• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak atas Diberitahu Sangkaan dalam Bahasa yang Dimengert

c Surat Menyurat (Korespondensi)

5. Hak atas Diberitahu Sangkaan dalam Bahasa yang Dimengert

Setiap orang didakwa melakukan kejahatan harus diinformasikan secara tepat/cepat dalam bahwa yang dimengerti atas dakwaan terhadap mereka, dengan perincian yang diberikan atas fakta-fakta dan hukum yang menjadi dasar mereka didakwa. Informasi tersebut harus diberikan dalam waktu yang tepat/baik sebelum persidangan sehingga memberikan terdakwa persiapan yang efektif untuk pembelaannya.

Hak atas pemberitahuan dalam bahwa yang dimengerti diatur dalam Pasal 51 KUHAP

yang menyatakan bahwa “untuk mempersiapkan pembelaannya; a) tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai, b) terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya”. Dalam Pasal

atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapatkan bantuan juru bahasa dan dalam hal tersangka atau terdakwa bisu atau tuli, serta tidak dapat menulis berhak mendapatkan penterjemah orang yang pandai bergaul dengannya.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kapolri no. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas, maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang

penerjemah tanpa dipungut biaya. Pasal 36 menyebutkan bahwa seorang tersangka untuk

mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai, dan dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli

diberlakukan ketentuan Pasal 178 KUHAP.

Dalam hukum Hak Asasi Manusia internasional, Pasal 14 ayat (3) huruf a Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa dalam penentuan setiap tuduhan

kejahatan terhadap seseorang, setiap orang berhak “untuk diinformasikan secara cepat/tepat dan rinci dalam bahasa yang dimengerti terhadap sifat dan sebab dakwaan terhadapnya”. Pasal 6

ayat (3) huruf a Konvensi Eropa menyatakan hal yang hampir sama, sementara berdasarkan

Pasal 8 ayat (2) huruf b Konvensi Hak Asasi Manusia Amerika, terdakwa berhak atas “pemberitahuan sebelumnya secara rinci atas dakwaan terhadapnya”. Piagam Afrika untuk Hak- Hak Manusia dan Penduduk tidak berisi hal yang menjabarkan tentang jaminan hak untuk

diinformasikan dakwaan kejahatan terhadap seseorang. Namun, Komisi Hak Manusia dan

Penduduk Afrika telah menyatakan bahwa orang yang ditangkap “harus diinformasikan secara cepat/tepat atas dakwaan terhadap mereka”.

Terkait dengan seseorang yang berada dalam tahanan, Prinsip 10 dari Prinsip-Prinsip Perlindungan Semua Orang Dalam Setiap Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan

menyatakan bahwa “harus secara cepat diinformasikan setiap dakwaan terhadapnya”. Hak untuk diinformasikan atas dakwaan dalam bahasa yang dimengerti menyiratkan, bahwa pejabat berwenang domestik harus menyediakan penerjemah yang layak untuk memenuhi persyaratan itu, yang sangat penting untuk tujuan kepentingan tersangka/terdakwa dalam membela dirinya secara layak.

Ini adalah hak yang umum untuk menyediakan penerjemah selama penyelidikan/

penyidikan khususnya termasuk dalam Prinsip 14 Prinsip-Prinsip Perlindungan Semua Orang Dalam Setiap Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan, yaitu setiap orang yang

tidak cukup memahami atau berbicara dalam bahasa yang digunakan oleh petugas yang bertanggungjawab dalam penangkapan, penahanan atau pemenjaraannya berhak untuk mendapatkan secara tepat bahasa yang dia mengerti atas informasi berdasarkan

pendampingan secara gratis, jika diperlukan, seorang penerjemah terkait dengan proses hukumnya selanjutnya atas penahannnya.

Kewajiban menginformasikan hak-hak seorang tersangka/terdakwa secara umum selama penyelidikan/penyidikan “dalam suatu bahasa yang digunakan dan dipahami tersangka/ terdakwa” juga termasuk, contohnya, dalam Pasal 42 (A) Hukum Acara dan Pembuktian Pengadilan Pidana Rwanda dan Yugoslavia, yang menjamin, hak seorang tersangka/

terdakwa “untuk mendapatkan pendampingan seorang penerjemah hukum yang gratis” jika dia

“tidak dapat memahami atau bicara dalam bahasa yang digunakan dalam pemeriksaan”.

Berdasarakan Komite HAM, hak untuk diinformasikan dalam Pasal 14 (3) huruf a “berlaku pada semua dakwaan terhadap kasus pidana, termasuk orang-orang yang tidak dalam tahanan,” dan istilah “cepat” mensyaratkan bahwa informasi yang diberikan dalam cara

yang djelaskan sesegera mungkin ketika dakwaan pertama kali dibuat oleh pejabat yang berwenang”. Komite telah secara khusus menyatakan “hak ini harus muncul ketika berada

dalam proses suatu penyelidikan pengadilan atau ketika penuntut umum yang berwenang memutuskan untuk mengambil langkah-langkah prosedural terhadap seorang yang disangka melakukan kejahatan atau secara terbuka menyatakan namanya. Syarat-syarat khusus dari sub paragraf 3 (a) mungkin sesuai dengan menyatakan dakwaan apakah lisan atau tulisan, menyediakan bahwa informasi menunjukkan dua hal yaitu hukumnya dan

dasar-dasar dari fakta-fakta yang disangkakan”. Dalam pandangan Komite, juga berarti bahwa “informasi yang rinci tentang dakwaan terhadap tersangka tidak harus disediakan

secara langsung pada saat penangkapan, tetapi pada permulaan penyelidikan awal atau pelaksanaan atas pemeriksaan yang lainnya yang memberikan adanya tuduhan resmi

yang jelas terhadap tersangka”.

Kewajiban untuk menginformasikan kepada tersangka berdasarkan Pasal 14 ayat (3) (a) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik juga “lebih jelas daripada untuk orang yang ditangkap berdasarkan” Pasal 9 (a) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik

dan, sepanjang tersangka/terdakwa telah secara cepat/tepat dibawa kehadapan hakim

sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 9 ayat (3), “ perincian sifat dan penyebab dakwaan perlu tidak begitu penting disediakan untuk tersangka secara cepat saat penangkapan”. Dalam kasus terdahulu komite menyatakan, bahwa “persyaratan atas informasi yang

cepat … hanya berlaku ketika individu telah secara formal didakwa dengan melakukan

kejahatan”, dan hak itu tidak, dengan konsekuensi, “berlaku untuk orang-orang yang berada di tahanan menungu hasil dari penyelidikan polisi”, suatu situasi yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pertanyaannya adalah, apakah alasan dalam kasus

tersebut konsisten dengan pandangan komite sebagaimana yang diekspresikan dalam komentar umumnya atau merujuk pada kasus sebelumnya. Dalam menerapkan prinsip

informasi yang cepat, komite menyatakan bahwa Pasal 14 ayat (3)(a) tidak dilanggar dalam

melakukan kejahatan untuk sesuatu yang kemudian dia dihukum. Komite menyimpulkan

secara sederhana yang dituangkan dari materi sebelumnya bahwa telah “diinformasikan

alasan-alasan atas penangkapannya dan dakwaan kepadanya pada waktu pemeriksaan

awal dimulai”.

Masalah yang khusus muncul atas pengadilan in absensia.17 Tanpa adanya pelarangan prosedur tersebut bersamaan berdasarkan Pasal 14 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Komite telah menyatakan bahwa dalam suatu kondisi khusus (misalnya, ketika

tersangka, meskipun diinformasikan secara layak prosesnya, mengurangi haknya untuk hadir) dibolehkan demi kepentingan administrasi peradilan yang layak. Sampai sekarang

tindakan pencegahan khusus dilakukan dalam hal ini, dan “pelaksanaan hak-hak secara efektif berdasarkan Pasal 14 mengandaikan bahwa langkah-langkah yang diperlukan

harus dilakukan untuk menginformasikan kepada tersangka/terdakwa terlebih dahulu

tentang proses terhadapnya”, berdasarkan Pasal 14 (3) huruf a, meskipun disana harus juga ada “batas tertentu untuk usaha-usaha yang secara pantas diperhitungkan atas tanggung jawab pihak berwenang dalam melakukan kontak dengan tersangka/terdakwa”.

Pembahasan tentang pengadilan in absentia dapat dilihat dalam kasus Mbenge18 yang dibahas oleh Komite Hak Asasi Manusia PBB. Dalam kasus ini, batasan atas tanggung

jawab otoritas domestik untuk mengecek terdakwa tidak dicapai dalam kasus Mbenge,

dimana negara pihak telah “tidak menguji pendapat penggugat bahwa dia telah

mengetahui adanya pengadilan hanya melalui laporan media massa setelah pengadilan itu

berlangsung”. Meskipun dua putusan yang relevan menyatakan “secara eksplisit bahwa pihak yang dipanggil untuk hadir telah dilakukan oleh petugas pengadilan” disana “tidak

ada indikasi dari setiap tindakan yang nyata dilakukan oleh negara pihak untuk membawa

pihak yang dipanggil yang beralamat di Belgia yang telah secara jelas dinyatakan” dalam salah satu putusan dan “ kemudian diketahui otoritas yudisial”. Kenyataanya, menurut Putusan pengadilan kedua, pihak yang dipanggil hanya diberika waktu 3 hari

sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan, menguatkan Komite dalam kesimpulannya

“bahwa negara pihak gagal untuk melakukan langkah-langkah yang cukup dengan

pandangan untuk menginformasikan kepada author tentang proses peradilan yang akan

segara berlangsung, kemudian memungkinkan dia untuk menyiapkan pembelaannya”. Konsekuensinya adalah pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat (3) (a), (b), (d) dan (e) Kovenan

Internasional Hak Sipil dan Politik.

Pasal 8 ayat (2) huruf b Konvensi Hak Asasi Manusia Amerika dilanggar dalam kasus Castilla Petruzi dkk, dimana “terdakwa tidak mempunyai cukup pemberitahuan, secara rinci, dakwaan terhadap mereka”; sebagai tambahan, dakwaan dihadirkan pada 2 januari

17 Di Indonesia hal ini dimungkinkan di dalam KUHAP 18 Mbenge v. Zaire, Communication No. 16/1977, UNHRC

1994, dan penuntut umum hanya mempersilahkan untuk melihat berkasnya pada tanggal

6 Januari, “dalam waktu yang sangat singkat”, dengan putusan yang diberikan pada hari berikutnya. Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa, Pengadilan

Hak Asasi Manusia Eropa menyatakan bahwa hal itu tidak cukup sesuai dengan aturan

ini dimana pemohon diberikan “lembaran dakwaan” selama 10 jam dan satu seperempat

jam berturut-turut setelah penangkapannya, lembaran-lembaran dakwaan itu berisi informasi tentang dakwaan (pelanggaran perdamaian) juga tanggal dan tempat peristiwa.

Oleh karenanya, Pasal 6 ayat (3) huruf a dilanggar dalam kasus dimana pemohon, yang

berasal dari luar negeri, telah menginformasikan otoritas italia atas kesulitannya dalam memahami ketentuan yudisial yang diberikan kepadanya, meminta mereka untuk mengirim informasi kepadanya dalam bahasa ibunya atau dalam salah satu bahasa resmi

yang digunakan PBB. Dia tidak menerima jawaban atas suratnya dan otoritas melanjutkan menulis dokumen dalam bahasa Italia. Pengadilan memandang bahwa “otoritas yudisial

Italian harus melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan (permintaan pemohon)

seperti untuk memastikan ketaatan pada syarat-syarat dari (Pasal 6 ayat (3) huruf a)

meskipun mereka dalam posisi untuk menegakkan bahwa pemohon pada kenyataanya

mempunyai cukup pengatahuan tentang Italia dalam memahami notiikasi atas asumsi

surat yang menyebut dia atas kasus yang didakwakan kepadanya.