• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terima Kasih Kasih Bidik Bidik Misi Misi

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 128-133)

SMA. Saat lulus SMA aku bingung akan melanjutkan studi atau langsung bekerja. Sudah ada tetangga yang menawarkan pekerjaan sebagai asisten di suatu bank swasta daerah. Membiaya kuliah bukanlah perkara mudah. Karena keempat saudaraku yang lainnya juga sedang menempuh  jenjang pendidikan. Kakak saya yang sedang menempuh

semester lima di UNY Yogyakarta. Adik perempuan yang akan menanjak ke kelas tiga SMA. Kemudian adik laki-lakiku yang akan melanjutkan ke SMP dan terakhir adik laki-lakiku yang sedang duduk di kelas empat SD. Ayahku tidak akan menarik kata-katanya yang menyanggupi biaya studi asalkan kami mau dan bersungguh-sungguh. Beliau memotivasiku untuk melanjutkan kuliah.

“Ayah saja lulusan Diploma III Akuntansi Universitas Sumatra Utara, kau harus lebih dari itu.”   Ujarnya.

 Ayah memang telah menjalani pendidikan tinggi. Sehingga Ia berbeda dengan petani-petani lainnya di desa pelosok Provinsi Riau, desa kami. Ia lebih bijaksana dan menjadi tokoh yang dihormati oleh masyarakat sekitar. Dulunya ayah adalah pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) Medan. Namun, karena menurutnya kerja di bank banyak mendapat gaji yang bukan haknya, Ia mengundurkan diri pada tahun 2002. Kakak yang laki-laki ku memotivasi untuk terus kuliah. Apalagi aku diterima di salah satu perguruan tinggi di Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebenarnya, ayah mengharapkan aku mendapat beasiswa karena keuangan keluarga akan agak kesusahan apabila aku kuliah.

 Aku tidak mengetahui bahwa pemerintah telah mengadakan program Bidik Misi, yaitu beasiswa pendidikan bagi calon mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. Ini karena kurangnya informasi yang ada di sekolah dan lingkungan rumah yang belum ada aliran listik PLN. Ketika saya mendaftarkan diri lewat jalur SNMPTN Undangan. Setelah selesai menginput data di situ tercantum namaku dan ada beberapa nama teman dianjurkan untuk direkomendasikan oleh kepala sekolah mengikuti program Bidik Misi. Tetapi guru yang mendampingi ketika pendaftaran

tersebut mengatakan bahwa Ia tidak tahu tentang program Bidik Misi. Dan aku pun mengikuti jalur SNMPTN Undangan.

Ketidaktahuanku masalah Bidik misi akhirnya tejawab ketika aku bertanya kepada kakak kelas satu tingkat diatasku. Ia adalah mahasiswa Universitas Riau (UR). Ia menjawab, “Bidik Misi itu beasiswa bagi calon mahasiswa yang berprestasi tapi kurang mampu. Teman kakak mendapatkan beasiswa itu dan mendapatkan biaya hidup yang besarnya 600 ribu per bulannya.”

Kakak itu menambahkan, “ Kau kan Ketua OSIS, juga  peringkat kelas. Kenapa tidak ikut ?” 

 Aku pun terdiam. Kemudian ingat keadaan keuangan keluargaku yang kurang baik. Serta keinginan Ayah yang menginginkan aku ikut beasiswa untuk meringankan beban orang tua. Namun Bidik Misi tidak dapat saya ikuti karena sudah telah terlambat. Pendaftaran Bidik Misi telah ditutup. Nasi telah menjadi bubur. Aku mengutuki diri sendiri akan ketidaktahuanku karena kurangnya mencari informasi. saya tidak menyalahkan sekolah dan lingkungan yang kurang memadiai untuk mendapatkan jaringan yang luas. Ini salahku yang tidak peka dan kurang bertindak menuruti harapan kedua orang tuaku untuk mendapatkan beasiswa.

 Ayahku adalah orang yang luar biasa. Penyabar, disiplin, dan bijaksana.berkali-kali ditipu orang ia tetap tabah. Mulai dari penjualan tanah yang bersengketa hingga hasil pertanian yang dijual ayahku kepada seorang agen dibawa kabur sehingga tidak dibayar. Beliau tetap memperbolehkanku kuliah dimana pun yang kuinginkan dengan syarat kesungguhan dan ketekunan. Karena aku lulus di IPB. Aku memutuskan untuk berangkat menuju Kota Bogor. Masalah biaya seperti biasa Ayah mengatakan tidak perlu aku fikirkan. Karena yang terpenting adalah kemauanku untuk menuntut ilmu maka akan ada pemecahan segala masalah itu.  Alhamdulillah, Allah menyayangi hamba –Nya. Uang pensiun  Ayah dari BRI keluar. Sekitar 12 juta Rupiah. Dengan menggunakan sebagian uang tersebut aku pun akhirnya bisa berangkat ke Bogor. Pertama kalinya aku naik pesawat terbang. Dengan rute penerbangan dari Bandara Sultan Syarif

Kasim II, Pekanbaru menuju Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Harga tiket pesawat cukup mahal. Tak pernah terbayangkan aku menghabiskan uang ratusan ribu rupiah hanya dalam satu jam. Aku bertekad akan berjuang di kampus hijau ini dengan mempertaruhkan pengorbanan orang tua yang begitu luar biasa kepadaku..

Kehidupan sebagai mahasiswa mulai kutorehkan disini. Aku agak sedih melihat biaya masuk ke IPB yang cukup besar, yaitu Rp. 13.080.000, dengan menggunakan sisa uang pensiun ayahku aku hanya bisa membayar sebanyak 70% dari biaya keseluruhan. Itu merupakan biaya minimal yang menjadi syarat untuk menjadi mahasiswa IPB.Untuk sisanya paling lambat tanggal 23 Oktober 2011 pembayarannya. Dan lagi-lagi ayahku mengatakan jangan difikirkan. Ia yakin bahwa nanti akan bisa membayarnya.

Biaya hidup di Kota Hujan ini cukup murah menurutku. Jauh berbeda dengan biaya hidup di Riau sana yang relatif lebih mahal. Sehingga aku bisa berhemat disini. Ditambah lagi aku ada di asrama yang akan mengurangi biaya untuk tempat tinggal karena unuk perhitungannya sebulannya biaya untuk tinggal di asrama seratus ribu rupiah dan itu sudah di bayar saat awal pembayaran masuk. Untuk dua bulan pertama kehidupan cukup lancer. Namun setelah itu, uang kiriman agak tersendat karena ternyata pohon kakao yang menjadi penghasilan keluarga terserang hama. Telah terjadi wabah penyakit buah yang bangka. Sehingga produksinya menurun. Ibuku pusing, Ia harus bias membagi keuangan yang mminim pemasukan dengan tututan pengeluaran yang besar. Mulai dari biaya pendidikan kelima anaknya dan biaya rumah tangga. Aku diminta untuk lebih berhemat.

 Aku sempat berfikir “Bagaimana aku melunasi sisa biaya kuliahku dan melanjutkan kehidupan kuliahku?” 

 Aku terus memikirkannya. Solusinya aku harus berusaha sendiri untuk mendapatkan beasiswa. Seperti yang kudengar dari kakak-kakak kelas bahwa di IPB sangat banyak beasiswa yang dapat kita peroleh. Mulai dari yang tidak mampu hingga beasiswa mahasiswa berprestasi. Aku sempat berangan-angan, “Andaikan aku menjadi salah satu penerima bidik misi

maka masalah ini akan teratasi.”   Namun itu sedikit mustahil karena kuota untuk IPB pada tahun 2011 adalah lima ratus calon mahasiswa dan itu telah dipenuhi oleh teman-teman yang lulus seleksi.. Aku pun terkadang iri dengan teman-teman yang mendapatkan Bidik Misi. Walaupun dari keluarga yang kurang mampu, namun mereka dapat kuliah dengan tenangnya dari beasiswa Bidik Misi.

Rezeki adalah kekuasaan-Nya. Ternyata IPB membuka pendaftaran Bidik Misi tambahan. Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Alhamdulillah aku lulus untuk menjadi mahasiswa penerima Bidik Misi tambahan. Walaupun biaya awal masuk ke IPB tidak dikembalikan secara penuh karena adanya sistem subsidi silang. Aku tetap bersyukur . Kami dijanjikan akan mendapatkan uang awal masuk IPB sebesar Rp4.800.000. Alhamdulillah ya Allah. Aku menangis bahagia dan juga orang tuaku juga tak henti-hentinya berucap syukur.  Allah mengabulkan doa hamba-Nya yang sedang kesusahan.

Dan aku menyadari pernyataan orang tuaku yang pernah menyatakan bahwa orang yang bersungguh-sungguh akan dilancarkan jalannya. aku langsung mengatakan kepada orang tua untuk segera mengirimkan uang sekitar Rp 4.000.000. dengan meminjam kepada tetangga untuk pelunasan biaya masuk IPB dan aku katakan akan diganti dengan uang yang aku peroleh dari Bidik Misi.

 Akhirnya, aku dapat kuliah dengan tenang seperti teman-teman yang lain. Masalah kemiskinan telah dihancurkan dengan Bidik Misi. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan menunjukkan akan hidup mandiri, berorientasi pengabdian pada negeri, serta meningkatkan berprestasi. Kepada teman-teman sesama penerima Bidik Misi ayo tingkatkan prestasi. Karena kita telah mendapat difasilitasi. Jadi tunggu apalagi, ayo bersama membangun negeri. Sebagai mahasiswa pertanian mari tingkatkan pertanian Indonesia. Kemudian, terima kasih Ya  Allah dengan jalan -Mu aku bisa berjalan dengan langkah

yang pasti. Terima kasih Ayah, Ibu kau selalu memotivasi dan mendoakanku juga kepada saudara-saudaraku. Dan terakhir Terima Kasih Bidik Misi.

Dalam dokumen Kisah inspiratif Bidikmisi 2011 (Halaman 128-133)