• Tidak ada hasil yang ditemukan

d Hak untuk Membela Dirinya Sendiri atau Melalui Pengacara yang Dipilih Sendir

Hak atas pendampingan hukum djamin dalam sejumlah peraturan perundang-undangan diantaranya dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

menyatakan “setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam Pasal

56 UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Hak untuk pembelaan terhadap seorang terdakwa djamin dalam KUHAP, diantaranya sebagaimana dalam Pasal 54, guna kepentingan pembelaan terdakwa berhak mendapatkan

setiap tingkat pemeriksaan. Terdakwa berhak memilih sendiri pengacaranya (Pasal 55),

dalam hal terdakwa didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,

berhak atas penasehat hukum yang ditunjuk secara gratis (Pasal 56). (lihat uraian tentang

hak atas penasehat hukum ini dibagian kegiatan I).

Hak untuk penasehat hukum ini termasuk hak terdakwa dalam tahanan untuk

menghubungi penasehat hukumnya (Pasal 57 ayat (1)), berhak mendapatkan penjelasan

tentang penahanannya kepada keluarga atau orang lain yang serumah atau orang lain yang bantuannya dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan

penangguhannya (Pasal 59). Terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan

dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan

hukum (Pasal 60).

Semua instrumen Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap orang yang didakwa melakukan kejahatan membela dirinya sendiri atau melalui pendamping hukum yang dipilihnya sendiri.

Sejumlah instrumen tersebut yaitu Pasal 14 ayat (3) huruf d Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 7 ayat (1) huruf c Piagam Afrika, Pasal 8 ayat (2) huruf d Konvensi Hak Asasi Manusia Amerika dan Pasal 6 ayat (3) huruf c Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa dan Pasal 20 ayat (4) huruf d dan Pasal 21 ayat (4) huruf d Statuta untuk ICTR dan ICTY.

Dalam komentar umum No. 13 atas Pasal 14 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik,

Komite Hak Asasi Manusia menekankan bahwa terdakwa atau pengacaranya harus mempunyai hak untuk bertindak semestinya dan tanpa rasa takut dalam mengusahakan semua pembelaan yang memungkinkan dan hak untuk menguji berjalannya kasus jika mereka mempercayai bahwa tidak adil. Dalam hal adanya pengadilan in absensia yang dengan alasan yang sah dilakukan, pengamatan yang ketat atas hak-hak dalam pembelaan sangat penting. Hak atas akses pendampingan hukum harus efektif tersedia dan Komite Hak

Asasi Manusia menyimpulkan bahwa Pasal 14 ayat (3) telah dilanggar dalam kasus dimana

seseorang tidak mempunyai pendampingan hukum selama penahanan 10 bulan pertama, dan diadili tanpa kehadirannya.

Berdasarkan padangan Komite Hak Asasi Manusia bahwa suatu keharusan bahwa pendampingan hukum harus ada dalam kasus-kasus terkait hukuman mati yang tidak hanya

dalam pengadilan tingkat pertama tetapi juga dalam tingkat selanjutnya. Pendampingan

hukum terhadap terdakwa yang menghadapi hukuman mati ini harus disediakan dalam bentuk yang memastikan adanya keadilan secara memadai dan efektif.

Pasal 14 ayat (3) menyatakan terhadap penentuan dakwaan pidana setiap orang berhak

dan tanpa pembayaran (cuma-cuma) dalam hal terdakwa tidak mempunyai cukup biaya

untuk membayar. Pasal 6 ayat (3) huruf c Konvensi Eropa juga menyatakan bahwa “hak setiap orang yang tidak mempunyai biaya untuk penasehat hukum diberikan secara cuma-cuma karena kepentingan keadilan”.

Pasal 8 ayat (2) Konvensi Hak Asasi Manusia Amerika memberikan kewenangan kepada negara-negara pihak untuk melakukan ini, sementara Piagam Afrika tidak menjelaskan tentang bantuan hukum cuma-cuma. Pasal 20 ayat (4) huruf d dan Pasal 21 ayat (4) huruf d mempunyai pengaturan yang hampir sama dengan Pasal 14 ayat (3) huruf d Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Untuk mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma, Pasal 14 ayat (3) huruf d Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Pasal 6 ayat (3) Konvensi

Eropa memberikan dua syarat : pertama, ketidakmampuan/ketiadaan cukup biaya untuk membayar pengacara dan kedua demi kepentingan keadilan memerlukan adanya bantuan hukum tersebut. Kepentingan keadilan akan mensyaratkan adanya bantuan hukum dalam kasus-kasus yang diancam dengan hukuman mati dalam hal terdakwa membutuhkan bantuan tersebut dan tidak mampu membayar pengacara.

Dalam kasus terkait dengan gugatan hak konstitusi, Komite Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa dimana seorang yang dihukum memohonkan uji materi atas penyimpangan dalam pengadilan kasus pidana dilakukan tidak semestinya dan membutuhkan biaya bantuan hukum untuk mengajukan pemulihan hak-hak konstitusionalnya dan adanya kepentingan

pengadilan, maka pendampingan hukum harus disediakan oleh negara. Peninjauan

kembali tersebut akan mensyaratkan suatu pemeriksaan yang terbuka dan konsistensi/

kesesuaian dengan Pasal 14 ayat (3) huruf d Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Pasal 14 akan dianggap dilanggar jika tidak ada bantuan hukum dan penolakan atas

kesempatan seseorang untuk menguji penyimpangan pengadilan pidana dalam suatu Mahkamah Konsititusi dengan pemeriksaan yang terbuka.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa terkait dengan Pasal 6 ayat (3) huruf c Konvensi Hak

Asasi Manusia Eropa menyatakan bahwa “hak untuk terdakwa diberikan, dalam kondisi khusus, pendampingan hukum gratis merupakan salah satu aspek dalam prosedur peradilan pidana yang bebas dan adil”. Dalam menentukan apakah kepentingan pengadilan mensyaratkan pemberian

bantuan hukum gratis, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa telah memberikan sejumlah

kriteria, seperti tingkat keseriusan kejahatan yang terjadi, resiko beratnya hukuman dari orang yang didakwa, dan kompleksitas kasusnya. Dalam hal hukuman maksimal 3 tahun penjara atas kejahatan obat-obatan, pengadilan menyatakan bahwa bantuan hukum gratis harus diberikan dengan alasan bahwa tidak semata-mata ada banyak yang dipertaruhkan.

Ketika pelanggaran diduga terjadi dalam hal seseorang pada masa percobaan, ada faktor lain yaitu kompleksitas kasusnya dimana ada pengaturan tentang kemungkinan melakukan hukuman yang ditunda dan memutuskan hukuman baru. Konseskuensinya, ada

pelanggararan atas Pasal 6 ayat (3) huruf c Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menyatakan bahwa dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) Konvensi

Hak Asasi Manusia Eropa diterapkan dalam hubungannya dengan pengadilan banding atau

kasasi tergantung pada corak khusus dari prosedur yang dianut. Pertimbangan harus diambil

dalam keseluruhan proses yang dilakukan oleh pengadilan dan peranan dari pengadilan

banding dan kasasi tersebut. Dalam kasus Granger, dimana bantuan hukum ditolak, proses

banding terhadap hukuman atas sumpah palsu dimana orang tersebut dihukum selama 5 tahun. Dicatat oleh pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa bahwa tidak ada pertanyaan tentang kepentingan apa yang dipertaruhkan dalam tingkat banding. Setelah memeriksa proses di pengadilan Banding, pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menemukan bahwa orang tersebut tidak dalam posisi sepenuhnya memahami pandangan awal yang dimajukan

oleh Pengadilan Tinggi oleh Penuntut umum atau argumen lawannya yang diajukan ke

pengadilan dan hal ini jelas bahwa dia tidak akan mampu membuat jawaban yang efektif atas argument tersebut atau pertanyaan dari pengadilan.

Salah satu alasan untuk banding, memunculkan masalah kompleksitas dan kepentingan, yang dalam kenyataan sangat sulit bahwa pengadilan tinggi harus menunda pemeriksaan dan meminta transkrip dari bukti-bukti yang diberikan pada pengadilan pemohon, dan kemudian mampu untuk menguji hal tersebut lebih dalam. Dalam situasi ini, pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menyatakan bahwa beberapa hal harus diadakan oleh otoritas yang berwenang, termasuk pengadilan tinggi untuk menilai semua kemungkinannya dalam memastikan proses yang adil dalam proses tingkat banding, untuk mempertimbangkan kembali penolakan bantuan hukum. Dalam pandangan pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, ada kepentingan keadilan untuk bantuan hukum gratis yang diberikan kepada pemohoan setidaknya pada tahapan penundaan proses berikutnya, ketika proses semacam itu akan membuat kontribusi yang efektif terhadap prosesnya, dan kedua akan membuat pengadilan mendapatkan pemeriksaan yang berguna dari argument ahli hukum dari dua

pihak dalam masalah yang kompleks. Pengadilan menyatakan bahwa terdapat pelanggaran Pasal 6 ayat (3) huruf c dan Pasal 6 ayat (1) Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa.

Terkait atas hak untuk akses ke penasehat hukum adalah adanya Hak Atas Komunikasi

Istimewa dengan Pengacaranya (Right to previleged communication with one’s lawyer). Hak ini diterapkan dalam tahapan pengadilan pertama dan pengadilan selanjutnya selama terdakwa harus dipastikan mempunyai waktu dan fasilitas yang memadai untuk berkonsultasi dengan pengacaranya secara rahasia. Setiap orang mempunyai hak untuk membela dirinya sendiri atau menunjuk pengacara atas pilihannya sendiri untuk memastikan adanya pembelaan yang efektif.

Hak atas pendampingan hukum harus secara efektif disediakan, khususnya dalam

kasus-kasus hukuman mati. Penahanan yang tanpa diketahui dunia luar (incommunicado)

tidak ada kecukupan biaya untuk membayar pengacara, dan jika kepentingan pengadilan membutuhkan, seorang terdakwa kasus pidana mempunyai hak untuk bantuan hukum gratis. Kepentingan keadilan terkait dengan berbagai aspek diantaranya beratnya kejahatan dan ancaman hukumannya yang juga akan terkait dengan kompleksitas kasusnya. Terdakwa harus mempunyai waktu dan fasilitas untuk berkomunikasi dengan pengacaranya. Komunikasi tersebut merupakan hak istimewa dan harus rahasia.