• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defek septum atrium (atrial septal defect = ASD) dan anomali koneksi vena pulmonalis (anomalous pulmonary venous

PANDUAN TATALAKSANA LESI SPESIFIK PJBD

3.1 Defek septum atrium (atrial septal defect = ASD) dan anomali koneksi vena pulmonalis (anomalous pulmonary venous

connection = APVC)

3.1.1 Introduksi

ASD mempunyai 5 bentuk, yaitu:

• ASD sekundum (80%) - terletak di regio fossa ovalis dan sekitarnya

• ASD primum/defek septum atrioventrikuler (atrioventricular septal

defect = AVSD) parsial (15%) - komunikasinya di tingkat atrial,

defek terletak dekat crux, katup AV mengalami malformasi, sehingga menimbulkan regurgitasi katup

• SVD (sinus venosus defect) superior (5%) - terletak dekat alur masuk vena cava superior (VCS), berhubungan dengan koneksi vena pulmonalis ke VCS/RA.

• SVD Inferior (<1%) – terletak dekat masuknya vena cava inferior (VCI)

• Unroofed coronary sinus (1%) – pemisah sinus koronarius dari LA hilang sebagian atau seluruhnya.

Lesi yang sering menyertai ASD termasuk: anomali koneksi vena pulmonalis (anomalous pulmonary venous connection = APVC), VCS kiri persisten, pulmonal stenosis (PS) valvular, regurgitasi katup trikuspid (tricuspid regurgitation = TV) dan prolaps katup mitral (mitral

valve = MV). ASD paling sering ditemukan pada anomali Ebstein,

keputusan terapi pada kondisi ini lebih kompleks.

Besar volume pirau bergantung pada komplians LV dan RV, ukuran defek, dan tekanan LA dan RA. Oleh karena RV lebih komplians dibandingkan LV, maka ASD sederhana menyebabkan aliran pirau L-R, dan terjadilah penambahan beban volume pada RV diikuti penambahan aliran ke sirkulasi pulmoner. Berkurangnya komplians LV, atau kondisi apapun yang menyebabkan peningkatan tekanan LA (misalnya akibat

hipertensi, penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, kelainan katup mitral/aortik), akan meningkatkan pirau L-R. Jadi, ASD dapat berdampak hemodinamik yang lebih besar seiring bertambahnya umur. Berkurangnya komplians RV (misalnya pada PS, PAH, TR, atau gangguan RV lainnya), akan menyebabkan kenaikan tekanan RA dan mengurangi pirau L-R, bahkan dapat menyebabkan berbaliknya arah pirau menjadi R-L dan bermanifestasi sebagai sianosis.

3.1.2 Presentasi klinis dan perjalanan penyakit

Pasien umumnya asimptomatik sampai dewasa, sebagian besar baru bergejala setelah dekade keempat. Keluhan yang paling sering adalah penurunan kapasitas fungsional, sesak nafas saat aktivitas, palpitasi (takikardia supraventrikular), infeksi paru berulang dan gagal jantung kanan.

Angka harapan hidup secara umum berkurang, tetapi sekarang kesintasannya lebih baik dibandingkan sebelumnya. PAP bisa normal, namun akan meningkat seiring berjalannya waktu. PAH berat sangat jarang (<5%) dan perkembangannya membutuhkan faktor lain selain adanya ASD semata. Seiring dengan pertambahan usia, PAP semakin meningkat, dan takiaritmia lebih sering terjadi (atrial flutter/AF). Emboli sistemik dapat disebabkan oleh emboli paradoksikal atau aritmia atrial. 3.1.3 Diagnostik

Terdengar bunyi jantung kedua (S2) terpisah menetap (fixed splitting), dan bising sistolik di area pulmonal. EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan atau superior kiri pada ASD primum/AVSD parsial, dan right

bundle branch block = RBBB. Pada foto toraks tampak dilatasi RV dan

peningkatan vaskular paru (plethora).

Ekokardiografi memperlihatkan penambahan beban volume di RV, ditandai oleh RA dan RV dilatasi. PAP dan TR juga dapat dievaluasi dengan ekokardiografi. SVD umumnya perlu pemeriksaan TEE untuk diagnosis yang akurat atau CMR/CCT yang hasilnya lebih baik dibandingkan TEE khususnya pada SVD inferior. TEE juga diperlukan untuk evaluasi ASD sekundum sebelum penutupan trans-kateter, meliputi ukuran, morfologi rim dan kelainan penyerta, misalnya anomali koneksi vena pulmonalis; serta evaluasi ASD residual. Dengan ekokardiografi 3D visualisasi morfologi ASD menjadi lebih jelas lagi.

ULJ harus dilakukan pada pasien dengan PAH, untuk mengeksklusi adanya desaturasi.

CMR jarang dibutuhkan, tetapi bisa digunakan untuk menilai penambahan beban volume di RV, identifikasi SVD inferior, kuantifikasi rasio aliran darah pulmoner terhadap sitemik (Qp:Qs) dan evaluasi koneksi vena pulmonalis.

Kateterisasi jantung diperlukan untuk menentukan PVR, bila dari pemeriksaan non-invasif terdapat tanda peningkatan PAP (PAP sistolik >40 mmHg atau ada tanda tidak langsung).

3.1.4 Intervensi

Penutupan trans-kateter kini menjadi pilihan utama untuk ASD, jika morfologinya memungkinkan (diameter ≤38 mm, dan rim 5 mm kecuali pada rim dekat aorta). Angka mortalitas hampir 0%, dan beberapa studi melaporkan tidak ada kematian pasca tindakan. Komplikasi serius terjadi pada ≤1% pasien, meliputi: takiaritmia atrial yang terjadi segera setelah penutupan dan biasanya transien, erosi dinding atrium/daun anterior katup mitral/aorta atau tromboemboli.

Terapi antiplatelet dibutuhkan setidaknya selama 6 bulan (minimal aspirin 80-100 mg sekali sehari). Insidensi aritmia awitan lambat atau efek yang tidak diinginkan lainnya, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Penelitian yang membandingkan intervensi trans-kateter dengan bedah, melaporkan angka kesuksesan dan mortalitas yang sama, tetapi morbiditas dan durasi perawatan lebih rendah pada intervensi perkutan. Angka mortalitas penutupan dengan bedah <1% bila tanpa komorbid bermakna, luaran jangka panjang juga baik, bila dilakukan dini (sebelum PH). Pada pasien usia tua, komorbid yang dapat memengaruhi risiko operasi harus dideteksi dan ditangani terlebih dahulu.

Luaran pasca penutupan ASD paling baik bila intervensi dilakukan pada usia <25 tahun. Intervensi setelah usia 40 tahun tidak mengurangi kejadian aritmia selama evaluasi jangka panjang. Akan tetapi, morbiditas (seperti penurunan kapasitas fungsional, sesak nafas, gagal jantung kanan) berkurang dengan penutupan, pada semua umur, terutama jika ditutup dengan intervensi perkutan.

Penutupan defek akan meningkatkan tekanan pengisian LV,

sehingga

pada pasien dengan disfungsi LV, gejala gagal jantung bertambah berat dan memperburuk luaran. Pasien ini harus dievaluasi

dengan hati-hati dan mungkin membutuhkan uji pra-intervensi (misalnya dengan oklusi balon dan dinilai perubahan hemodinamiknya), untuk memutuskan apakah defek ditutup seluruhnya, ditutup sebagian/ dengan fenestrasi, atau tidak dilakukan penutupan. Pasien dengan PH harus dievaluasi secara khusus, terutama nilai PVR.

• Bila PVR <5 WU, penutupan defek aman, PAP akan turun dan gejala membaik.

• Bila PVR ≥5 WU, gejala jarang berkurang dan biasanya mempunyai luaran lebih buruk bila ASD ditutup.

Tes vasoreaktif tidak direkomendasikan untuk pengambilan keputusan penutupan defek pada pasien dengan PVR >5 WU. Lebih aman pasien diberi terapi PH terlebih dahulu, kemudian dilakukan kateterisasi ulang. Keputusan menutup defek sebagian/dengan fenestrasi dibuat hanya setelah PVR turun < 5 WU disertai bukti pirau L-R yang signifikan. Apabila pirau tidak signifikan, penutupan defek tidak dianjurkan.

Tabel 3.1. Rekomendasi intervensi pada ASD (native atau residual)

Rekomendasi Kelas Level

Pasien ASD dengan bukti kelebihan beban volume RVa tanpa PH atau disfungsi LV direkomendasikan untuk penutupan defek, tanpa memandang gejala

I B

Pasien ASD sekundum direkomendasikan intervensi trans-kateter, apabila secara teknis memungkinkan

I C

Pasien ASD usia lanjut yang tidak memungkinkan dilakukan intervensi perkutan, direkomendasikan untuk menimbang risiko - manfaat pembedahan

I C

Pasien ASD dengan tanda PH pada pemeriksaan non invasif, direkomendasikan untuk dilakukan penilaian PVR secara invasif

I C

Pasien ASD dengan disfungsi LV, direkomendasikan untuk dilakukan uji balon dan menimbang antara risiko dan manfaat penutupan defek (fokus: efek peningkatan tekanan pengisian LV pasca penutupan)

I C

Pasien ASD tanpa PH/disfungsi LV dengan kecurigaan emboli paradoksikal, sebaiknya dipertimbangkan untuk penutupan, tanpa memandang ukuran defek.

Pasien ASD dengan PVR 3 - <5 WU, Qp:Qs >1.5 sebaiknya dipertimbangkan untuk penutupan defek.

IIa C

Pasien ASD dengan PVR >5 WU yang turun menjadi <5 WU setelah terapi PH dan Qp:Qs >1.5 dapat dipertimbangkan untuk penutupan defek berfenestrasi.

IIb C

Pasien ASD dengan fisiologi Eisenmenger atau PVR >5 WU setelah terapi PH atau terjadi desaturasi saat ULJ, tidak direkomendasikan penutupan defek.

III C

ASD = atrial septal defect; LV = left ventricle; RV =right ventricle; PVR = pulmonary vascular resistance; PH = pulmonary hypertension; Qp:Qs = flow pulmonal : flow systemic; L-R = left to right; ULJ = uji latih jantung

a

RV dilatasi dengan peningkatan isi sekuncup.

Gambar 3.1. Tatalaksana ASD.

ASD = atrial septal defect; L-R = left-to-right; LV = left ventricler; RV = right ventricle; PH = pulmonary hypertension; PVR = pulmonary vascular resistance; Qp:Qs = pulmonary to systemic flow ratio;;WU=Wood units.

aRV dilatasi dengan peningkatan isi sekuncup.

bAsalkan tidak ada penyakit vaskular paru atau disfungsi ventrikel kiri

cPada pasien tua yang tidak bisa ditutup perkutan, pertimbangkan benar manfaat dan

risiko operasi

dPertimbangkan dengan seksama manfaat dan risiko antara mengurangi pirau kiri ke

kanan dan penambahan tekanan pengisian LV pasca penutupan ASD (tutup seluruhnya, tutup sebagaian/fenestrasi atau tidak ditutup)

Pada pasien dengan atrial flutter/AF, ablasi krio atau radiofrekuensi beralasan untuk dilakukan bersamaan dengan penutupan defek. Karena pasca penutupan trans-kateter, akses ke LA akan sulit.

Pada pasien ASD yang lebih tua, bila tidak dapat dilakukan penutupan trans-kateter, risiko pembedahan akibat adanya komorbid harus dipertimbangkan dengan cermat

3.1.5 Aspek spesifik isolated anomalous pulmonary venous

connections = APVC

APVC bisa bersamaan dengan ASD (paling sering SVD), tetapi bisa juga berdiri sendiri (isolated). Kelainan ini menyebabkan penambahan beban volume pada jantung kanan, dengan efek fisiologis mirip ASD. Bila berdiri sendiri, maka tidak ada pirau R-L ataupun L-R ketika ada disfungsi LV. Sequela yang ditimbulkan akan berlanjut jangka panjang. Bentuk APVC paling sering adalah vena pulmonalis kanan atas masuk ke VCS. Yang lebih jarang, vena pulmonalis kanan masuk ke VCI (‘vena scimitar’, dapat disertai sekuestrasi lobus kanan bawah), bisa juga vena pulmonalis kiri atas masuk ke vena innominata kiri sementara vena pulmonalis kanan atas ke VCS.

Penutupan bedah cukup menantang, karena aliran vena dengan kecepatan rendah berisiko trombosis pada vena, terutama pada sindroma scimitar. Indikasi pembedahan mengikuti rekomendasi penutupan ASD, tetapi aspek teknis untuk penutupan dan risiko operasi harus dipertimbangkan. Kalau hanya satu vena pulmonalis yang menyimpang alirannya, penambahan beban pada RV tidak signifikan, sehingga tidak beralasan untuk direparasi.

3.1.6 Tindak lanjut

Evaluasi tindak lanjut harus meliputi penilaian pirau residual, fungsi dan ukuran RV, TR, dan PAP dengan ekokardiografi. Evaluasi kemungkinan aritmia dilakukan melalui anamnesis, EKG dan pemantauan Holter.

Pasien ASD yang dilakukan penutupan pada usia <25 tahun tanpa residual atau sequelae yang relevan (tidak ada pirau residual, PAP normal, RV normal, dan tanpa aritmia), tidak membutuhkan evaluasi reguler. Namun, pasien dan dokter perujuk harus diinformasikan mengenai kemungkinan terjadinya aritmia awitan lambat.

Pasien dengan pirau residual, PH, atau aritmia (sebelum/sesudah penutupan) dan pasien yang dilakukan penutupan pada usia dewasa >40 tahun, harus dievaluasi berkala, termasuk evaluasi di pusat PJBD. Setelah penutupan trans-kateter, evaluasi reguler selama 2 tahun dan kemudian, bergantung pada hasil evaluasi terakhir, setiap 3-5 tahun jika hasilnya baik.

Pada pasien yang dioperasi usia <40 tahun, aritmia awitan lambat pasca-operatif paling sering adalah IART/atrial flutter, yang umumnya dapat diatasi dengan radiofrekuensi atau krioablasi.

Pasien yang tidak ditutup atau yang ditutup usia >40 tahun, aritmia yang paling sering timbul adalah AF. Angka kejadian aritmia bila dioperasi usia > 40 tahun mencapai 40-60%. Akses ke atrium kiri terkendala pasca penutupan ASD trans-kateter.

Pasca bedah koreksi SVD, dapat terjadi stenosis VCS atau vena pulmonalis.

3.1.7 Perhatian khusus

 Latihan/olahraga: tidak ada limitasi bila pasien asimptomatik sebelum/setelah penutupan ASD tanpa PH/aritmia signifikan/ disfungsi RV. Pembatasan olahraga rekreasional berintensitas rendah dinasehatkan kepada pasien dengan PH.

 Kehamilan: risiko rendah pada pasien tanpa PH, walaupun ada risiko emboli paradoksikal. Pasien dengan PH pra-kapiler harus diedukasi untuk menghindari kehamilan.

 Profilaksis IE: direkomendasikan selama 6 bulan pasca intervensi trans-kateter.

3.2 Defek septum ventrikel (ventricular septal defect = VSD)