• Tidak ada hasil yang ditemukan

d Pengetahuan Masyarakat Adat Kasepuhan Tentang Tata kelola

Pengetahuan ini bukan hanya sekedar mengatur hutan, tetapi terpadu mengatur hubungan manusia dengan manusia dan mengatur hubungan manusia dengan alam (lingkungan) termasuk dengan hutan, tumbuhan dan hewan di dalamnya, bahkan dengan roh nenek moyang yang dipercayai menempati dan menjaga alam dan hutannya.

Dalam memahami hubungan manusia dengan manusia, setiap masyarakat memiliki pengetahuan dan aturan adat masing-masing. Dalam Masyarakat

75

tersebut mengajarkan bahwa Masyarakat Kasepuhan harus melaksanakan sara,

nagara jeung mokaha. Sebagaimana dikemukakan oleh Rahmawati (2012) bahwa:

“There is a motto of Kasepuhan Community, namely "SARA, NAGARA, and MOKAHA". SARA is acronym from words "Suku (ethnic), Agama (religion), Ras (Race), Anatomi (anatomy). NAGARA is state or government; MOKAHA is custom or tradition. This motto implies that Kasepuhan community appreciate to other ethnic, other religion, other race, and other anatomy or organism (like tall or short, black or white, human or animal). Then They recognize as part of the state and obey to laws of state. But, they have own custom. Because of this motto, SARA (including Religion), NAGARA (law of State) and MOKAHA (traditional value) must run in harmony. Because of this motto, they accept Islam as their religion, but in practice, they believe ancestor religion.

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Rahmawati (2012) tersebut, bahwa konsep “sara, nagara jeung mokaha” pada Masyarakat Kasepuhan mengisyaratkan bahwa dalam hubungan manusia dengan manusia, Masyarakat Kasepuhan menghargai adanya perbedaan dengan berbagai macam suku, ras, agama bahkan bentuk tubuh. Konsep ini diwujudkan dalam bentuk aturan kepengikutan, dimana Kasepuhan membuka pintu bagi siapa saja dari berbagai

ras, agama dan suku bangsa untuk menjadi anggota (incuputu) Kasepuhan.

Dibuktikan dengan adanya incuputu Kasepuhan yang berasal dari Perancis.

Konsep “SARA” inilah maka Masyarakat Kasepuhan menerima Islam

sebagai agama mereka walaupun dalam prakteknya mereka masih menjalankan agama nenek moyang. Agama Islam ditempatkan sejajar dengan agama nenek

moyang dalam tradisi Kasepuhan. Konsep “NAGARA” terkandung makna bahwa

dalam menjalankan kehidupannya, Masyarakat Kasepuhan menghargai dan menghormati negara selaku pemegang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik negara dalam arti pemerintahan pusat dan negara dalam arti pemerintah daerah. Masyarakat Kasepuhan mempunyai kewajiban untuk

menghormati seluruh kebijakan negara. Adapun “MOKAHA” terkandung makna

Ksepuhan atau dengan kata lain adat, yaitu Masyarakat Kasepuhan mempunyai kewajiban menjalankan tradisi dan adat istiadat Kasepuhan termasuk didalam pergaulan dengan manusia lainnya.

76

Selanjutnya dalam kosmologi Kasepuhan menyebutkan bahwa SARA,

NAGARA dan MOKAHA ini harus bersatu. Setiap keputusan yang diambil oleh Kasepuhan harus mengacu pada prinsip: ‘kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mufakat jeung balarea’ (harus mengacu kepada hukum, mendukung negara, mufakat dengan orang banyak). Hal tersebut bermakna bahwa Kasepuhan menghargai pendapat umum dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat, walaupun sebenarnya peran abah dalam Kasepuhan sangat dominan.

Dalam Masyarakat Kasepuhan, hubungan manusia dengan alam tergambar dari apa yang dikemukakan oleh Adimihardja (1989) bahwa Masyarakat

Kasepuhan juga menyatakan diri mereka sebagai "pancer pangawinan". Pancer

berarti asal (lulugu), sedangkan pangawinan berarti sebagai tombak dalam

upacara pernikahan. Upacara perkawinan dipandang sebagai penggabungan manusia dengan tanah tempat mereka tinggal. Artinya manusia dengan tanah dan sumberdaya alam lainnya harus bisa hidup selaras dan menjaga kelestarian alam, menikah dengan alam artinya menjadikan alam sebagai bagian dari hidupnya, termasuk menjaga keseimbangan dan kelestarian alam.

Dalam hal mengelola hutan, Masyarakat Kasepuhan membagi hutan

kedalam empat wewengkon (dalam konsep modern disebut zonasi), yaitu

leuweung titipan (zona inti), leuweung tutupan (zona rimba), leuweung cawisan

(zona cadangan) dan leuweung garapan (zona pemanfaatan). Masing-masing

dapat dijelaskan, sebagai berikut:

a. Leuweung Titipan adalah hutan yang dianggap titipan nenek moyang untuk dijaga, dimana masyarakat terlarang untuk datang ke tempat ini, baik untuk mengambil kayu maupun hasil hutan lainnya, bahkan untuk menginjak wilayah ini perlu izin dari abah dan melakukan upacara terlebih dahulu sebelum datang ke tempat ini.

b. Leuweung Tutupan adalah hutan yang menutupi hutan titipan yaitu hutan cadangan dimana hutan ini terlarang untuk diambil kayunya, tetapi jika di wilayah lain tidak ada, maka dapat mengambil kayu di wilayah ini hanya untuk kepentingan membuat rumah sendiri dan bukan untuk diperjual belikan. Untuk mengambil kayu dari wilayah ini juga butuh izin dari abah selaku ketua adat.

77 c. Leuweung Cawisan dengan istilah lain yaitu hutan produksi terbatas, yaitu hutan yang sumberdayanya dapat dimanfaatkan dalam kondisi terbatas, misalnya kayunya bisa digunakan untuk membangun rumah pribadi atau untuk membangun fasilitas sosial. Jika kayu yang dibutuhkan di tempat ini

tidak ada, maka dapat mengambilnya di leuweung titipan. Untuk

mengambil kayu di tempat ini juga perlu izin atau memberitahu kepada abah selaku ketua adat. Selain kayunya boleh diambil, di wilayah ini juga boleh dilakukan perburuan yang sifatnya terbatas, misalnya berburu kijang

pada saat mau melakukan upacara seren tahun.

d. Leuweung Garapan yaitu hutan produksi. Di tempat ini adalah lahan garapan/ kawasan pertanian masyarakat dimana masyarakat menanaminya dengan padi. Pada masa lalu (sebelum tahun 2003), Perhutani menanami kawasan ini dengan kayu besar. Ada simbiosis mutualisma antara masyarakat dan Perum Perhutani.

Berdasarkan aturan zonasi di atas, Masyarakat Kasepuhan mengelola hutan Gunung Halimun Salak. Dalam mengelola hutan tersebut, Masyarakat Kasepuhan memiliki aturan tentang aktivitas yang dibolehkan atau dilarang untuk dilakukan di kawasan hutan.

Tabel 4. Aturan Yang Dibolehkan dan Dilarang Pada Masyarakat Kasepuhan

Kegiatan Yang dibolehkan Kegiatan Yang Dilarang

Menanam di zona pemanfaatan Masuk ke zona inti

Mengambil kayu bakar untuk kebutuhan

konsumsi sendiri Mengambil kayu untuk dijual

Memotong kayu untuk membangun rumah

sendiri Menjual beras

Penggunaan pupuk organik Penggunaan pupuk kimia

Selain aturan yang dibolehkan dan dilarang dalam mengelola hutan, Masyarakat Kasepuhan juga mengatur mengenai pemanfaatan hutan, khususnya kayu. Jika masyarakat akan menebang pohon (kayu), maka harus menanam

terlebih dahulu. Pada Masyarakat Kasepuhan, jika masyarakat akan menebang satu

pohon kayu, maka dia terlebih dahulu harus menanam 10 sampai 20 batang pohon kayu tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Abah Asep, sebagai berikut:

78

“Bagaimanapun juga masyarakat adat butuh keberadaan hutan, karena itu masyarakat dituntut bukan hanya dapat memanfaatkan hutan tapi harus juga menjaga dan melestarikannya. Melalui hukum adat diatur tatacara

pemanfaatan hutan. Kalau mau nebang 1 tangkal (memotong satu pohon

kayu), maka sebelum menebang pohon tersebut harus menanam terlebih dahulu 10 sampai 20 tanaman dan itupun baru bisa dilakukan setelah ada izin dari abah. Kalau menebang tanpa izin dari abah maka jatuhnya disebut sebagai pencuri. Denda untuk pencuri menjadi lebih banyak. Kalau mencuri kayu 2 (dua) pohon maka dendanya harus menanam pohon sebanyak 100 pohon. Dua pohon tersebut apabila sudah dipotong-potong, kra-kira akan menghasilkan menjadi 3 kubik (setara dengan 3 kubik kayu).”

Besarnya denda yang harus dibayar bukan merupakan alasan satu-satunya yang menyebabkan masyarakat menjaga hutannya, ada alasan lain yang lebih ditakuti yaitu keberadaan roh nenek moyang yang menjaga hutan (kekuatan supranatural yang dipercaya oleh Masyarakat Kasepuhan menjaga hutan). Apabila

hasil hutan diambil tanpa izin maka akan terkena “kualat”, sehingga kemungkinan

masyarakat adat melakukan pencurian kayu di hutan adat atau menebang kayu melebihi ketentuan sangat kecil karena pertimbangan aspek supranatural tersebut.