• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Dari berbagai peristiwa yang terjadi, kemungkinan pengadilan apakah yang bisa ditempuh untuk memeriksa dan mengadili berbagai pihak yang berbeda, diantaranya masyarakat, anggota kepolisian dan anggota militer?

2. Bagaimana mamastikan peradilan yang akan dilakukan memenuhi prinsip-prinsip suatu peradilan yang berwenang/kompeten, adil dan tidak memihak, dan dibentuk berdasarkan hukum? Misalnya dalam konteks ini adalah anggota kepolisian yang diperiksa oleh anggota polisi, dan anggota militer yang diperiksa oleh institusinya sendiri, padahal tindak pidana terhadap penduduk sipil?

3. Apakah pengadilan koneksitas sejalan dengan prinsip peradilan yang mandiri dan tidak memihak?

Kelompok 2:

Beberapa orang berikut ini adalah A, K, M, dan N yang merupakan anggota partai politik

yang beroposisi terhadap pemerintah. Mereka seringkali mengkritik kebjakan pemerintah

dengan keras dan juga melakukan berbagai macam unjuk rasa bersama massa. Dalam satu unjuk rasa yang besar-besaran, berakhir dengan kericuhan antara demonstran dengan aparat keamanan yang menimbulkan sejumlah pihak demonstran dan aparat keamanan luka-luka. Atas peristiwa tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan menetapkan A,K,M, dan N sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Mereka ditetapkan sebagai tersangka baik sebagai pelaku dilapangan maupun sebagai pengorganisir unjuk rasa. A,K, dan M ditahan, sementara N berada di luar negeri. Dalam proses yang cepat, A,K M, dan N akhirnya dibawa ke pengadilan.

Selama proses pengadilan, pihak yang bisa dihadirkan adalah A, K, dan M, sementara N tidak bisa dihadirkan karena berada diluar negeri. Kejaksaan menyatakan bahwa selama proses sebelumnya N tidak diketahui alamatnya di luar negeri. Mereka didampingi oleh

sejumlah pengacara sejak pemeriksaan di tingkat kepolisian. Para pengacara ini sudah

mengajukan berbagai keberatan tentang cepatnya proses ini diajukan ke pengadilan, termasuk para pengacara tidak mendapatkan berkas-berkas pemerikasaan yang memadai untuk mempersiapkan pembelaannya, dan tidak sempat untuk meminta dipanggilnya para saksi yang meringankan para tersangka selama proses penyelidikan.

Dalam persidangan, hakim menyatakan persidangan dilakukan dengan terbuka untuk umum, dengan membuat court calendar untuk persidangan tersebut selama 3 bulan,

dengan persidangan seminggu dua kali. Pengacara memprotes jadwal persidangan dengan

menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan. Sampai dengan dimulai persidangan, para pengacara belum mendapatkan secara lengkap berkas-berkas pemeriksaan.

Selama pemeriksaan saksi-saksi, dimana jaksa menghadirkan 20 orang saksi, dan pengacara mengajukan 20 orang saksi juga. Hakim menolak jumlah saksi yang diajukan oleh pembela karena dianggap beberapa saksi tidak relevan, dan hanya menerima 10 orang saksi yang akan dihadirkan oleh pengacara. Selama pemeriksaan saksi-saksi, pengacara memprotes hakim karena sering memberikan waktu yang sedikit bagi pihak pengacara untuk menguji keterangan saksi-saksi.

Pengadilan akhirya memutuskan A, K dan N bersalah dan djatuhi pidana, sementara M

dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan A bersalah karena menyumbang dana untuk kegiatan demontrasi, sementara K dan N dianggap ikut bertanggungjawab karena menghadiri rapat-rapat dan merencanakan dan

menggerakkan demo yang berujung pada bentrokan. Pengacara menolak argumen majelis

hakim dan beralasan bahwa tidak ada hubungannya antara menyumbang dana untuk demonstrasi dan ikut rapat persiapan demonstrasi dengan adanya bentrokan saat terjadinya

kerusuhan. Pengacara juga berargumen bahwa hukuman ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap para terdakwa yang selama ini sering mengkritik kebjakan pemerintah.

Sementara M, yang dibebaskan oleh pengadilan, merasa selama ini telah dikriminalisasi dan akan menggugat pihak-pihak yang menjeratnya sampai ke pengadilan. M akan menggugat secara perdata atas kerugian material dan immaterial atas apa yang dianggapnya kesalahan proses peradilan. Terlebih selama mengikuti proses peradilan, M berada dalam tahanan selama 3 bulan.

Para terdakwa terhadap keputusan tersebut akan mengajukan banding, sementara jaksa juga akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Selain itu, atas bebasnya M, jaksa berencana

untuk melakukan penuntutan kembali kepada M dengan pasal-pasal yang berbeda terkait dengan peranan M dalam demonstrasi yang berakhir dengan bentrokan.

Pertanyaan kepada kelompok:

1. Apakah dari kasus-kasus tersebut dapat ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak para terdakwa untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan tidak memihak? Jelaskan.

2. Apakah yang menurut bapak/Ibu tentang prinsip-prinsip proses pemeriksaan di pengadilan yang adil dan tidak memihak?

Kelompok 3 :

A, C dan S adalah tiga orang ibu yang kehilangan suaminya pada saat peristiwa pengeboman di Hotel Carrot pada bulan September 2010. S, selain kehilangan suaminya, dia juga harus kehilangan salah satu tangannya akibat peristiwa yang terjadi, dimana dia merupakan salah satu juru masak di hotel tersebut. Akibat cedera tersebut, S saat ini tidak bisa lagi bekerja sebagai juru masak. Sementara A dan C kehilangan dukungan hidup karena suaminya selama ini merupakan tulang punggung keluarga.

Polisi kemudian melakukan investigasi dan menetapkan sejumlah tersangka, dan dalam

2 bulan kemudian kasus ini dilimpahkan ke pengadilan oleh pihak kejaksaan. S menjadi salah satu saksi dalam kasus ini dimana bekerja di hotel tersebut, S mengetahui salah satu tersangka yang menjadi salah satu karyawan di hotel tersebut. S sebenarnya tidak berani menjadi saksi mengingat dia masih mengalami trauma dan beberapa kali diancam oleh seseorang untuk tidak menjadi saksi. S akhirnya bersedia setelah adanya jaminan keselamatan baginya dan keluarganya, dan masuk dalam program perlindungan saksi.

Selama persidangan, dimana ruangan dipenuhi pada pendukung dari para terdakwa, saksi-saksi yang dihadirkan dipersidangan mengalami tekanan mental atas teriakan dari para pengunjung. Beberapa kali hakim mengancam akan mengusir para pengunjung

jika masih berteriak-teriak di ruang sidang. Penasehat hukum terdakwa juga tidak kalah “galak” dalam menguji keterangan para saksi. Kondisi ini dipantau oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang akhirnya memutuskan bahwa saksi S harus

diperiksa dengan cara yang membuat dia merasa aman dan nyaman untuk bersaksi

di persidangan. Permintaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ini kemudian

dikoordinasikan dengan jaksa dan disampaikan di pengadilan. Lembaga perlindungan saksi meminta agar saksi S keterangannya direkam dan dihadirkan ke pengadilan tanpa saksi S hadir dipersidangan.

Permintaan ini ditolak oleh pengacara para terdakwa karena dianggap melanggar prinsip

bahwa keterangan harus disampaikan dimuka pengadilan dan dapat diuji dalam sidang yang terbuka untuk umum. Hakim akhirnya memutuskan pemeriksaan saksi S tanpa dihadiri pengunjung sidang untuk menghindari tekanan kepada saksi S. Namun, ada masalah lain dimana saksi S masih mengalami trauma dan tidak berani berhadapan langsung dengan terdakwa yang sebelumnya dia kenal. Hakim akhirnya memutuskan adanya pemeriksaan incamera untuk saksi S. Putusan hakim ini diprotes oleh pengacara terdakwa dengan alasan melanggar hak-hak fundamental pada terdakwa.

Pengadilan akhirnya memutuskan pada terdakwa bersalah dan djatuhi hukuman pidana

penjara, dan membayar restitusi kepada para korban. Selain itu hakim juga menetapkan kompensasi kepada para korban yang menjadi tanggung jawab negara. Namun, ada

masalah dengan putusan tentang restitusi dimana para terdakwa ini adalah pelaku yang masuk dalam katagori miskin dan tidak mungkin membayar restitusi. Selain itu, putusan tentang kompensasi dan restitusi juga dianggap terlalu kecil dibandingkan kebutuhan ekonomi para korban.