Sumber penghidupan utama Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik berasal
dari pertanian dengan sistem perladangan lahan kering (umai pantai) dan lahan
basah (umai payak). Konsep pertanian pada Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik
juga tidak jauh berbeda dengan Masyarakat Kasepuhan, yaitu satu kali dalam satu tahun dengan pertanian utama adalah padi ladang. Hanya cara-cara bertaninya yang sedikit beda, tetapi prinsip-prinsipnya relatif sama. Dalam berladang
tersebut, Masyarakat Dayak Iban menggunakan sistem berladang gilir balik (daur
ulang menghindari istilah peladang berpindah karena memiliki konotasi negatif sebagai perusak hutan, sedangkan peladangan daur ulang memiliki konsep yang
84
lebih lestari), yang artinya setelah 10 sampai 15 tahun mereka baru boleh menggarap lokasi ladang itu kembali. Disamping menanam padi, mereka juga menanam sayur-sayuran serta umbi-umbian di ladang tersebut. Tempat untuk
berkebun sayur-sayuran disebut redas.
Adapun berbagai jenis padi yang biasanya ditanam oleh masyarakat, antara
lain: Padi Puan (padi tertua dalam Masyarakat Dayak Iban), Padi Sangking, Padi
Manjin, Padi Papau dan lain-lain, dan padi jenis pulut seperti: Pulut Besai Leka, Pulut Celum, Pulut Rangkang dan lain-lain. Dalam membuat ladang padi tersebut
ada tahapannya, yang selalu dimulai dengan upacara adat pedarak. Tahapan
membuat ladang pada suku Iban sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi (cari mimpi, upacara adat pedarak)
b. Nebas (memotong/ membersihkan ladang dari alang-alang dan rumput liar) c. Nebang (memotong kayu-kayu liar)
d. Bakar ladang (membakar seluruh tanaman liar yang masih tersisa termasuk kayu, alang-alang dan rumput-rumput liar)
e. Nugal (melubangi tanah)
f. Mali umai
g. Nunu Lilin (mendatangkan induk lebah)
h. Ngambil tangkai i. Ngancau penyedai j. Ngetau
k. Mungkal kuyan l. Nyimpan di lumbung
m. Gawak (tutup tahun)
Dalam berbagai aktivitas tradisi mereka, misalnya ketika akan menanam padi atau aktivitas apapun, mereka selalu melakukan persembahan dalam bentuk sesaji yang dipersembahkan kepada “Betara”. Sesaji-sesaji tersebut dapat ditemui disepanjang jalan menuju sungai, ladang, hutan, maupun jalan yang menuju perkampungan. Sesaji ini dipersiapkan untuk memohon perlindungan dan keselematan. Sesaji juga dipersembahkan untuk menghindari amarah dari para arwah penghuni kawasan.
85 Selain ada beberapa keharusan yang dilakukan melalui upacara ritual, Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik juga mengenal adanya berbagai larangan yang tidak boleh dilakukan baik oleh orang Dayak Iban maupun orang luar. Jika larangan ini dilanggar maka akan terjadi malapetaka bagi yang melanggarnya yang disebut sebagai “tulah”. Larangan-larangan tersebut, antara lain pada waktu sudah mulai mendekati panen (mulai panen) bulan 1 dan 2, tidak boleh menebang kayu di tempat dekat ladang orang, atau kedengaran bunyi kayu sampai ke ladang tersebut. Apabila hal tersebut dilakukan, maka dikenakan denda hukum adat, berupa potong ayam, sesaji pada piring kaca, uang sebesar Rp. 50.000,-. Jika tidak dilakukan maka hasil panennya bisa kurang bagus. Larangan lain yaitu tidak boleh menarik rotan dipinggir ladang, tidak boleh makan melewati ladang, makan sambil jalan tidak boleh, kalau duduk boleh. Tidak boleh mengambil buah mentimun sebelum panen, kemudian dimakan sambil jalan melewati ladang. Sementara itu, sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa hasil panennya tidak boleh dijual, hanya untuk keperluan sendiri.
Selain pemberian sesaji kepada roh nenek moyang dan Betara, ada tradisi besar yang selalu dilakukan oleh Masyarakat Dayak Iban yaitu “gawai (gawak)”.
Tradisi ini merupakan pesta panen yang dilakukan setiap tahun sekali setelah
panen (panen padi) selesai. Hari gawai sendiri diperingati setiap tanggal 1 Juni
sesuai yang ditetapkan oleh Dayak Iban di Malaysia. Namun biasanya setiap
koloni Dayak Iban mempunyai kalender sendiri, sehingga jatuh hari gawai
bervariasi bisa dimulai pada pertengahan sampai akhir bulan Mei atau justru selama awal sampai pertengahan bulan Juni.
Untuk kepentingan gawai ini, penduduk diwajibkan menyiapkan berbagai
keperluan, antara lain penyediaan tuak dan penyediaan makanan serta berbagai sesaji. Selain menyiapkan tuak, masyarakat secara bersama sama juga harus menyiapkan makanan baik berupa sayur-sayuran, ikan maupun daging. Sayur
yang biasa dimasak untuk hari gawai adalah sayur pulut (yang berasal dari akar/
bagian bawah pohon seperti pohon sawit, sayur terong asam, dan daun singkong. Adapun untuk keperluan ikan biasanya diperoleh dari hasil memancing atau menjaring ikan di Sungai yang dilakukan oleh bapak-bapak secara berkelompok. Untuk mengambil ikan tersebut seringkali mereka menginap sampai dua hari di
86
Sungai. Adapun untuk kebutuhan daging, biasanya mereka melakukan perburuan (berburu). Namun sekarang sudah sulit untuk mendapatkan babi hutan, kadang- kadang hanya mendapatkan kancil, mencak atau landak.
Upacara gawai pada tahun 2012 diadakan pada tanggal 27 mei 2012,
dengan upacara nimang cucung tahun. Upacara ini dimulai sejak tanggal 26 Juli
2012 (satu hari sebelumnya) dengan prosesi pengumpulan benih padi di gereja dan di bilik tuai rumah, pemotongan babi 1 ekor dan 1 ekor ayam di salib dan 1
ekor babi dan 1 ekor ayam di tanah keramat. Adapun prosesi acara gawai pada
tanggal 27 Mei diawali dengan penyambutan para tamu (istilah Dayak Iban
disebut penyambang). Para tamu masuk dari pintu arah hilir yang disambut di atas
tangga oleh tuai rumah. Tamu pertama adalah orang yang dianggap dituakan,
yaitu Tuai Rumah Dusun Mungguk. Upacara gawai ini ada berbagai macam jenis,
ada yang disebut nimang cucung tahun, nimang bunga tahun, ada yang disebut
kelingkang, babi lemai.
Selain adanya berbagai ritual dalam setiap tahapan kegiatan pertanian, sebagai petani ladang, Suku Dayak Iban juga menggunakan bintang sebagai petunjuk dalam memulai aktivitas pertanian. Ketika rasi bintang tertentu sudah terlihat maka mereka akan memulai untuk melakukan aktivitas membuka ladang. Namun dalam melihat hasil panen pun mereka melakukan peramalan dengan melihat rasi bintang. Rasi bintang yang paling dikhawatirkan oleh mereka adalah jika rasi bintang “salib” condong kearah Barat atau Timur, karena itu merupakan pertanda bahwa hasil panen padi musim itu akan sedikit. Langit, bumi, dan sungai merupakan tiga unsur penting yang turut menciptakan tradisi Iban sampai sekarang.
4.2.f. Pengetahuan Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik Tentang Tata Kelola