PEMBENTUKAN ADJEKTIVA DENOMINAL DALAM BAHASA INDONESIA
C. Hasil dan Pembahasan
Adjektiva denominal dapat terbentuk dari pengadjektivaan nomina dengan pembubuhan atau pelesapan afiks/imbuhan. Afiks-afiks yang dibubuhkan untuk membentuk adjektiva denominal meliputi sufiks –if dan alomornya (-if/-sif dan -tif), sufiks -is dan alomorfnya (-ik, -is, ik/is, -lis –
tik, -tis, -istik, –istis, dan -istik/-istis), sufiks -al dan alomornya (-al, -ial, –tal, -ual, -tual, -sial,
dan -idal), sufiks -i dan alomornya (-i, -iah, -iyah, -wi, -wiah, dan –ni), sufiks -nal dan alomorfnya (-nal dan -onal), sufiks -abel/ibel, sufiks -at, sufiks -er dan alomornya (-er, -oner,
dan -ter), sufiks -genik, sufiks -an atau sufiks -ian, sufiks -id, sufiks -it, sufiks -ris dan alomorfnya (-ris dan -toris), sufiks -sentris, sufiks -us, prefiks meng-, serta konfiks ke-an dan
ke-DD-an. Adapun afiks-afiks yang dilesapkan dalam pembentukan adjektiva denominal meliputi sufiks –si, sufiks –ta, dan sufiks -i pada nomina.
Alomorf afiks-afiks tersebut dikemukakan di sini disertai dengan contoh masing-masing karena pada dasarnya dalam penerapannya alomorf-alomorf berkecenderungan untuk tidak saling menggantikan meskipun ada yang dapat saling menggantikan. Misalnya, untuk nomina tertentu yang semestinya bersufiks –tif tidak dapat diganti dengan sufiks –sif.
Jika diamati secara cermat, dalam proses konversi ada kecenderungan yang tampak sebagai keterkaitan antara bentuk morfologis nomina dan bentuk morfologis adjektiva denominal. Dengan demikian, dapat diketahui kaidah atau sistem pembentukan adjektiva dari setiap nomina pembentuknya meskipun kaidah tersebut sifatnya masih bervariasi atau dengan kata lain belum cukup konsisten dan belum menyeluruh. Wujud konversi bentuk morfologis dari nomina ke adjektiva denominal tersebut tersaji dalam tabel berikut.
NO
AFIKS NOMINA AFIKS ADJEKTIVA
DENOMINAL
Wujud Afiks Contoh Kata Wujud Afiks Contoh Kata
1 Sufiks -si Argumentasi Sufiks –if argumentatif
Diferensiasi Sufiks –al deferensial
Proporsi Sufiks –onal proporsional
persepsi Sufiks –tual perseptual
korporasi Sufiks - at korporat
birokrasi Sufiks -tis birokratis
2 Sufik -ika semiotika Sufiks -ik semiotik
3 Sufik –ik fisik Sufiks –is fisis
4 Sufik -sis sintaksis Sufiks -tis sintaktis
5 Sufiks -ilitas fisibilitas Sufiks –abel/ibel fisibel
6 Sufiks -um kurikulum
maksimum
Sufiks –er
Sufiks -al
kurikuler maksimal
7 morfem -logi morfologi Morfem -logis morfologis
8 Nomina berafiks tidak tentu atau nomina dasar energi interes komune kridit Kristen, matriatkat Mekah minimum tragedi virus istana dua dll.
tidak tentu energetik
interesan komunal kriditabel Kristiani, matriatkal makiyah, minim, minimal, dan minimalis tragis virusidal istanasentris dualis
Berkenaan dengan hal tersebut diungkapkan pemikiran sebagai berikut ini.
(1) Dalam bahasa Indonesia terdapat variasi bentuk morfologis jika tidak dapat dikatakan sebagai kebelumkonsistenan atau ketidaktaatasasan dalam perubahan bentuk morfologis dari nomina menjadi adjektiva denominal. Hal ini dapat diketahui dari adanya penggunaan sufiks is/ik, -id,
iah/iyah, dan –er.
Dalam kaitannya dengan penggunaan sufiks –ik dan –is, ada adjektiva denominal yang bersufiks –ik, sehingga jika ada nomina yang secara morfologis memiliki bentuk kebahasaan tertentu akan diubah menjadi adjektiva perlu diubah bentuknya menjadi bersufiks –ik. Beberapa contohnya adalah kromogen →kromogenik dan lakon→ lakonik.
Ada juga adjektiva denominal yang berterima untuk diberi sufiks –ik atau –is. Hanya saja tidak ada adjektiva yang bersufiks -ika seperti halnya dalam bentuk kebahasaan nomina seperti
akademika,aritmedtika, gramatika, kromatika, matematika, mekanika, semiotika, dan sistematika. Contoh bentuk adjektiva denominal yang berterima jika diberi sufiks –ik atau –is adalah
akademik/akademis, animistik/animistis, aritmatik/aritmatis, dramatik/dramatis, gramatik/gramatis, mekanik/mekanis, metabolik/metabolis dan tematik/tematis yang bentuk nominanya berturut-turut adalah akademi, animisme, aritmatika, drarma, gramatika, mekanika, metabolisme dan tema.
Bahkan, ada pula kata yang nominanya bersufiks -ik, adjektiva denominalnya bersufiks –
is. Misalnya adalah nomina-nomina klinik, kritik, kronik, metodik, dan politik, yang bentuk adjektiva denominalnya berturut-turut adalah klinis, kritis, kronis, metodis, dan politis. Jadi, dalam bahasa Indonesia belum ada kekonsistenan dalam penggunaan sufiks –ik atau –is.
Khusus berkaitan dengan penggunaan sufiks –is, ternyata dalam bahasa Indonesia, sufiks tersebut juga merupakan sufiks pembentuk/penanda nomina, seperti dalam kata kartunis. Kata
kartunis dalam KBBI (2008: 627) didefinisikan sebagai nomina yang berarti orang yang ahli menggambar kartun. Bentuk dasar kata kartunis adalah kartun. Kata materialis –dari bentuk dasar materi-- juga dipandang sebagai nomina.
Dalam hal sufiks iah, sufiks tersebut pada dasarnya merupakan sufiks pembentuk adjektiva dari nomina-nomina yang umumnya terserap dari bahasa Arab, yang merupakan kelanjutan dari
adjektiva bersufiks–i. Misalnya, dari nomina alam, terdapat adjektiva alami dan alamiah Dalam KBBI (2008: 1566), kata Yahudiah digolongkan sebagai nomina, yang artinya orang-orang Yahudi; ajaran agama Yahudi, bukan sebagai nomina. Hal lain yang berkenaan dengan sufiks –iah
tersebut adalah adanya bentuk sufiks sandingan (bentuk miripnya), yaitu –iyah –ditulis dengan menggunakan fonem /y/.Sufiks –iyah dapat ditemukan dalam kata Makiyah (bukan Makiah) (Tim Redaksi KBBI 2008: 863). Selain itu, dalam kata Ahnadiyah, Muhammadiyah, danRifa’iyah. Di sisi lain, dalam bahasa Indonesia juga terdapat kata qariah dan kopiah, misalnya, yang secara morfemis berakhir dengan –iah, padahal kedua kata tersebut buka adjektiva. Berkaitan dengan kenyataan ini, peneliti berpikir, apakah tidak seyogianya afiks pembentuk nomina dibuat satu variasi saja, yaitu afiks –iyah, bukan iah.
Selanjutnya, berkenaan dengan sufiks -id, dalam bahasa Indonesia terdapat sufiks –id
sebagai pembentuk adjektiva denominal. Contohnya adalah dari kata melanin (nomina) dapat dibentuk adjektiva denominal melanoid dan dari berkaitan dengan nomina paranoia terdapat bentuk adjektiva paranoid. Melanin adalah pigmen atau zat warna gelap (cokelat tua atau hitam yang ditemukan di kulit, rambut, bulu, dan mata), sedangkan melanoid mengandung arti memiliki pigmen atau zat warna yang gelap (cokelat tua dan hitam) (KBBI 2008:895). Selanjutnya,
paranoia merupakan penyakit jiwa yang membuat penderita berpikir aneh-aneh yang bersifat khayalan, seperti merasa dirinya orang besar atau terkenal; penyakit khayal. Sementara itu,
paranoid artinya ditandai dari atau menyerupai paranoia (Tim Redaksi KBBI 2008:1021). Meskipun demikian, dalam bahasa Indonesia pada saat ini sufiks –id bisa dipandang pula sebagai afiks pembentuk nomina. Dalam hal ini, terdapat minimal dua kata yang bersufiks -id
yang dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi keempat (2008:909) kedua kata tersebut tidak tergolong sebagai adjektiva, tetapi sebagai nomina. Kedua kata tersebut adalah kata metaloid, yaitu unsur bukan logam yang dapat bercampur dengan logam untuk membentuk campuran logam (berhubungan dengan nomina metal) dan kata meteoroid, yaitu benda langit padat berukuran kecil di angkasa luar (berhubungan dengan meteor).
Berkaitan dengan sufiks –er, sufiks tersebut selain sebagai pembentuk adjektiva seperti dalam adjektiva honorer (dari nomina honorarium) ternyata dapat juga berfungsi sebagai pembentuk nomina konsuler (yang asalnya juga nomina konsul; Tim Redaksi KBBI 2008:728). Di dalam KBBI (2008:1548), kata visioner tergolong sebagai nomina dengan definisi orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan. Menurut peneliti, kata visioner itu merupakan adjektiva denominal dan tidak bisa dimaknai sebagai orang yang mengalami/melakukan sesuatu seperti yang tersebut dalam KBBI tersebut jika tidak berjejer atau berkombinasi dengan kata
orang.
(2) Berkaitan dengan penerapan afiks if dalam pembentukan adjektiva denominal terdapat proses yang cenderung menyimpang dari kaidah. Misalnya, kata yang bentuk nominanya frekuensi bentuk adjektiva denominalnya frekuentatif (bukan frekuentif). Contoh lainnya adalah adanya bentuk nomina adaptasi yang adjektiva denominalnya adalah adaptif (bukan adaptatif). (3) Dalam kaitannya dengan afiks pembentuk adjektiva denominal dalam bahasa Indonesia, selain
afiks-afiks yang produktif, terdapat pula afiks sangat/paling produktif dan kurang/tidak produktif. Afiks yang paling produktif adalah sufiks -if dan alomorfnya (–if/-sif dan -tif).
Adapun afiks-afiks yang kurang/tidak produktif meliputi sufiks –idal (alomor –al), sufiks -iyah, -wiah, dan –ni (alomorf -i), sufiks -at, sufiks -genik, sufiks -an atau sufiks -ian, sufiks
-id, sufiks -it, sufiks -ris dan alomorfnya (-ris dan -toris), sufiks -sentris, sufiks -us,
prefiks meng-, serta konfiks ke-an dan ke-DD-an.
(4) Dalam bahasa Indonesia terdapat nomina yang merupakan bentuk asal dan bentuk dasar, sehingga wujud afiks pembentuk adjektiva denominalnya juga berbeda. Misalnya konsep dan
konsepsi. Dari nomina konsep dapat dibentuk adjektiva konseptual, sedangkan nomina konsepsi dibentuk adjektiva konsepsional, sedangkan dari nomina seks dapat dibentuk adjektiva seksi dan seksual. Contoh lainnya adalah nomina imaji dan imajinasi, yang bentuk adjektiva denominalnya berturut-turut adalah imajiner dan imajinatif.
(5) Dalam bahasa Indonesia terdapat nomina yang bentuk adjektivanya ganda. Misalnya, nomina
adaptasi, aspirasi, dunia,oposisi, dan seks. Dari nomina adaptasi dapat dibentuk adjektiva denominal adaptif dan adaptabel, dari nomina aspirasi dapat diperoleh adjektiva aspiratif
dan aspirasional, dari nomina dunia dapat ditemukan adjektiva duniawi dan duniawiah, dari nomina oposisi dapat dibentuk adjektiva denominal opositif dan oposisional, sedang dari nomina seks dapat dibentuk adjektiva seksi dan seksual.
D. Penutup
Dalam hal konversi bentuk dari nomina ke dalam bentuk adjektiva denominal dalam bahasa Indonesia terdapat variasi bentuk morfologis atau ditemukan adanya ketidakkonsistenan. Hal tersebut dapat diketahui antara lain dari adanya penggunaan sufiks is/ik, -id, dan iah/iyah.
Berkaitan dengan adanya konversi kelas kata dari nomina menjadi adjektiva denominal yang berimplikasi pada berubahnya afiks yang digunakan, para pengguna bahasa diharapkan untuk cermat di dalam menggunakan bahasa. Para pemerhati bahasa, lebih-lebih pemegang kebijakan kebahasaan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengurangan ketidakkonsitenan kaidah dalam bahasa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan afiks pembentuk adjektiva denominal.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Grasindo. Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta. Ekowardono, B. Karno. 1988. Verba Denominal dan Nomina Deverbal dalam Bahasa Jawa Baku:
Kajian Morfologi Lingkup Kelas Nomina dan Verba. Disertasi S-3 Universitas Indonesia Jakarta.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (Edisi Kedua Cetakan Pertama). Jakarta
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya (Edisi Revisi). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Parera, Jos Daniel. 1994. Morfologi Bahasa (Edisi Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakara: Duta Wacana University Press.
Steinhauer, Hein. 2008. ―Adakah Adjektiva dalam Bahasa Indonesia?‖ Makalah dalam
Persidangan Bahasa Melayu Antarabangsa di Subang 18--21 November.
Subroto. Edi D. 1985. Transposisi dari Adjektiva menjadi Verba dan Sebaliknya dalam Bahasa Jawa. Disertasi S-3 Universitas Indonesia Jakarta.
Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.