• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip-prinsip Perlindungan Anak a. nondiskriminasi;

b. kepentingan terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; d. penghargaan terhadap pendapat anak

Diversi

proses penyelesaian dengan cara pengalihan penanganan kasus-kasus anak (pidana) dari proses formal dengan tidak diteruskan sepanjang ada alternatif penyelesaian lain sepanjang tidak mengganggu kepentingan umum.

Restorative Justice

Tindak sistematis terhadap penyimpangan yang ditekankan pada pemulihan atas kerugian yang dialami korban dan atau masyarakat sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan pelaku.

Penjelasan Ringkas

Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum

Anak-anak yang menjalani hukuman di penjara atau tahanan tiap tahun berjumlah sekitar

6000 orang. Keadaan yang sungguh memilukan karena bagi anak-anak hidup “dibalik terali besi” adalah hantu yang menyeramkan. Lebih menyedihkan lagi karena sebagian dari mereka tinggal di penjara dewasa. Jumlah Lembaga Pemasyarakatan Anak hanya 16 unit dari 33 Propinsi di Indonesia.59

Kurangnya jumlah LAPAS Anak adalah salah satu bagian masalah dari masalah anak yang berhadap dengan hukum. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan mencatat

bahwa sejak Januari hingga Agustus 2010 misalnya, dari 1.100 pengaduan masyarakat, 130 (11 %) di antaranya pengaduan tentang ABH. 60

A. Penangkapan dan Penahanan

Tidak hanya soal jumlah LAPAS khusus anak yang minim, perlakuan terhadap anak-anak

pelaku pidana yang berbeda dengan orang dewasa juga perlu mendapat perhatian. Tempat penahanan anak harus dipisah dari tahanan dewasa. Anak-anak adalah pribadi

yang belum matang, masih rentan mudah terpengaruh lingkungan. Penahanan sebisa

mungkin dilakukan sesingkat-singkatnya. Jika bisa diganti dengan langkah-langkah alternatif ditempatkan pada keluarga atau lembaga pendidikan.

Meski dalam UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak dibolehkan adanya penangkapan,

penahanan, dan pidana pemenjaraan anak namun seharusnya hal itu dilakukan sebagai upaya terakhir. Apapun bentuknya, pemenjaraan dan penahanan seorang anak akan

mengganggu kelangsungan hidup dan perkembangan. Penahanan juga bertentangan

dengan kepentingan terbaik bagi anak.

Soal penahanan juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian negara Republik Indonesia. Pasal 25 menyebutkan dalam tindakan penahanan

terhadap anak, petugas wajib mempertimbangkan:

a. Tindakan penahanan hanya dilakukan sebagai tindakan yang sangat terpaksa dan merupakan upaya yang paling akhir;

b. Hak anak untuk tetap mendapatkan kesempatan pendidikan dan tumbuh kembang selama dalam penahanan;

59 “Menuju Sistem Peradilan Anak di Indonesia”, Bahan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Komisi VIII DPR RO, Rabu 22 September 2010.

c. Dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa;

d. Penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.

Kehidupan penjara dapat menghentikan jalannya tumbuh kembang anak. Ditambah lagi dengan kenyataan saat ini dimana kekerasan dan diskriminasi masih mewarnai kehidupan penjara. Bila ini dialami seorang anak akan trauma. Stigmatisasi akan terus melekat dalam diri anak tersebut bila dia kembali ke masyarakat dan keluarganya. Dampak buruknya adalah pada kehidupan mental si anak.

Anak sebagai pelaku tindak pidana berhak untuk dirahasiakan identitasnya, mendapatkan bantuan hukum dan mendapatkan bantuan biaya. Meskipun seorang dirampas kebebasannya, seorang anak tetap memiliki hak untuk :

a. Mendapatkan perlakuan manusiawi;

b. Ditempatkan dan dipisahkan dari orang dewasa; c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan biaya; d. Membela diri;

e. Dirahasiakan identitasnya

Pasal 18 UU No. 23 tahun 2002 menyebutkan, setiap anak yang menjadi korban atau pelaku

tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Dalam bagian penjelasannya disebutkan bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional dan pendidikan. Terlihat bahwa perlindungan tidak hanya untuk korban tetapi juga pelaku. Dalam kasus pidana anak pelaku sebenarnya juga korban yaitu korban dari pengaruh lingkungan sehingga si anak dapat melakukan tindak pidana. Dalam proses peradilan anak-anak tetap mendapat jaminan hak praduga tak bersalah, hak diberitahu akan tuntutan-tuntutan terhadapnya, hak untuk tetap diam, hak akan pengacara, hak akan keadilan orang tua wali, hak untuk menghadapi dan memeriksa silang saki-saksi, hak untuk naik banding.61

Paska penangkapan anak yang terlibat petugas harus segera diberitahu. Bila tidak

mungkin dalam waktu segera orang tua atau wali harus diberi tahu dalam jangka waktu sesingkat mungkin setelah penangkapan. Selanjutnya, hakim atau pejabat berwenang, tanpa penundaan, mempertimbangkan pembebasan anak tersebut tanpa penundaan. Upaya peradilan formal sebagaimana adanya sekarang pada dasarnya dimana penangkapan, penahanan dan pemenjaraan masih dilakukan akan berdampak buruk pada perkembangan anak. Upaya yang lebih baik adalah dengan menggunakan jalan non

61 Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The

formal. Untuk itulah diperlukan upaya-upaya diversi (pengalihan) dari model pengadilan formal menjadi model non formal.

B. Diversi

Diversi merupakan proses penyelesaian dengan cara pengalihan penanganan kasus- kasus anak (pidana) dari proses formal dengan tidak diteruskan sepanjang ada alternatif penyelasaian lain sepanjang tidak mengganggu kepentingan umum.

Diversi adalah upaya yang baik dalam penanganan pidana anak. Hanya saja hukum

nasional kita (UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak) tidak mengatur ketentuan diversi.

Diversi adalah upaya yang bertujuan untuk menghilangkan stigmatisasi paska proses hukum. Diversi mencoba mengalihkan kasus pidana anak dari proses formal ke non formal. Karena itulah diversi memerlukan penegak hukum yang memiliki kewenangan diskresi dengan menghentikan perkara, membebaskan anak dan mengalihkan si anak agar tidak harus menjalani proses hukum.

C.

Restorative Justice

Tidak hanya konsep diversi yang dianggap ideal. Tindak pidana anak akan lebih tepat menggunakan langkah penyelesaian restorative justice.Restorative justice bertujuan untuk

mewujudkan keadilan dengan metode pemulihan hubungan. Penanganan kasus pidana

anak ditangani dengan cara lain, bukan pengadilan seperti biasanya. Hal ini tentu saja jika telah disepakati oleh semua pihak yang terlibat dalam sengketa. Hal ini selaras dengan

prinsip-prinsip perlindungan anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak yang telah diratiikasi

oleh Indonesia.

Dalam prinsip restorative justice majelis hakim adalah penengah, semacam wasit. Hakim juga berfungsi sebagai penasihat bagi penyelesaian sengketa. Karena itulah hakim dan perangkatnya tidak menggunakan perlengkapan pengadilan pada umumnya seperti seragam hakim dan perlengkapan lainnya. Tujuannya agar emosi dan mental anak stabil, tidak tertekan. Dengan cara ini anak tidak ditempatkan sebagai orang yang paling jahat.

Melalui jalan restorative justice adalah pelaku tanpa paksaan diminta mengakui kesalahan. Korban dan pelaku secara terpisah diarahkan untuk bersepakatan untuk menyelesaiakannya. Bila keduanya sepakat, maka mereka akan dipertemukan untuk membicarakan kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dengan demikian ketika masalah telah diselesaikan maka pelaku dapat diterima oleh masyarakat, tidak terstigmatisasi sebagai penjahat yang paling jahat. Dari sinilah diperlukan kerjasama antara korban, pelaku, dan masyarakat.

Pada dasarnya restorative justice memegang prinsip-prinsp bahwa pelanggar harus bertanggung jawab atas kerugian akibat tindakannya. Dengan restorative justice akan terbangun ruang kerjasama untuk penyelesaian masalah sehingga seluruh pihak harus berperan untuk menyelesaikan melalui jalan restorative justice.

Kegiatan 4 : Diskusi dengan Narasumber

Tujuan

Peserta memahami isu-isu penting tentang anak yang berhadapan dengan hukum

di dalam hukum dan praktik di Indonesia.

Waktu

60 menit

Deskripsi

5 Menit

Bagian A Pengantar Fasilitator

1. Fasilitator menjelaskan latar belakang narasumber;

2. Fasilitator menyampaikan hal-hal yang perlu dipaparkan oleh narasumber.

55 Menit

Bagian B Input dan Diskusi Narasumber

1. Narasumber memaparkan topik perlindungan dan isu anak yang berhadapan hukum dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2. Diskusi dengan narasumber.

10 Menit

Bagian C Penutup

1. Fasilitator menutup sesi dengan menyampaikan pokok-pokok uraian dan diskusi dengan narasumber.

Modul 5

Peranan Pengadilan dalam Perlindungan Hak-hak Ekonomi,