• Tidak ada hasil yang ditemukan

F = frekuensi kumulatif sebelum P

Nino 3.4 ekstrem-hujan 1

1.25 -1.58; (jan 08) -1.25 -0.68 1.28 0.85 -0.68 -0.71 0.72 -0.61 (jun 84) -1.45 (ags 88)-1.33; -0.98 -0.68 -0.87 -0.77 -0.67 -1.63; (okt 10) -0.96 -1.25 1.03 -0.88 -1.4 2039 mm; (jun 84) 1474 mm; (ags 88) -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 0 500 1000 1500 2000 2500 123456789 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 E k str e m Curah H u jan (m m ) d an In d e k s ONI

Kejadian ekstrem curah hujan (mm) di Bandara Pattimura Ambon (3,70 LS; 128,08 BT) dan keterkaitannya dengan fenomena El Nino dan La Nina selama 1976-2010

Sukamandi Subang 1991 – 2012 (Gambar 3) dan daerah Bandara Pattimura Ambon (Gambar 4) terlihat bahwa secara garis besar pola utama curah hujan di daerah BB Padi Sukamandi Subang adalah pola curah hujan monsunal dan pola utama curah hujan di daerah Bandara Pattimura Ambon adalah pola curah hujan lokal. Selanjutnya, pola nilai ambang ekstrem hujan berdasar kriteria persentil 90 (P90), persentil 95 (P95), persentil 99 (P99) maupun nilai

outlier curah hujan di kedua daerah yang ditinjau di atas terlihat memiliki pola yang serupa dengan pola rata-rata bulanannya dalam rentang klimatologis (1981 – 2010) untuk daerah Bandara Pattimura Ambon maupun dalam rentang yang lebih pendek (1991 – 2012) untuk daerah BB Padi Sukamandi Subang. Nilai ambang batas ekstrem berdasar kriteria persentil 90 (P90) adalah paling kecil (72,0 mm untuk wilayah BB Padi Sukamandi, terjadi pada bulan Juli; dan 160,0 mm untuk wilayah Bandara Pattimura, terjadi pada bulan Nopember). Selanjutnya, nilai ambang batas ekstrem paling besar adalah yang berdasar kriteria persentil 99 (P99), yaitu pada nilai 486,0 mm (BB Padi Sukamandi Subang pada bulan Januari) dan 1519,0 mm (Bandara Pattimura Ambon pada bulan Agustus). Ambang batas kondisi ekstrem hujan berdasar kriteria persentil 90 (P90) ini sudah dapat menggambarkan kondisi ekstrem hujan di daerah yang ditinjau dalam penelitian. Ambang batas kondisi ekstrem hujan berdasar kriteria persentil 90 (P90) ini sudah memiliki nilai perbandingan yang besar (266,7% untuk wilayah BB Padi Sukamandi Subang; dan 231,9% untuk wilayah Bandara Pattimura Ambon) terhadap nilai rata-rata hujan selama 30 tahun pengamatan, sehingga sudah dapat menggambarkan kondisi hujan jauh di atas normal (lebih tepatnya sebagai kondisi ekstrem hujan) di daerah yang ditinjau dalam penelitian ini. Sebagai keterangan tambahan, sebagaimana diketahui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat ini menggunakan acuan bahwa curah hujan di suatu wilayah di suatu saat yang memiliki nilai perbandingan < 85% terhadap rata-rata 30 tahunnya dikategorikan sebagai keadaan di bawah normal, hal serupa tetapi yang memiliki nilai perbandingan antara 85% sampai 115% terhadap rata-rata 30 tahunnya dikategorikan sebagai keadaan normal, dan yang memiliki nilai perbandingan > 115% terhadap rata-rata 30 tahunnya dikategorikan sebagai keadaan di atas normal.

Dari Gambar 5 sampai Gambar 8 di atas secara umum dapat diungkapkan bahwa jumlah waktu kejadian ekstrem hujan yang sama (bersesuaian) dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) maupun La-Niňa di kedua daerah yang ditinjau dalam penelitian ini memiliki nilai yang signifikan berbeda. Dalam rentang pengamatan Januari 1991 – Desember 2012 (264 bulan) di daerah BB Padi Sukamandi Subang ini terjadi 24 kali kejadian ekstrem hujan berdasar kriteria lebih besar atau sama dengan persentil 90 (≥ P90). Di satu sisi, lima kejadian (dari total 24) ekstrem hujan di daerah BB Padi Sukamandi Subang ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) atau dalam persentase sebesar 20,83% (Gambar 5). Di sisi lain, sepuluh kejadian (dari total 24) ekstrem hujan di daerah ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global La-Niňa atau dalam persentase sebesar 41,67% (Gambar 7). Sedang untuk daerah Bandara Pattimura Ambon, rentang pengamatan Januari 1976 – Desember 2010 (420 bulan) terjadi 49 kali kejadian ekstrem hujan juga berdasar kriteria lebih besar atau sama dengan persentil 90 (≥ P90). Di satu sisi, 14 kejadian (dari total 49) ekstrem hujan di daerah Bandara Pattimura Ambon ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) atau dalam persentase sebesar 28,57% (Gambar 6).

Di sisi lain, dua puluh satu kejadian (dari total 49) ekstrem hujan di daerah ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global La-Niňa atau dalam persentase sebesar 42,86% (Gambar 8).

Sebagaimana diketahui, fenomena global Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan fenomena interaksi lautan-atmosfer di lautan Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut di bagian barat samudera Hindia (10°LU-10°LS; 50°BT-70°BT) di perairan pantai timur Afrika, dan di bagian timur (0°LU-10°LS; 90°BT- 110°BT) samudera Hindia, di perairan sebelah barat Sumatera sebesar ± 0,5° C. Hasil perhitungan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut di bagian barat dan sebelah timur samudera Hindia ini dikenal sebagai Dipole Mode Index (DMI) ataupun indek IOD. Dalam kaitannya dengan pola curah hujan di Benua Maritim Indonesia (BMI), maka DMI positif (atau IOD+) berhubungan dengan berkurangnya intensitas curah hujan di bagian barat BMI. Sedang sebaliknya, DMI negatif (atau IOD-) berhubungan dengan bertambahnya intensitas curah hujan di bagian barat BMI. Di sisi lain, episode hangat (warm) dan dingin (cold) suhu muka laut Samudera Pasifik di daerah Nino 3.4 (5 °LU – 5 °LS; 120 °BB – 170 °BB) digunakan sebagai gambaran perilaku fenomena global El-Niño (jika dalam 5 bulan berturut-turut terjadi kenaikan suhu sebesar + 0,5 °C di luasan daerah 5 °LU – 5 °LS; 120 °BB – 170 °BB tersebut) dan La-Niña (jika dalam 5 bulan berturut-turut terjadi penurunan suhu sebesar - 0,5 °C di luasan daerah 5 °LU – 5 °LS; 120 °BB – 170 °BB tersebut), dan dinyatakan dalam nilai indeks oseanik Niño (Oceanic Niño Index ONI). Dalam kaitannya dengan pola curah hujan di BMI, maka fenomena global El-Niño berhubungan dengan berkurangnya intensitas curah hujan di sebagian besar wilayah BMI. Sedang sebaliknya, fenomena global La-Niña berhubungan dengan bertambahnya intensitas curah hujan di sebagian besar wilayah BMI.

4. Kesimpulan dan Saran

Nilai ambang batas ekstrem berdasar kriteria persentil 90 (P90) adalah paling kecil (72,0 mm untuk wilayah BB Padi Sukamandi, terjadi pada bulan Juli; dan 160,0 mm untuk wilayah Bandara Pattimura, terjadi pada bulan Nopember). Selanjutnya, nilai ambang batas ekstrem paling besar adalah yang berdasar kriteria persentil 99 (P99), yaitu pada nilai 486,0 mm (BB Padi Sukamandi Subang pada bulan Januari) dan 1519,0 mm (Bandara Pattimura Ambon pada bulan Agustus). Ambang batas kondisi ekstrem hujan berdasar kriteria persentil 90 (P90) ini sudah dapat menggambarkan kondisi ekstrem hujan di daerah yang ditinjau dalam penelitian. Jumlah waktu kejadian ekstrem hujan yang sama (bersesuaian) dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) maupun La-Niňa di kedua daerah yang ditinjau dalam penelitian ini memiliki nilai yang signifikan berbeda. Di daerah BB Padi Sukamandi Subang lima kejadian (dari total 24) ekstrem hujan ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) atau dalam persentase sebesar 20,83% dan sepuluh kejadian (dari total 24) ekstrem hujan di daerah ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global La-Niňa atau dalam persentase sebesar 41,67%. Sedang di daerah Bandara Pattimura Ambon empat belas kejadian (dari total 49) ekstrem hujan ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global IOD (-) atau dalam persentase sebesar 28,57% dan dua puluh satu kejadian

(dari total 49) ekstrem hujan di daerah ini bersesuaian dengan waktu kejadian fenomena global La-Niňa atau dalam persentase sebesar 42,86%. Kondisi ekstrem hujan dan dampaknya pada aspek ketahanan pangan ataupun kebencanaan atmosferik di suatu daerah merupakan topik penelitian lanjutan yang perlu dilakukan segera. Hal ini memang menjadi perhatian pemakalah saat ini.

5. Ucapan Terimakasih

Diucapkan terimakasih kepada Drs. Afif Budiyono, M.T. dan Dr. Didi Satiadi atas masukan, saran dan diskusi yang konstruktif dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan bagian dari Sub Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang ada di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN Tahun anggaran 2013; dengan Peneliti Utama Prof. Dr. Eddy Hermawan, M.Sc.

Daftar Pustaka

Aldrian, E. and R.D.Susanto, 2003, Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature, Int. Jour. of Climate, 23, 1435- 1452.

Haylock, M. and N. Nicholls, 2000, Trends in Extreme Rainfall Indices for an Updated High Qualiity Data Set for Australia, 1910–1998, Int. J. Climatol., 20, 1533–1541.

Herrhyanto, N. dan Hamid, A.H.M., 2008, Statistika Dasar, Buku Materi Pokok PAMA3226, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta, 2.1-2.42; 5.1-5.33.

Iwashima, T. and Yamamoto, R., 1993, A Statistical Analysis of the Extreme Events: Long term Trend of Heavy Daily Precipitation, J. Meteorol. Soc. Japan, 71, 637–640.

Juaeni, I., 2012, Analisis Outlier Data Curah Hujan Berdasarkan Tropical Rainfall Measuring Mission untuk Wilayah Jawa-Bali, Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, vol.7 no.1, 18–26.

Karl, T.R., Knight, R.W., and Plummer, N., 1995, Trends in High-frequency Climate Variability in the Twentieth Century, Nature, 377, 217–220.

Mora, R.D., C. Bouvier, L. Neppel, H. Niel, 2005, Regional Approach for the Estimation of Low- Frequency of Low-Frequency Distribution of Daily Rainfall in the Languedoc-Roussillon Region, France, Hydrol. Sci. J., 50, 2005, 17-29.

Nicholls, N. and Kariko, A., 1993, East Australian Rainfall Events: Interannual Variations, Trends, and Relationships with the Southern Oscillation, J. Climate, 6, 1141–1152.

Yu, B. and Neil, T.D., 1991, Global Warming and Regional Rainfall: the Difference between Average and High Intensity Rainfalls, Int. J. Climatol., 11, 653–661.

Yu, B. and Neil, T.D., 1993, Long-term Variations in Regional Rainfall in the South West of Western Australia and the Difference between Average and High Intensity Rainfalls, Int. J. Climatol., 13, 77–88.

Zhang, Q., T. Jiang, M. Germmer, S. Becker, 2005, Precipitation, Temperature and Discharge Analysis from 1951 to 2002 in the Yangtze River Basin, China, Hydrological Sciences Journal,

50, 65-80.

http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod. Akses 24 Maret 2013 http://www.nws.noaa.gov. Akses 18 September 2013.

PENGGUNAAN MEDIA JEJARING SOSIAL