• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pergeseran Bahasa Jawa dalam Masyarakat Samin

Dalam dokumen ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Halaman 188-193)

BENTUK PERGESERAN BAHASA JAWA MASYARAKAT SAMIN DALAM RANAH KETETANGGAAN

3. Pergeseran Bahasa Jawa Masyarakat Samin

3.2 Faktor Pergeseran Bahasa Jawa dalam Masyarakat Samin

Bergeser atau bertahannya sebuah bahasa tentu karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor itu terutama menyangkut faktor sosial dan budaya. Demikian pula pergeseran yang terjadi dalam penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Samin di Kabupaten Blora juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam bagian berikut ini akan dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa Jawa pada masyarakat Samin di Kabupaten Blora.

3.2.1 Bentuk Penghormatan

Bagi masyarakat Samin, bentuk penghormatan terhadap orang lain lebih pada sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Samin beranggapan bahwa berbahasa harus diimbangi dengan perilaku yang terpuji, artinya masyarakat Samin lebih memilih berperilaku baik terhadap sesama daripada sekadar menggunakan bahasa halus. Berbahasa halus harus disertai dengan perilaku yang baik. Dengan demikian, masyarakat Samin akan beranggapan bahwa tidak ada gunanya berbahasa krama apabila perilakunya tidak baik. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat Samin terbiasa menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Namun seiring dengan perubahan sosial dan budaya pada masyarakat Samin, mereka menyadari bahwa bentuk penghormatan terhadap orang lain bisa diwujudkan dengan berbahasa Jawa krama. Apalagi kalau bentuk berbahasa tersebut diikuti dengan perilaku yang tidak meyimpang dari ajaran masyarakat Samin. Oleh karena itu, masyarakat Samin dalam berkomunikasi dengan orang lain, terutama dengan orang non-Samin sudah menggunakan bahasa Jawa krama. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Samin terhadap mitra tuturnya.

3.2.2 Letak Permukiman

Saat ini di Kabupaten Blora komunitas Samin sudah tidak sebanyak dahulu. Ada dua daerah di Kabupaten Blora yang masih ditempati komunitas Samin secara berkelompok dan masih menjalankan adat kebiasaan yang diajarkan oleh sesepuh masyarakat Samin, yaitu Samin Surosentiko. Daerah yang dimaksud adalah Dusun Tambak, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan dan Dusun Tanduran, Desa Kemantren, Kecamatan Kedungtuban. Di kedua daerah ini masyarakat Samin hidup secara bersama dan berkelompok. Di Dusun Tambak, Desa Sumber ada 29 KK warga Samin, sedangkan di Dusun Tanduran, Desa Kemantren ada 32 KK warga Samin.

Meskipun demikian, bukan berarti masyarakat Samin tersebut hidup jauh dari kelompok masyarakat pada umumnya. Bahkan tempat tinggal mereka menyatu dengan tempat tinggal masyarakat lainnya dalam satu rukun tetangga (Rt) dan satu dusun. Tempat tinggal masyarakat Samin di dua lokasi penelitian, yaitu di Desa Tambak, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan dan di Desa Tanduran, Desa Kemantren, Kecamatan Kedungtuban berada dalam satu rukun tetangga (Rt) dengan masyarakat bukan Samin. Dalam kehidupan sehari-hari pun masyarakat Samin sering bekerja sama dengan masyarakat lain. Misalnya, ketika ada masyarakat non-Samin mempunyai

hajat, masyarakat Samin tanpa diperintah pasti datang membantu. Begitu juga dalam keperluan-keperluan yang lain. Dengan demikian, meskipun masyarakat Samin hidup berkelompok dalam satu wilayah, tetapi mereka tidak eksklusif karena langsung berbatasan dengan tempat tinggal masyarakat non-Samin. Tempat tinggal mereka hanya dibatasi jalan desa atau selokan kecil dengan tempat tinggal masyarakat non-Samin.

Kondisi seperti ini tentu akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Samin sendiri. Salah satu hal yang sangat dipengaruhi oleh kondisi permukiman seperti ini adalah bahasa yang digunakan. Setiap hari masyarakat Samin selalu berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Sementara masyarakat di luar komunitas Samin menggunakan bahasa Jawa yang mengenal tingkat tutur bahasa. Mereka selalu menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan fungsinya. Mereka juga selalu mempertimbangkan dengan siapa mereka berbicara, sehingga pilihan-pilihan kode yang digunakan tentu berkaitan dengan mitra tutur. Dengan demikian, kedekatan tempat tinggal antara masyarakat Samin dengan masyarakat lainnya sangat mempengaruhi penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Samin. Di samping itu, kontak bahasa yang terjadi antara masyarakat Samin dengan masyarakat non-Samin akan berpengaruh pada bahasa masyarakat Samin, sehingga dalam jangka waktu yang terus-menerus akan muncullah pergeseran penggunaan bahasa oleh masyarakat Samin. Gambar berikut diharapkan dapat memperjelas uraian tersebut.

3.2.3 Jumlah Penutur

Saat ini jumlah orang Samin di Kabupaten Blora sudah semakin berkurang. Banyak orang Samin yang sudah pergi ke luar daerah dalam rangka mencari pekerjaan. Di samping itu, di beberapa daerah yang dulu merupakan kantong-kantong masyarakat Samin sudah mulai berkurang. Banyak orang Samin yang tempat tinggalnya sudah menyatu dengan masyarakat lainnya. Mereka tidak lagi hidup berkelompok dengan sesama masyarakat Samin. Bahkan mereka juga sudah meninggalkan adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dulu sering dilakukan oleh masyarakat Samin.

Menurut Mbah Kasbi (sesepuh masyarakat Samin Dusun Tambak, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan), seseorang dianggap bukan lagi orang Samin jika sudah meninggalkan ajaran, adat, dan kebiasaan masyarakat Samin yang selalu dipertahankan secara turun-temurun. Dengan kondisi seperti ini ternyata banyak orang Samin di Kabupaten Blora yang sudah meninggalkan ajaran, adat, dan kebiasaan sebagai orang Samin. Dengan demikian, sekarang jumlah orang Samin di Kabupaten Blora sudah semakin berkurang. Berkurangnya jumlah orang Samin di Kabupaten Blora ini tentunya akan berdampak pada jumlah penutur bahasa Jawa. Berkurangnya jumlah penutur bahasa Jawa pada masyarakat Samin akan menyebabkan bergesernya bahasa yang digunakan oleh masyarakat tersebut. Dalam konteks ini, bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Samin bergeser karena faktor jumlah penutur yang semakin berkurang.

3.2.4 Sekolah Formal

Menurut ajaran Samin, sekolah secara formal itu tidak ada. Pada umumnya anak-anak Samin bersekolah dari keluarga dan lingkungannya. Mereka menimba ilmu dari orang tuanya tentang hidup dan kehidupan atau tentang mengamalkan ajaran sesepuh Samin agar sabar lan trokal, aja nganti drengki, srei, aja nganti riya sepadha, aja nganti pek-pinepek, kutil jumput, bedhak colong. ‗Berbuatlah sabar dan jangan sombong, jangan mengganggu orang, jangan

takabur, jangan mengambil milik orang lain‘ Dengan demikian, pada waktu itu, tidak ada orang Samin yang bisa baca tulis. Mereka menganggap keterampilan baca tulis tidak penting dan tidak ada gunanya. Yang penting adalah mereka dapat bekerja di sawah dan melaksanakan hidup sesuai yang telah digariskan oleh para sesepuh Samin.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, pandangan tersebut makin lama makin berkurang. Meskipun sekolah bagi pandangan masyarakat Samin tetap tidak penting, tetapi anak-anak warga Samin sudah mulai dimasukkan ke dalam sekolah-sekolah formal di sekitar mereka. Masyarakat Samin berpandangan bahwa anak-anak mereka disekolahkan ke sekolah formal lebih dikarenakan faktor keumuman masyarakat. Jadi, belum merupakan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, anak-anak warga Samin di Dusun Tambak bersekolah sekadar mereka bisa membaca, berhitung, dan menulis. Mereka cenderung akan keluar dari sekolah begitu bisa membaca, berhitung, dan menulis. Selanjutnya akan membantu orang tuanya bertani di sawah. Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan kondisi dahulu yang tidak memperkenankan masyarakat Samin sekolah, kondisi sekarang sudah lebih baik.

Hal yang berbeda terjadi pada masyarakat samin di Dusun Tanduran, Desa Kemantren, Kecamatan Kedungtuban. Kesadaran untuk bersekolah masyarakat Samin di Dusun Tanduran, Desa Kemantren, Kecamatan Kedungtuban teryata lebih baik daripada masyatakat Samin di Dusun Tambak, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan. Anak-anak warga Samin di Dusun Tanduran tidak sekadar bersekolah hanya memenuhi keterampilan membaca dan menulis, melainkan sudah merupakan kebutuhan hidup. Anak-anak dan remaja Samin di Dusun Tanduran ternyara sudah bersekolah di sekolah formal, baik itu tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, bahkan sudah ada yang menimba ilmu di Akademi Migas Ronggolawe Cepu. Di sekolah formal tersebut, anak-anak dan remaja Samin bergaul dan berkomunikasi dengan teman-teman yang berasal dari luar komunitas Samin. Di samping itu, di sekolah mereka diberi wawasan tentang berbagai ilmu pengetahuan dengan maksud agar dapat dipakai sebagai bekal dalam menjalankan hidupnya.

Dalam berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya, mereka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Kondisi ini tentu akan sangat mempengaruhi terhadap bahasa yang mereka gunakan karena mereka juga mengenal dan bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tidak seperti masyarakat Samin generasi tua yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Satu-satunya bahasa yang dikuasai masyarakat generasi tua adalah bahasa Jawa.

3.2.5 Kepemilikan Alat Elektronik

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian pesat. Bahkan hampir tidak ada bagian dunia yang tidak tersentuh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Hampir semua sisi kehidupan manusia sudah memanfaatkan teknologi. Masyarakat Samin di Kabupaten Blora juga tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Mereka sudah merasakan kemudahan sebagai dampak perkembangan teknologi.

Salah satu bukti dari pemanfaatan perkembangan teknologi yang bisa dijumpai di rumah warga Samin adalah mereka pada umumnya sudah memiliki sepeda motor, radio, dan televisi, meskipun tidak setiap hari dinikmati. Bagi warga Samin keberadaan sepeda motor, televisi dan radio di rumah karena mereka membutuhkan barang tersebut. Dengan demikian, ukuran keberadaan suatu barang di rumah warga Samin adalah kebutuhan akan barang tersebut. Apabila mereka tidak membutuhkan, barang sederhana sekalipun mereka tidak memilikinya.

Radio dan televisi disiarkan tentu menggunakan bahasa Indonesia dan kadang-kadang menggunakan bahasa Jawa dengan tingkat tutur tertentu sesuai dengan acara dan pendengarnya. Hal ini akan mempengaruhi perilaku dan bahasa yang mereka gunakan. Jika hal ini berlangsung lama maka dimungkinkan terjadi pergeseran bahasa Jawa yang mereka gunakan dari bahasa Jawa

ngoko bergeser menjadi bahasa Jawa yang mengenal tingkat tutur berbahasa.

4. Simpulan

Saat ini BJS juga sudah mengalami pergeseran. Pergeseran BJS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pergeseran penggunaan variasi bahasa Jawa dari tingkat ngoko ke basa. Pada mulanya, masyarakat Samin selalu menggunakan bahasa Jawa ngoko. Namun kini dalam penggunaannya, bahasa Jawa ngoko sudah sangat terbatas penggunaannya. Saat ini, masyarakat Samin sudah mulai mengenal dan menggunakan basa dalam berbagai kesempatan tuturan, apalagi jika tuturan itu dilakukan dengan orang non-Samin. Bahkan tuturan yang dilakukan antarsesama masyarakat Samin pun sekarang sudah menggunakan basa. Hal ini dilakukan masyarakat Samin karena mereka bermaksud menghormati orang lain yang menjadi mitra tuturnya. Selain itu, fungsi bahasa Jawa bagi masyarakat Samin juga sudah mengalami perubahan dari fungsi sebagai senjata untuk melawan penjajah menjadi alat komunikasi, baik dengan sesama masyarakat Samin maupun dengan masyarakat non-Samin. Pergeseran bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni bentuk penghormatan, letak permukiman, hubungan antara penutur dan mitra tutur, interaksi jual beli, jumlah penutur, sekolah formal, dan kepemilikan alat elektronik.

Daftar Pustaka

Errington, J. Joseph. 1998. Shifting languages : Interaction and Identity in Javanese Indonesia. New York: Cambridge University Press.

Grimes, B.F (ed.). 2000. Ethnologue of The Word. Texas: Summer Institute of Linguistics, Inc.

Haris. 2007. ―Samin: Melawan Penjajah dengan Jawa Ngoko‖.

http://harisx.wordpress.com/2007/01/10). Diunduh tanggal 24 Agustus 2009. Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Longman.

Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics (Second Edition). Cambridge: Cambridge University Press. Hutomo, Saripan Sadi. 1996. Tradisi dari Blora. Semarang: Citra Almamater.

Mbete, Aron Meko. 2003. ―Bahasa dan Budaya Lokal Minoritas, Asal-Muasal, Ancaman Kepunahan dan Ancangan Pemberdayaan dalam Kerangka Pola Ilmiah Pokok

Kebudayaan Universitas Udayana‖. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam

Bidang Linguistik pada Fakultas Sastra Universitas Udayana, 25 Oktober 2003.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1988. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta: Universitas Indonesia.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi III). Yogyakarta: Rakesarasin. Mumfangati, Titi dkk. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, kabupaten Blora,

Propinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Poedjoseodarmo, Soepomo. 1982. ―Kode dan Alih Kode‖ dalam Jurnal Widyaparwa No. 22 Tahun 1982. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa, halaman 1–43.

Rokhman, Fathur. 2009. Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Global dan Imlpikasinya terhadap Pembelajaran. http://fathurrokhmancenter.wordpress.com (Diunduh tanggal 24 Agustus 2009).

Smith-Hefner, Nancy J. 2009. ―Language Shift, Gender, and Ideologies of Modernity in Central Java, Indonesia‖ Journal of Linguistics and Anthropology, Vol 14, Issue 2, pp. 57 -77, ISSN 1055-1360. Boston : The American Anthropological Assosiation.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Thomason, Sarah G. 2001. Language Contact, an Introduction. Edinburg: Edinburg University Press.

Wardhaugh, Ronald.1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.

Widodo, Amrih. 1997. ―Samin in the New Order: The Politics of Encounter and Isolation‖ dalam Imagining Indonesia: Cultural Politics and Political Culture. Jim Schiller dan Barbara MartinSchiller (Eds.). Ohio : Center for International Studies, Ohio University, hal. 261 -187.

Widodo, Amrih. 2000. ―Untuk Hidup Tradisi Harus Mati‖. Basis No. 09 – 10, Tahun ke-49, September-Oktober 2000, hal. 14 – 23.

Dalam dokumen ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Halaman 188-193)