini, ibu lihat kamu  juga aktif di organisasi bukan? Ibu pesan, ketika nanti kamu sah diterima sebagai mahasiswa IPB, jaga prestasi kamu,

belajar lebih giat lagi. Atur waktu dengan baik! Jangan sampai ketika kamu ikut organisasi, belajarmu terbengkalai. Jangan sampai itu terjadi ya. Oke, tunggu panggilan Ibu selanjutnya ya. Wawancara sudah selesai.”

 Alhamdulillahirabbil‟alamin, ternyata wawancaranya tidak seperti yang kubayangkan. Akhirnya seleksi berkas tahap satu selesai juga. Aku merasa lega. Aku kemudian mengucapkan terima kasih dan permisi pada beliau. Aku lega.

Esok harinya Direktur Direktorat Kemahasiswaan IPB, Bapak Rimbawan, mengumumkan informasi tentang penerima Beasiswa Bidik Misi di akhir acara penyambutan mahasiswa baru jalur SNMPTN Undangan. Beliau mengatakan bahwa calon pendaftar Bidik Misi melebihi kuota sehingga harus diseleksi lagi dari sekitar 800 orang pendaftar menjadi sekitar 400 orang penerima. Mendengar informasi itu, aku merasa cemas dan bimbang. Bagaimana seandainya bila aku tidak termasuk ke dalam 400 penerima Beasiswa Bidik Misi? Mampukah ibu dan keluargaku membayar biaya kuliah tersebut? Jujur saja saat mendaftar ulang ke IPB, ibuku tidak membawa uang apa-apa selain uang menginap selama tiga hari di Bogor ini.  Ya Allah, ujian apa lagi ini? Tolong hamba-Mu, Ya Allah.

Sujud syukur aku panjatkan pada Allah SWT setelah antri sekitar satu jam, akhirnya aku menerima selembar kertas yang berisi tulisan “Anda direkomendasikan menerima Beasiswa Bidik Misi.” Aku hampir tak percaya. Sungguh Allah SWT telah menolongku. Aku segera menemui Ibu setelah acara di GWW selesai. Tahu tidak, Kawanku, mata ibuku ikut berkaca-kaca karena aku masuk ke dalam 400 orang yang direkomendasikan Bidik Misi. “Selamat, Nduk.  Tetaplah berjuang!” ucapnya lirih.

Bulan Juni tanggal 26, aku dan teman-teman Pati kembali lagi ke IPB dan untuk pertama kalinya kami akan menghuni Asrama TPB IPB selama dua semester ke depan. Bersamaan itu pula, daftar ulang calon mahasiswa baru kedua dijadwalkan, termasuk Bidik Misi. Alhamdulillah seleksi berkas Bidik Misi tahap kedua berjalan dengan lancar. Akhirnya aku resmi menjadi mahasiswa IPB dan penerima Beasiswa Bidik

Misi. Berkat beasiswa ini, sekarang aku bisa berada di IPB Misi. Berkat beasiswa ini, sekarang aku bisa berada di IPB untuk mendapatkan ilmu dari dosen-dosen hebat yang ada di untuk mendapatkan ilmu dari dosen-dosen hebat yang ada di institut pertanian ini. Selama satu bulan di IPB, aku dan institut pertanian ini. Selama satu bulan di IPB, aku dan teman-teman menjalani program matrikulasi. Aku teman-teman menjalani program matrikulasi. Aku mendapatkan mata kuliah Fisika

mendapatkan mata kuliah Fisika  plus plus   praktikumnya.praktikumnya. Subhanallah

Subhanallah, jujur satu bulan di IPB terasa lebih berat karena, jujur satu bulan di IPB terasa lebih berat karena harus menyesuaikan dengan lingkungan, tempat tinggal, harus menyesuaikan dengan lingkungan, tempat tinggal, sistem pendidikan dan orang-orang yang serba baru. Apalagi sistem pendidikan dan orang-orang yang serba baru. Apalagi  jauh dari Ibu dan kel

 jauh dari Ibu dan keluarga, itulah kendaluarga, itulah kendala terberat.a terberat.

Untungnya di Asrama Putri TPB aku tidak merasa Untungnya di Asrama Putri TPB aku tidak merasa minder karena di sana semua mahasiswa diajarkan hidup minder karena di sana semua mahasiswa diajarkan hidup sederhana. Mahasiswa kaya dan miskin tidak begitu ada

sederhana. Mahasiswa kaya dan miskin tidak begitu ada gapgap yang besar. Aku juga

yang besar. Aku juga mempunymempunyai banyak teman dari ai banyak teman dari penerimapenerima Beasiswa Bidik Misi yang lain. Aku semakin merasa bersyukur Beasiswa Bidik Misi yang lain. Aku semakin merasa bersyukur bisa melanjutkan kuliah di IPB.

bisa melanjutkan kuliah di IPB.

Lima bulan telah berjalan. Telah banyak aktivitas Lima bulan telah berjalan. Telah banyak aktivitas yang kulewatkan di sini baik senang dan sudahnya. Selama yang kulewatkan di sini baik senang dan sudahnya. Selama lima bulan pula, Bidik Misi turut membiayai kuliahku. Uang lima bulan pula, Bidik Misi turut membiayai kuliahku. Uang untuk makan, membeli buku mata kuliah dan keperluan untuk makan, membeli buku mata kuliah dan keperluan sehari-hari juga dari uang saku Bidik Misi yang kuterima. sehari-hari juga dari uang saku Bidik Misi yang kuterima. Sekali lagi aku tak henti-hentinya berucap syukur pada Allah Sekali lagi aku tak henti-hentinya berucap syukur pada Allah SWT.

SWT.

 Ada

 Ada satu satu pertanyaan pertanyaan yang yang sering sering muncul muncul di di otakku,otakku, Kawan. Apa yang dapat kuberikan sebagai balas jasaku Kawan. Apa yang dapat kuberikan sebagai balas jasaku karena telah menerima Bidik Misi? Kalau memberikan balas karena telah menerima Bidik Misi? Kalau memberikan balas  jasa

 jasa kepada kepada negara negara secarsecara a langsung langsung tentu tentu belum belum bisabisa tercapai saat ini. Aku dan kalian pasti tahu bukan bahwa Bidik tercapai saat ini. Aku dan kalian pasti tahu bukan bahwa Bidik Misi itu beasiswa dari DIKTI yang berasal dari uang rakyat? Misi itu beasiswa dari DIKTI yang berasal dari uang rakyat? Ya, rakyat Indonesia, Kawanku!

Ya, rakyat Indonesia, Kawanku! Sekarang

Sekarang aku aku berjuang berjuang keras keras menggapai menggapai cita-citakucita-citaku di IPB. Kalian tahu cita-citaku, Kawan? Benar, aku ingin di IPB. Kalian tahu cita-citaku, Kawan? Benar, aku ingin menjadi seorang dosen dan guru bagi anak-anak tidak mampu menjadi seorang dosen dan guru bagi anak-anak tidak mampu di Indonesia. Aku ingin seperti Ibu Sri Nurdiati, Dekan FMIPA di Indonesia. Aku ingin seperti Ibu Sri Nurdiati, Dekan FMIPA sekaligus dosen Landasan Matematika kelasku. Karena beliau sekaligus dosen Landasan Matematika kelasku. Karena beliau selalu membangkitkan semangat setiap kali mengajar selalu membangkitkan semangat setiap kali mengajar mahasiswanya, maka aku mengidolakannya. Aku ingin mahasiswanya, maka aku mengidolakannya. Aku ingin anak-anak tidak mampu merasakan manisnya ilmu di bangku anak tidak mampu merasakan manisnya ilmu di bangku sekolah. Aku ingin mereka mendapatkan kesempatan sekolah. Aku ingin mereka mendapatkan kesempatan

pendidikan yang sama seperti orang kaya lainnya. Melihat pendidikan yang sama seperti orang kaya lainnya. Melihat mereka cerdas dan setidaknya menjadi ilmuwan pengganti mereka cerdas dan setidaknya menjadi ilmuwan pengganti  Albert

 Albert Enstein Enstein alangkah alangkah bangganya bangganya hati hati ini. ini. Itu Itu imajinasiku,imajinasiku, Kawan. Mungkin agaknya terlalu muluk ya. Tapi, siapa bilang Kawan. Mungkin agaknya terlalu muluk ya. Tapi, siapa bilang tidak bisa? Bisa, pasti bisa asal ada kesungguhan tekad dan tidak bisa? Bisa, pasti bisa asal ada kesungguhan tekad dan niat.

niat.

Implikasi untuk meraih cita-citaku adalah aku akan Implikasi untuk meraih cita-citaku adalah aku akan belajar giat selama delapan semester untuk mendapatkan IPK belajar giat selama delapan semester untuk mendapatkan IPK di atas 3 dan mengembangkan kemampuanku di bidang di atas 3 dan mengembangkan kemampuanku di bidang Biologi. Di TPB ini, aku juga mengikuti UKM FORCES, klub Biologi. Di TPB ini, aku juga mengikuti UKM FORCES, klub asrama Tutor Sebaya dan pengajar Bina Baca Qur‟an( BBQ). asrama Tutor Sebaya dan pengajar Bina Baca Qur‟an( BBQ). Bukan untuk mendapatkan sanjugan karena ikut organisasi, Bukan untuk mendapatkan sanjugan karena ikut organisasi, tetapi niatku supaya ilmu

tetapi niatku supaya ilmu yang telah kuperoleh selama ini yang telah kuperoleh selama ini tidaktidak sia-sia. Memang aku akui aku tidak sepintar teman TPB lain. sia-sia. Memang aku akui aku tidak sepintar teman TPB lain.  Aku

 Aku biasa biasa saja. saja. Namun, Namun, selagi selagi aku aku mempunymempunyai ai ilmu, ilmu, apaapa salahnya jika ilmu itu diberikan kepada orang lain? Kawanku, salahnya jika ilmu itu diberikan kepada orang lain? Kawanku, sebaik-baiknya manusia itu adalah orang yang bermanfaat sebaik-baiknya manusia itu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, bukan? Aku senang bila melihat orang lain bagi orang lain, bukan? Aku senang bila melihat orang lain bisa dan paham tentang suatu ilmu. Ada kepuasan tersendiri bisa dan paham tentang suatu ilmu. Ada kepuasan tersendiri di hati kecil ini. Itu semua kulakukan sebagai balas jasaku di hati kecil ini. Itu semua kulakukan sebagai balas jasaku terhadap kemudahan melanjutkan kuliah di IPB yang telah terhadap kemudahan melanjutkan kuliah di IPB yang telah diberikan Allah SWT melalui Bidik Misi ini.

diberikan Allah SWT melalui Bidik Misi ini. Semoga impian danSemoga impian dan cita-cita

cita-cita gadis gadis desa desa ini ini dikabulkan dikabulkan oleh-Nya. oleh-Nya. Aku Aku percayapercaya pada kekuatan kata

pada kekuatan kata man jadda wa jada. Sapa sing tenananman jadda wa jada. Sapa sing tenanan bakal kasil.

bakal kasil.  Aku yakin suatu saat nanti aku bisa berdiri di  Aku yakin suatu saat nanti aku bisa berdiri di depan mahasiswa sa

depan mahasiswa sambil berkata, “Apa kabar kuliah kalianmbil berkata, “Apa kabar kuliah kalian hari ini?”

hari ini?”

Ibu, do‟akan aku di sini… Jika aku sukses nanti, Ibu, do‟akan aku di sini… Jika aku sukses nanti, kupersembahk

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 120-128)