• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKATUR PADA UJARAN PENGGUNA JASA TAKSI MASYARAKAT BANJAR (KALIMANTAN SELATAN)

Dalam dokumen ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Halaman 137-143)

Eka Suryatin

Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi dilakukan karena mereka ingin berinteraksi dengan yang lain. Komunikasi tidak akan terjadi jika tidak ada penutur dan lawan tutur. Makna yang terkandung dalam tuturan dapat dipahami apabila ada kesamaan gagasan dan pikiran antara penutur dan lawan tutur. Komunikasi dapat terjadi di manapun dan kapanpun.

Di dalam angkutan umum pun bisa terjadi komunikasi antara supir dengan penumpang dan penumpang dengan penumpang yang lainnya. Masyarakat Banjar menyebut angkutan umum dengan sebutan taksi. Komunikasi yang terjadi antara supir dengan penumpang dan penumpang dengan penumpang terdapat bahasa yang sangat unik. Mereka menggunakan bahasa yang singkat, tetapi mudah dimengerti. Keadaan ini didukung oleh konteks dan situasi berbahasa mereka. Jika tuturan yang mereka gunakan di dalam taksi digunakan di tempat lain dan dalam situasi yang lain, tuturan itu sulit dimengerti karena bisa menimbulkan banyak pengertian.

Supir dan penumpang menggunakan bahasa yang singkat dan terbatas karena situasi dan waktu di dalam taksi terbatas. Meskipun, kadang-kadang apa yang diucapkan tidak berterima menurut kaidah bahasa Indonesia karena kalimat yang digunakan tidak lengkap dan makna yang digunakan bersifat taksa, namun mereka sama-sama paham dengan maksud tuturan itu.

Fenomena penggunaan bahasa tersebut dapat dipahami melalui pragmatik. Dalam pragmatik makna didefinisikan dalam hubungannya dengan pemakai bahasa (penutur) dan mempertimbangkan situasi penutur dan lawan tutur. Jadi, kontekslah yang mendasari kajian pragmatik (Himyati, 2007: 10).

Penelitian mengenai implikatur sebelumnya sudah pernah dilakukan, antara lain: Eva Himyati meneliti tentang Implikatur Pada Ujaran Pengguna Jasa Angkutan Umum di Kota Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implikatur pada bahasa pengguna angkot terjadi pada kalimat tanya, kalimat perintah, dan kalimat berita.

Selain itu, Implikatur Dalam Pertuturan: Penerapan Teori Relevans Sperber & Wilson pernah dilakukan oleh Non Martis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikatur ditemukan dalam kalimat deklaratif, interogatif, dan bahasa-bahasa yang figuratif.

Penelitian tentang Implikatur Pada Ujaran Pengguna Jasa Taksi Masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) setahu peneliti belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menelitinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tentang latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas tentang hal sebagai berikut.

1. Bagaimanakah wujud tutur bentuk implikatur pengguna jasa taksi masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan)?

2. Bagaimanakah implikasi pragmatis wujud tuturan bentuk implikatur pengguna jasa taksi masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Memberikan deskripsi wujud tutur bentuk implikatur pengguna jasa taksi mayarakat Banjar (Kalimantan Selatan).

2. Memberikan implikasi pragmatis wujud tuturan bentuk implikatur pengguna jasa taksi masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah sebagai bahan pertimbangan dalam kajian pragmatis yang berkaitan dengan implikatur. Manfaat praktisnya antara lain sebagai berikut.

1. Bagi Guru bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu alternasi bahan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya, dalam pembelajaran memahami makna sebuah tuturan.

2. Sebagai salah satu bahan informasi bagi penelitian-penelitian di bidang pragmatik, khususnya dalam kajian implikatur.

1.5 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa data verbal. Data verbal tersebut berupa wujud tuturan implikatur dan fungsi tuturan implikatur.

Sumber data dalam penelitian ini adalah percakapan dalam sebuah konteks tuturan yang diperoleh melalui pengamatan dan pencataan lapangan secara langsung terhadap interaksi pengguna taksi jurusan Banjarbaru—Martapura, Banjarbaru—Landasan ulin, Martapura—

Liang Anggang, dan Banjarbaru—Banjarmasin. 1.6 Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif menjelaskan bahasa yang digunakan penumpang, calon penumpang, supir, dan teman supir saat terjadi peristiwa tutur. Metode dan teknik penyedian data adalah metode simak dengan teknik rekam. Data direkam dan kemudian ditranskripsi. Data yang sudah direkam kemudian diklasifikasi dan dicatat dalam kartu data. Metode dan teknik analisis data yaitu data yang sudah dicatat dalam kartu data kemudian dianalisis. Metode dan teknik penyajian hasil analisis data adalah hasil akan disajikan dengan teknik penyajian yang menggunakan kata-kata untuk menjabarkan hasilnya.

2. Kerangka Teori

Di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuai yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Menurut Grice (dalam Kunjana 2005: 43) di dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

Grice (dalam Nababan, 1987: 28) secara sederhana memberikan pengertian bahwa implikatur adalah maksud suatu ucapan atau apa yang diimplikasikan. Ia juga memberikan pengertian agak luas bahwa implikatur adalah apa yang disampaikan dan apa yang diimplikasikan, yaitu apa yang disampaikan minus apa yang diucapkan (Hatch dalam Himyati, 2007: 11). Grice menyatakan bahwa ada dua jenis implikatur, yaitu impikatur konvensional dan konversasional, atau performatif langsung dan performatif tidak langsung dalam tindak tutur.

Implikatur dapat menjembatani antara apa yang dituturkan oleh Pn dengan apa yang menjadi makna sebuah tuturan, dengan mengacu pada asumsi kedua prinsip bertutur yang

dipakainya. Konsep implikatur yang pertama kali dikemukakan oleh Grice pada ceramah Wiliam James di Universitas Harvard pada tahun 1967 sebagai solusi untuk menanggulangi persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik. Lebih lanjut, Grice (1975) mengemukakan bahwa pada dasarnya implikatur berkaitan dengan prinsip umum dalam pragmatik. Prinsip-prinsip umum tersebut adalah adanya kerja sama yang konstributif antara Pn dengan Mt dalam suatu percakapan. Kerjasama yang dimaksud adalah bahwa antara Pn dan Mt mengharapkan sumbangan sesuai yang diperlukan dan tingkat penerimaan yang sesuai dengan makna yang dapat diterima dan disepakati sehingga sejumlah implikasi makna tuturan dapat dipahami oleh Mt. Implikatur yang dikemukakan oleh Grice dimaksudkan sebagai tuturan yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan atau tindak tutur tidak langsung.

Levinson (dalam Himyati, 2007: 11) menyatakan bahwa implikatur memberikan penjelasan fungsional atas fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. Implikatur juga memberikan penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang bagaimana sesuatu yang lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud.

Implikatur adalah makna yang tersirat melalui ujaran sebuah kalimat dalam sebuah konteks, meskipun makna itu bukan merupakan suatu bagian atau pemenuhan dari apa yang dituturkan. Implikatur dapat pula diartikan sebagai implikasi makna berupa satuan pragmatis dari suatu tuturan, baik lisan maupun tulisan. Implikatur merupakan kegiatan menganalisis makna terselubung dari sebuah tuturan yang disampaikan oleh Pn.

3. Pembahasan

Tuturan yang terdapat pada pengguna taksi dapat dilihat dari kalimat yang mereka gunakan. Kalimat itu berupa kalimat interogatif (kalimat tanya), kalimat deklaratif (kalimat berita), dan kalimat imperatif (kalimat perintah). Berdasarkan data yang dikumpulkan ditemukan implikatur kalimat yang mereka gunakan. Implikatur itu terjadi pada kalimat tanya, berita, dan perintah. Dalam analisis data ini digunakan singkatan pada pelaku, supir disingkat (S), penumpang disingkat (P), Calon Penumpang (CP) dan teman supir (TS). Berikut implikatur pada ujaran jasa taksi di daerah Kalimantan Selatan.

A. Implikatur dalam Kalimat Tanya Peristiwa Tutur 1

1. (P) Ulin kah, Paman?

Ulin kah, Paman?

2. (S) Kada, Guntung Payung haja.

Tidak, Guntung Payung saja.

Pada peristiwa tutur 1, ujaran (1) penumpang mengimplikasikan kepada supir taksi apakah sampai ulin. Ulin adalah nama kota di daerah Kalimantan Selatan. Ujaran (2) supir menjawab bahwa taksi tujuannya tidak sampai Ulin, tetapi hanya sampai Guntung Payung saja.

Peristiwa Tutur 2

1. (P) Langsung kah, Paman? Langsung kah, Paman? 2. (S) Hiih, naik ja.

Ya, naik saja.

Pada peristiwa tutur (2), ujaran (1) penumpang mengimplikasikan kepada supir taksi apakah taksinya langsung berangkat atau menunggu penumpang yang lain dulu hingga taksinya penuh penumpang. Ujaran (2) Supir menjawab kepada penumpang untuk naik ke taksinya.

Pertanyaan calon penumpang kepada si supir langsung kah, paman? Didorong oleh rasa keingintahuan calon penumpang untuk mengetahui apakah taksinya langsung berangkat. Calon penumpang bertanya seperti itu karena ketika itu taksi yang mau dinaiki masih parkir di terminal.

Peristiwa Tutur 3

1. (S) Taksi kah?

2. (P) Penumpang naik taksi.

Pada peristiwa tutur 3, ujaran (1) supir mengimplikasikan kepada penumpang akan naik taksi karena penumpang berdiri di pinggir jalan. Penumpang mungkin saja akan pergi ke Banjarbaru, Martapura, Ulin, Liang Anggang atau daerah lain yang daerahnya dilewati taksi tersebut sehingga penumpang menaiki taksi jurusan tersebut. Ujaran (2) Penumpang langsung naik taksi karena mengetahui taksi akan melewati jalur yang dituju. Peristiwa Tutur 4

1. (S) Di mana turun, ikam?

‗Di mana turun, kamu?‘ 2. (P) Masih jauh lagi, paman.

‗Masih jauh lagi, Paman.‘

Pada peristiwa tutur 4, ujaran (1) supir menanyakan di mana penumpang akan turun. Ujaran (2) mengimplikasikan dia (penumpang) belum akan turun dengan menjawab masih jauh lagi, paman. Mungkin dia belum sampai ke daerah tujuan atau kesal dengan supir yang sudah beberapa kali menanyakan di mana dia akan turun sehingga dia menjawab asal-asalan saja, seperti masih jauh lagi, paman. Seandainya sudah sampai ke tempat tujuan, pasti dia turun dengan sendirinya tanpa perlu diingatkan lagi.

Pertanyaan si supir kepada penumpang di mana turun, ikam mungkin saja di dorong oleh rasa keingintahuan supir untuk mengetahui tempat penumpangnya akan turun. Bisa jadi, di tengah perjalanan supir akan memutar taksinya untuk balik lagi dan tidak melanjutkan perjalanan sesuai dengan jurusan taksi yang dia bawa. Jika memang supir berbalik lagi, itu berarti penumpang akan dititipkan kepada taksi lain yang arahnya sampai dengan tujuan. Peristiwa Tutur 5 1. (S) Banjarbaru kah? ‗Banjarbaru kah?‘ 2. (P) Martapura ‗Martapura‘

Pada peristiwa tutur 5, ujaran (1) menanyakan kepada penumpang apakah ia akan turun di Banjarbaru karena taksi ketika itu berada di Banjarbaru atau si supir hanya menebak-nebak saja tempat tujuan penumpang dengan menyebut sembarang nama daerah yang satu jurusan dengan taksinya. Ujaran (2) penumpang mengimplikasikan bahwa dia tidak turun di daerah Banjarbaru tetapi turun di Martapura. Martapura merupakan salah satu daerah yang terletak di wilayah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Peristiwa Tutur 6

1. (S) Liang Anggang, Liang Anggang. ‗Liang Anggang, Liang Anggang.‘

2. (P) Penumpang naik taksi.

Pada peristiwa tutur 6, ujaran (1) supir mengimplikasikan bahwa taksi yang dia bawa tujuannya sampai ke daerah Liang Anggang. Liang Anggang merupakan salah satu wilayah yang terletak di wilayah Kabupaten Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ujaran (2) Penumpang langsung naik taksi karena mengetahui taksi yang dinaiki sesuai dengan tujuannya. Peristiwa Tutur 7 1. (S) Taksi kah? ‗Taksi kah?‘ 2. (CP) Kada, Paman. ‗Tidak, Paman.‘

Pada peristiwa tutur 7, ujaran (1) supir mengimplikasikan kepada seseorang yang berjalan atau berdiri di pinggir jalan apakah ingin naik taksi. Ujaran (2) calon penumpang menjawab bahwa dia tidak ingin naik taksi.

B. Implikasi dalam Kalimat Berita Peristiwa Tutur 8

1. (S1) Sepi, kadada penumpang. ‗Sepi, tidak ada penumpang.‘

2. (S2) Masih jam sakulah.

Masih jam sekolah.‘

Pada peristiwa tutur 8, ujaran (1) supir yang satu mengatakan taksinya tidak ada penumpang atau taksinya kosong. Ujaran (2) mengimplikasikan bahwa masih jam sekolah. Itu berarti bahwa anak-anak sedang belajar di sekolah sehingga mereka tidak memerlukan taksi dan keadaan di jalan raya juga sepi. Taksi akan penuh jika jam sekolah sudah selesai karena mereka kembali pulang ke rumah masing-masing dengan menggunakan jasa taksi. Peristiwa Tutur 9

1. (S) Satumatlah.

‗Sebentarlah.‘

2 (P) Heeh ayo ja, Paman.

‗Ya, Paman.‘

Pada peristiwa tutur 9, ujaran (1) supir mengimplikasikan kepada penumpang untuk berhenti sebentar ke SPBU. Supir berhenti di SPBU karena bensin di taksinya sudah habis dan ingin diisinya kembali. Ujaran (2) penumpang setuju jika taksi berhenti sebentar di SPBU untuk mengisi bensin.

C. Implikasi dalam Kalimat Perintah Peristiwa Tutur 10

1. (P) Kiri, Man. ‗Kiri, Paman.‘

2. (S) (Supir memberhentikan taksinya).

Pada peristiwa tutur 10, ujaran (1) penumpang mengimplikasikan kepada supir untuk berhenti. Supir disuruh berhenti karena dia (penumpang) sudah sampai di tempat tujuan. Ujaran (2) tanpa memberikan jawaban secara verbal, supir sudah paham terhadap maksud penumpang tersebut.

Peristiwa Tutur 11

1. (P) Pom Bensin Simpang Ampat, Paman. ‗SPBU Simpang Empat, Paman.‘

2. (S) Heeh. ‗Ya.‘

Pada peristiwa tutur 11, ujaran (1) penumpang mengimplikasikan kepada supir bahwa dia (penumpang) akan turun di SPBU Simpang Empat. SPBU Simpang Empat merupakan tempat pengisian bahan bakar kendaraan yang terletak di wilayah Simpang Empat. Ujaran (2) Ketika sudah sampai di SPBU Simpang Empat, supir langsung memberhentikan taksinya.

Peristiwa Tutur 12 1. (P) Stop, Pak.

‗Berhenti, Pak.‘

2. (S) (memberhentikan taksinya).

Pada peristiwa tutur 12, ujaran (1) penumpang mengimplikasikan kepada supir untuk berhenti. Supir disuruh berhenti karena dia (penumpang) sudah sampai di tempat

tujuan. Ujaran (2) tanpa memberikan jawaban secara verbal, supir sudah paham terhadap maksud penumpang tersebut.

Peristiwa Tutur 13

1. (P) Ka dalam, Paman lah.

‗Ke dalam, Paman lah.‘

2. (S) Parak kah?

‗Dekat kah?‘

Pada peristiwa tutur 13, ujaran (1) mengimplikasikan kepada supir untuk mengantarkannya sampai di rumah. Ujaran (2) menanyakan kepada penumpang letak rumahnya, apakah dekat atau jauh.

4.Simpulan

Ketika berkomunikasi, tuturan yang digunakan oleh penumpang, calon penumpang, supir, dan teman supir terjadi lewat kesamaan kepentingan dan menggunakan bahasa yang sangat singkat. Meskipun singkat ujaran tersebut memiliki arti yang dapat dimengerti oleh mereka. Hal ini karena didukung oleh situasi dan konteks pada saat itu. Implikatur bahasa pengguna taksi masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan) terjadi pada kalimat tanya, kalimat berita, dan kalimat perintah.

Daftar Pustaka

Himyati, Eva.2007. Implikatur Pada Ujaran Pengguna Jasa Angkutan Umum di Kota Padang. Salingka: Balai Bahasa Ujung Pandang.

Kunjana, Rahardi. 1994. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma. ---. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga.

Martis, Non. 2007. Implikatur dalam Pertuturan: Penerapan Teori Relevans Sperber & Wilson. Salingka: Balai Bahasa Ujung Pandang.

Mugeni, Muhammad,et.al. 2008. Kamus Indonesia-Banjar Dialek Kuala. Banjarbaru: Balai Bahasa Banjarmasin.

Musdalifah,et.al. 2008. Kamus Bahasa Banjar Dialek Hulu-Indonesia. Banjarbaru: Balai Bahasa Banjarmasin.

Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pargmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: P2LK

Depdikbud.

Dalam dokumen ILMU JATI PENGUAT JATI DIRI (Halaman 137-143)