• Tidak ada hasil yang ditemukan

c Surat Menyurat (Korespondensi)

6. Hak Atas Pendampingan Hukum

Hak atas pendampingan hukum yang layak selama penangkapan dan penahanan penting

dalam banyak hal, untuk menjamin hak atas pembelaan yang eisien dan untuk tujuan perlindungan integritas isik dan mental dari orang yang dikurangi kebebasannya.

Hak atas pendampingan hukum djamin dalam sejumlah peraturan perundang-undangan diantaranya dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

yang menyatakan “setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Dalam Pasal 56 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu”.

Dalam KUHAP hak atas pendampingan hukum ini diatur dalam Pasal 54 – 57, diantaranya

mengatur tentang hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan seorang atau lebih dalam

setiap waktu dan setiap tingkat pemeriksaan untuk pembelaannya (Pasal 54), hak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya (Pasal 55). Berdasarkan Pasal 56 KUHAP, tersangka

atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau ancaman pidana 5 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat

hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka, dan setiap penasehat hukum yang ditunjuk tersebut memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Selanjutnya, tersangka atau terdakwa yang dalam penahanan berhak untuk menghubungi

penasehat hukumnya (Pasal 57 ayat (1)) dan tersangka atau terdakwa yang merupakan

warga negara asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya. Tersangka atau terdakwa dalam penahanan berhak diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain

yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum (Pasal 59), berhak menghubungi

dan menerima kunjungan keluarganya atau lainnya untuk usaha mendapatkan bantuan

hukum (Pasal 60), berhak mengirimkan dan menerima surat kepada dan dari penasehat

hukumnya atau keluarganya dan berhak mendapatkan alat tulis untuk melakukan itu, dimana surat menyurat itu tidak boleh diperiksa oleh pihak berwenang kecuali surat tersebut disalahgunakan, dan bila surat tersebut telah diperiksa maka diberitahukan

kepada terdakwa atau tersangka (Pasal 62).

Demikian pula sebaliknya, terkait dengan hak atas bantuan hukum, seorang penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan dalam semua

tingkat pemeriksaan (Pasal 69) berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka dalam setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk pembelaan perkaranya (Pasal 62 ayat

(1)), dalam hal terdapat penyalahgunaan tersebut maka petugas memberikan peringatan

kepada penasehat hukum (Pasal 62 ayat (2)), apabila tetap melakukan penyalahgunaan maka hak untuk berhubungan tersebut kemudian dilarang (Pasal 62 ayat (3)). Penasehat

hukum dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum, atau petugas pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan, dan dalam kasus terhadap

keamanan negara, pejabat yang mengawasi dapat mendengarkan isi pembicaraan (Pasal 71). Hal ini juga diatur dalam Pasal 115 dimana dalam pemeriksaan oleh penyidik, penasehat

hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan, kecuali dalam kejahatan terhadap keamanan negara dapat hadir dengan cara

melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari setiap kali dikehendakinya (Pasal 73).

Dalam Pasal 114 KUHAP menegaskan kembali bahwa dalam hal seseorang yang disangka

melakukan tindak pidana sebelum dimulai pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana

Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam melakukan

penangkapan setiap petugas wajib memberitahukan kepada tersangka hak-haknya

termasuk hak atas bantuan hukum (Pasal 17 huruf g), tersangka berhak mendapatkan

bantuan hukum, diberitahukan kepada keluarganya untuk mendapatkan bantuan hukum yang dipilihnya sendiri dalam setiap tingkat pemeriksaan, mendapatkan bantuan hukum gratis, berkomunikasi dengan penasehat hukumnya, baik dalam bentuk surat menyurat

yang tidak boleh dibuka (Pasal 36).

Semua perjanjian Hak Asasi Manusia internasional yang relevan menjamin hak tersangka/

terdakwa atas penasehat hukum atas pilihannya sendiri (Pasal 14 ayat (3) huruf d) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 7 ayat (1) huruf c Piagam Afrika dan Pasal 6 ayat (3) huruf c Konvensi Eropa, Pasal 8 ayat (2) Konvensi Amerika menyediakan jaminan itu selama proses pidana terhadap orang-orang yang disangka mempunyai hak “untuk berkomunikasi secara bebas dan privat dengan pengacaranya”.

Tidak ada dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Piagam Afrika dan juga

Konvensi Eropa yang berisi tentang aturan yang sama tentang perlindungan kerahasiaan hubungan klien dan pengacaranya. Aturan 93 dari Standar Aturan Minimum untuk

Perlakuan terhadap Narapidana tahun 1955 menyatakan bahwa “untuk tujuan pembelaannya, dan narapidana yang belum disidang harus diperbolehkan untuk meminta bantuan hukum gratis dimana bantuan tersebut ada, dan untuk menerima kunjungan dari penasehat hukumnya untuk tujuan pembelaannya dan mempersiapkan dan memberikan instruksi yang rahasia. Untuk tujuan- tujuan tersebut, dia harus jika dia menginginkan diberikan materi tertulis. Wawancara antara tahanan dengan penasehat hukumnya mungkin dapat dalam pantauan tetapi tidak dapat didengar oleh polisi atau petugas lainnya”.

Prinsip 15 dari Prinsip-Perlindungan semua orang dalam setiap bentuk penahanan dan

pemenjaraan menyebutkan perincian sebagai berikut :

1) Setiap orang yang ditahan atau dipenjara harus berhak atas komunikasi dan berkonsultasi dengan penasehat hukum.;

2) Setiap orang yang ditahan atau dipenjara harus mendapatkan waktu dan fasilitas yang cukup untuk konsultasi dengan penasehat hukumnya;

3) Hak dari orang yang dipenjara atau ditahan untuk dikunjungi oleh dan untuk berkonsultasi dan berkomunikasi, tanpa penundaan atau sensor dan dalam kerahasiaan penuh, dengan penasehat hukumnya tidak dapat ditunda atau dibatasi dalam kondisi yang eksepsional, untuk ditentukan oleh hukum atau regulasi yang sah, dimana adanya pertimbangan yang diperlukan oleh otoritas yudisial atau lainnya untuk menjaga keamanan atau kepentingan yang baik;

4) Wawancara antara tahanan atau orang yang dipenjara dan penasehat hukumnya dalam dipantau tetapi tidak dapat didengar oleh petugas penegak hukum.

5) Komunikasi antara tahanan dan orang yang dipenjara dan penasehat hukumnya yang disebutkan dalam prinsip yang ada harus tidak dapat diterima sebagai bukti melawan orang yang ditahan atau dipenjara kecuali terkait dengan kejahatan yang akan berlanjut atau kejahatan tersebut.

Berdasarkan prinsip 15 dari Badan Prinsip-prinsip, “komunikasi tahanan dan orang yang

dipenjara dengan dunia luar, khususnya dengan keluarganya atau penasehat hukumnya,

tidak boleh ditolak untuk lebih dari sejumlah hari”. Komite HAM sendiri menyatakan dalam Komentar Umum No. 20, pada Pasal 7 menyatakan “should be made against incommunicado detention”

Hak untuk pendampingan hukum, termasuk pendampingan yang gratis dimana tersangka/

terdakwa tidak mempunyai cukup uang, juga djamin dalam Aturan 42 (A) (i) Hukum Acara dan Pembuktian dalam ICTY dan ICTR. Kemudian, Aturan 67 (A) Aturan Pemenjaraan Pengadilan Yugoslavia menyatakan bahwa “setiap tahanan berhak untuk berkomunikasi secara penuh dan tanpa hambatan dengan penasehat hukumnya, dengan bantuan seorang penerjemah jika diperlukan”, dan selanjutnya, bahwa “semua bentuk korespondensi dan komunikasi harus merupakan hak istimewa”. Terakhir, Aturan 67 (D) dari Aturan Pemenjaraan menyatakan

bahwa “wawancara dengan penasehat hukum dan penerjemah dapat dilakukan dalam pantauan tetapi tanpa didengar, apakah langsung atau tidak langsung, oleh staf unit pemenjaraan”. Aturan

yang sama terdapat dalam Aturan 65 dari Hukum Pemenjaraan Pengadilan Rwanda.

Hak atas akses pendampingan hukum harus secara efektif, dan jika tidak ada, Komite

HAM menyatakan bahwa Pasal 14 ayat (3) telah dilanggar. Peraturan ini tentu saja juga

dilanggar dalam hal seseorang tidak mempunyai akses kepada penasehat hukum apapun selama satu bulan pertama dalam penahanan dan, sebagai tambahan, tidak diadili dengan kehadirannya. Maka, sebagaimana banyak kasus lainnya yang terkait dengan Komite HAM, adalah kasus ekstrim, yakni tekait dengan situasi tahanan yang berada dalam pemerintahan yang diktator.

Dalam resolusinya terhadap hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, Komisi HAM

Afrika menguatkan hak untuk membela diri dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c Piagam Afrika

dengan menyatakan bahwa dalam penentuan dakwaan terhadap mereka, orang-orang dalam

situasi itu berhak “ berkomunikasi dengan pengacara yang dia pilih sendiri”. Hak ini dilanggar

dalam kasus Media Rights Agenda, bertindak atas nama Mr. Niran Malaolu, yang tidak diberikan akses ke pengacara, dan juga tidak diwakili oleh pengacara pilihannya sendiri.

Pengadilan HAM Eropa menyatakan bahwa Konvensi HAM Eropa tidak dengan tegas

penasehat hukumnya tanpa halangan”; tetapi sebagai gantinya yang merujuk pada Pasal 93

Standar aturan Minimum perlakuan terhadap Narapidana yang diadopsi oleh Kementrian Komite Dewan Eropa dengan resolusinya (73) 5, yang dibaca sebagai berikut; “seorang tahanan yang tidak disidangkan berhak, segera begitu dia dipenjara, untuk memilih penasehat hukum yang mewakilinya, atau dapat mengajukan bantuan hukum gratis yang disediakan, dan menerima kunjungan dari penasehat hukumnya dalam upaya pembelaannya dan untuk mempersiapkan, dan memberikan kepadanya, atau untuk menerima, instruksi yang rahasia.”

Dalam permintaan ini dia dapat diberikan semua fasilitas yang diperlukan untuk tujuan tersebut. Khususnya, dia dapat diberikan pendampingan gratis penerjemah untuk semua kontak yang penting dalam pengorganisasian untuk pembelaannya. Wawancara antara tahanan dan penasehat hukumnya dapat dilakukan dalam pantauan tetapi tidak didengarkan, langsung atau tidak langsung oleh polisi atau petugas penegak hukum.

Pengadilan kemudian menyatakan bahwa hal itu “mempertimbangkan bahwa hak tersangka/ terdakwa untuk berkomunikasi dengan pengacaranya tanpa didengarkan oleh pihak ketiga merupakan bagian dari syarat dasar peradilan yang adil dan tidak memihak dalam masyarakat yang demokratis dan sesuai dengan Pasal 6 (3) huruf c Konvensi (HAM Eropa) jika seorang pengacara tidak dapat berunding dengan klien nya dan menerima instruksi yang rahasia darinya tanpa pengamatan, pendampingannya akan kehilangan banyak kebergunaannya, dimana Konvensi dimaksudkan untuk menjamin hak-hak yang praktis dan efektif”.