• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.2 Gaya Bahasa Perempuan Dalam Facebook

A.2.1 Gaya Bahasa Feminim

Gaya Bahasa Feminim merupakan gaya bahasa perempuan dimana gaya bahasa yang ditampilkannya mengadopsi gaya bahasa perempuan. Gaya bahasa perempuan cenderung berorientasi pada terjalinnya suatu hubungan. Hal ini sejalan dengan istilah Rapport Talk yang dikemukakan Deborah Tannen untuk menggambarkan gaya bahasa perempuan (Tannen, 2003: 25-48). Menurut Deborah, perempuan memang memprioritaskan kelangsungan hubungan dengan pihak lain dalam gaya bicaranya, sehingga efek ke depan dari gaya bicara yang digunakan, sangatlah dipertimbangkan. Suatu percakapan bukan dilihat sebagai suatu kompetisi untuk memenangkan siapa mendominasi siapa, tetapi lebih untuk mendekatkan suatu hubungan. Perempuan cenderung menghindari argumentasi, dan tak jarang perempuan dalam percakapan rela untuk merendahkan dirinya agar

commit to user 101

teman bicaranya melihatnya berada pada level yang sama. Kata yang dipilih pun disesuaikan agar hubungan tetap terjaga

Gaya bahasa perempuan menurut Tannen dicirikan sebagai berikut (Tannen, 2003: 25-249):

Dalam hal relationship:

- Mengutamakan hubungan dengan orang lain. Keakraban, kesepakatan merupakan hal yang diusahakan untuk dicapai dalam percakapan. Percakapan merupakan negosiasi untuk mencapai kedekatan.

- Unsur utama dalam hubungan adalah posisi yang simetri. Artinya dalam percakapan, posisi semua orang adalah sama, tak ada yang lebih unggul. Dalam hal interaksi dengan rekan percakapan :

- Mencurahkan perasaan hati pada lawan bicara merupakan hal yang bisa diterima sebagai bagian dari rapport talk.

- Interupsi dalam percakapan merupakan hal yang bisa diterima.

- Saling memberi support merupakan hal yang bisa diterima. Perempuan cenderung menunjukkan pemahamannya akan apa yang dirasakan lawan bicaranya.

- Berhati-hati dalam memberikan informasi yang tidak diketahui pihak lain, sehingga sedapat mungkin menjadikan diri mudah dimengerti, dengan tujuan mempertahankan penampakan kesamaan dan status yang setara, tidak melanggar etika egaliter.

commit to user 102

- Perempuan lebih cenderung menjadi pemberi pujian daripada pemberi informasi, karena hal tersebut dapat membingkai perempuan sebagai “manis” atau “ramah”

- Perempuan berbicara untuk menjalin interaksi. - Menghindari perselisihan terbuka.

Dalam hal ruang bicara :

- Private speaking, artinya lebih banyak bicara di lingkungan yang sudah dianggapnya akrab.

Dalam penelitian ini, ditemukan berbagai gaya bahasa feminim perempuan. Berdasar kombinasi kata yang digunakan, susunan kalimat, dan tanda baca yang dipakai, maka gaya bahasa feminim dibagi menjadi :

a. Identitas Gaya Bahasa “Lemah”

Kata lemah menggambarkan kondisi yang tidak berdaya, yang mendapat tekanan dari pihak mayoritas atau yang lebih dominan (Bartens, 2009: 36). Tannen mengungungkapkan, bahwa perempuan memiliki gaya bahasa yang diarahkan untuk menciptakan dan mempererat suatu hubungan, atau yang diistilahkan dengan Rapport Talk (Griffin, 2011: 438-441). Dikatakan pula bahwa dalam menjalani percakapan, perempuan menganggap keluh kesah merupakan bagian dari Rapport Talk, dengan keluh kesah perempuan akan mengundang orang untuk bersimpati. Hal ini mendorong peningkatan keintiman dalam hubungan, sebab pada dasarnya perempuan suka dilindungi, sehingga tak jarang posisi lemah, sub ordinat, powerless yang mungkin muncul bukan dianggap sebagai masalah.

commit to user 103

Gaya bahasa lemah merupakan gaya bahasa perempuan dalam Facebook dimana gaya bahasa yang digunakan cenderung menunjukkan dirinya sebagai perempuan dalam identitas dirinya yang lemah. Dalam hal ini, dikatakan gaya bahasa lemah jika :

1. Mengindikasikan subordinat.

Dalam hal ini, penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang digunakan, memperlihatkan bahwa dia tidak kuasa menunjukkan kekuatan dirinya secara langsung. Ini terjadi karena dia memposisikan dirinya secara subordinat, yang ingin melawan namun tak memiliki keberanian untuk melakukannya secara frontal, yang berada pada kondisi sebagai pihak yang dipermainkan. Gambaran tersebut ada pada narasumber berikut :

Gambar IV.19 Gaya Bahasa Mengindikasikan Subordinat 1

sumber: akun facebook Cleopatra Salindri Pramundari

Dengan mengatakan “diam mengalah” menunjukkan posisinya yang subordinat. Posisi yang diam menghadapi hal yang tak disukainya, dan lebih parah lagi dia dalam kondisi mengalah dimana perlawanan yang dilakukannya adalah dengan masuk kamar bersimpuh dan berdoa, bukan melawan secara langsung. Hal ini makin menegaskan gaya bahasa lemah yang dimilikinya sehingga identitas lemah yang ditampilkannya.

commit to user 104

Gambar IV.20 Gaya Bahasa Mengindikasikan Subordinat 2

sumber: akun facebook Mitha Elycia

Dalam gaya bahasanya, narasumber diatas mengungkapkan bahwa dia adalah pihak yang dipermainkan, ini terlihat dari kalimat “capek dipermainkan”. Kata capek sendiri menunjukkan bahwa ia telah dipermainkan lebih dari sekali, dan pihak yang dipermainkan adalah pihak yang pada posisi subordinat. Kata capek dipermainkan menunjukkan posisi diri yang tidak berada pada pihak yang diuntungkan.

Ketika perempuan menunjukkan kondisi subordinat, dan mengatakannya kepada jejaring yang dimilikinya, maka dia menggunakan gaya bahasa yang lemah, sehingga tercipta identitas “lemah” dalam dirinya.

2. Mengandung keluhan

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa dirinya mengeluh tentang sesuatu baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.

Keluhan Dari Dalam Diri

Keluhan dari dalam, merupakan keluhan yang muncul karena ketidakmampuan, kelemahan yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Sehingga mereka yang menunjukkan keluhan dari dalam dirinya, tidak melakukan sesuatu

commit to user 105

secara frontal, untuk mengatasi sesuatu yang sebenarnya kurang disukainya. Gambaran tersebut ada pada narasumber berikut:

Gambar IV.21 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Dalam 1

sumber: akun facebook Cleopatra Salindri Pramundari

Gambar IV.22 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Dalam 2

sumber: akun facebook Mitha Elycia

Gambar IV.23 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Dalam 3

sumber: akun facebook Gracia Bundanya Hera

Kalimat “aku diam mengalah bukan berarti tidak melawan” yang digunakan narasumber diatas, menunjukkan bahwa dia mengeluh akan apa yang ada dalam dirinya. bahwa dia ingin melawan namun yang mampu dilakukannya hanyalah diam dan mengalah.

Kalimat “beratnya hidup yang aku jalani ini ya Allah..beri aku kekuatan” yang digunakan narasumber diatas, menunjukkan bahwa dia mengeluh akan apa

commit to user 106

yang ada dalam dirinya. Bahwa hidup yang dijalaninya terasa berat, dan dia merasa tidak kuat menjaninya tanpa pertolongan Allah.

Kalimat “pengen ke Ambarawa…Kpn yo iso ke Kerep meneh…” yang digunakan narasumber diatas, menunjukkan bahwa dia mengeluh akan apa yang ada dalam dirinya. Bahwa dia memiliki keinginan pergi ke Ambarawa dan Kerep namun sulit dilakukannya karena keterbatasan yang dimilikinya sekarang

Keluhan Dari Luar

Keluhan dari luar, merupakan keluhan yang muncul karena kondisi atau keadaan yang ada diluar dari dirinya yang tidak berkenan baginya. Mereka yang menunjukkan keluhan karena hal-hal dari luar dirinya ini sebenarnya telah berusaha menunjukkan keluhannya namun tak ada yang mengerti dirinya, atau ada hal-hal diluar dirinya yang diluar kendalinya. Gambaran tersebut ada pada narasumber berikut:

Gambar IV.24 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Luar 1

sumber: akun facebook narasumber

sumber: akun facebook Cleopatra Salindri Pramundari

Gambar IV.25 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Luar 2

commit to user 107

Gambar IV.26 Gaya Bahasa Mengandung Keluhan Dari Luar 3

sumber: akun facebook Gracia Bundanya Hera

Dengan merangkai kalimat “Tuhan yang tahu isi hatiku..setiap tawa dan tangisku, semua pergumulanku”, narasumber diatas menunjukkan keluhan akan sesuatu diluar dirinya. Seolah dirinya telah berusaha menunjukkan sesuatu pada dunia luar namun orang/ pihak lain diluar dirinya tidak ada yang mengerti dirinya, semua yang dialaminya, dihadapinya sendiri dengan hanya Tuhan yang mengerti dirinya.

Dengan merangkai kalimat “nyesel aku buka fb kmu, emang ga bisa dipercaya”, narasumber diatas menunjukkan keluhan akan sesuatu diluar dirinya. Bahwa ada orang/ pihak lain yang tidak bisa dipercaya dan telah menghianatinya dan membuatnya pusing.

Dengan merangkai kalimat “moga2 ayah dtgnya g malem2..”, narasumber diatas menunjukkan keluhan akan sesuatu diluar dirinya. Bahwa ayah yang dimaksudkannya dalam kelimat tersebut sering pulang malam dan itu kurang disukainya, dan dia berharap hal tersebut berubah.

Ketika perempuan mengungkapkan keluhan yang dirasakannya, pada saat itulah perempuan menunjukkan posisinya yang lemah dan sub ordinat sehingga tercipta identitas “lemah” dalam dirinya.

Dari pemaparan diatas, hasil penelitian membuktikan bahwa penunjukkan posisi subordinat bukanlah hal yang tabu untuk ditampilkan perempuan dalam

commit to user 108

gaya bahasanya. Menurut Tannen, mencurahkan apa yang dirasakannya kepada lawan bicaranya, bagi laki-laki dianggap sebagai penunjukkan posisi yang subordinat dan dihindari, namun tidak demikian bagi perempuan. Justru apa yang dilakukan perempuan ini dilihat sebagai cara untuk membangun suatu hubungan yang lebih erat. (Tannen, 2003:27-28). Menyatakan suatu keluhan pada lawan bicara juga bukan suatu hal yang dihindari oleh perempuan. Griffin mengungkapkan bahwa perempuan menganggap keluh kesah merupakan bagian dari cara mereka mempererat hubungan dengan orang lain (Griffin, 2011: 438-441). Dengan kata lain keluhan yang diungkapkan ke orang lain dianggap mampu mendorong peningkatan keintiman dalam hubungan, sebab pada dasarnya perempuan suka dilindungi dan diperhatikan, sehingga tak jarang posisi lemah, sub ordinat, powerless yang mungkin muncul bukan dianggap sebagai masalah.

b. Gaya Bahasa “Ekspos”

Dalam media baru ada kombinasi antara komunikasi interpersonal dengan komunikasi massa. Karena menjangkau khalayak secara global maka bisa dikatakan komunikasi massa, dan pada saat yang sama karena pesan yang ada dibuat, diarahkan, dan dikonsumsi secara personal, maka dikatakan komunikasi interpersonal (Utari, 2011:52-53). Facebook bisa dikatakan merupakan ranah pribadi bagi perempuan untuk berinteraksi dengan rekannya. Griffin menjelaskan, perempuan berusaha terus melibatkan rekan bicaranya untuk menjaga jalinan hubungan. Perempuan cenderung suka menceritakan kehidupannya, menggambarkan pemikirannya dalam perbincangan pribadinya dengan rekannya (Griffin, 2011: 438-441). Berkeluh kesah, mencurahkan perasaan dalam hati pada

commit to user 109

lawan bicara merupakan hal yang bisa diterima sebagai bagian dari rapport talk. Menceritakan hidup merupakan hal yang wajar dilakukan perempuan. (Tannen, 2003: 114-117).

Gaya bahasa ekspos merupakan gaya bahasa perempuan yang cenderung suka menceritakan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya dan apa yang sedang dirasakannya hingga ke hal-hal kecil pun diceritakannya. Namun berbeda dengan gaya bahasa lemah yang telah dijelaskan sebelumnya, gaya bahasa ekspos ini dalam kalimat yang digunakannya tidak mengandung keluhan, penulis pesan hanya menceritakan hidupnya dan seolah ingin mengajak pembaca pesannya untuk mengenal kehidupannya lebih dekat. Sehingga dari gaya bahasa yang digunakannya muncul identitas ekspos dalam apa yang ditampilkan perepuan dalam akunnya.

Hasil penelitian menunjukkan, gaya bahasa ekspos perempuan dalam facebook dibagi menjadi tiga, yaitu, gaya bahasa ekspos keluarga, gaya bahasa ekspos pekerjaan, gaya bahasa ekspos aktivitas.

1. Gaya bahasa ekspos keluarga

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa suka menceritakan hal-hal terkait dengan keluarganya, terutama dalam hal ini terkait dengan anaknya. Apa yang dirasakannya, apa yang dialaminya, dan hal-hal lain yang menyangkut keluarga terutama anak, diceritakannya, hingga ke hal-hal kecil yang terjadi. Sehingga dari gaya bahasa yang digunakan tersebut akhirnya muncul identitas

commit to user 110

ekspos keluarga dalam tampilan dirinya. Gambaran tersebut ada pada status dari narasumber berikut:

Gambar IV.27 Gaya Bahasa Ekspos Keluarga

sumber: akun facebook Bu Nopie

Dengan menuliskan “seeennenngg bgt…heppi…my lil son dtg dan memelukku..”, Bu Nopie menggambarkan suka cita yang dirasakannya karena anak lelakinya datang dan memeluknya erat saat dia pulang kantor. Dengan menulis “seeennenngg bgt”, yang mengulang beberapa huruf, Bu Nopie seolah ingin menunjukkan rasa senang yang luar biasa yang dirasakannya.

Dari kalimat yang digunakannya, jelas bahwa narasumber diatas cenderung senang menceritakan tentang keluarganya. Sehingga tampak bahwa keluarga, terutama anak merupakan hal dalam hidupnya yang paling dibanggakannya, menjadi bagian yang terikat kuat melekat pada identitasnya. Pada kalimat yang ditulisnya, tidak ditemukan adanya keluhan. apa yang dirasakannya. Dan pada tiap status yang diunggah, tak nampak adanya penunjukkan status yang seolah lebih dominan. Dengan demikian identitas yang muncul pada dirinya adalah identitas ekspos keluaraga.

commit to user 111 2. Gaya bahasa ekspos aktivitas

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa dirinya suka menceritakan hal-hal terkait dengan aktivitasnya. Apa yang dilakukannya, hingga ke hal-hal yang sebenarnya biasa juga diungkapkannya, dibagi untuk diketahui pembacanya. Gambaran tersebut terlihat pada status narasumber berikut:

Gambar IV.28 Gaya Bahasa Ekspos Aktivitas 1

sumber: akun facebook Riza Siagian

Gambar IV.29 Gaya Bahasa Ekspos Aktivitas 2

sumber: akun facebook Mitha Elycia

Gambar IV.30 Gaya Bahasa Ekspos Aktivitas 3

sumber: akun facebook Irene Ika Safitri SSos

Dalam kalimat yang digunakan narasumber-narasumber diatas, jelas terlihat bahwa narasumber diatas menceritakan aktivitas yang dijalaninya

commit to user 112

dalam kesehariannya. Apa yang diceritakannya sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa, namun tetap disampaikan karena yang ingin dilakukan narasumber diatas adalah bercerita, mengekspos aktivitas kesehariannya ke pembaca statusnya. Sehingga identitas yang muncul merupakan identitas ekspos aktivitas. Seperti Riza Siagian yang menceritakan kegiatannya berziarah yang kemudian disusun kegiatan lainnya. Elis Ira yang menceritakan aktivitas kesehariannya, yaitu kegiatan memasak, dan kebiasaannya masak dobel. Mitha Elycia menceritakan aktivitas kesehariannya yaitu mandi dan dalam status lainnya dia bercerita bahwa dia sedang menonton cowok ganteng. Demikian halnya dengan Irene Ika Safitri SSos, yang menceritakan aktivitasnya yaitu makan sate di mbah galak. Dan pada tiap status yang diunggah, tak nampak adanya penunjukkan status yang seolah lebih dominan, artinya narasumber menempatkan dirinya bukan secara superior dibanding pembacanya.

3. Gaya bahasa ekspos pekerjaan

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa suka menceritakan pekerjaannya serta hal-hal lain yang terkait dengan pekerjaannya. Sehingga dari gaya bahasa yang digunakan tersebut akhirnya muncul identitas ekspos pekerjaan dalam tampilan dirinya. Gambaran tersebut terlihat pada narasumber berikut:

commit to user 113

Gambar IV.31 Gaya Bahasa Ekspos Pekerjaan 1

sumber: akun facebook Kemilau Hukum

Gambar IV.32 Gaya Bahasa Ekspos Pekerjaan 2

sumber: akun facebook Aunty Ocie

Gambar IV.33 Gaya Bahasa Ekspos Pekerjaan 3

sumber: akun facebook Bu Tephy

Dalam kalimat yang digunakan narasumber-narasumber diatas, jelas terlihat bahwa narasumber diatas menceritakan aktivitas yang terkait pekerjaannya. Apa yang diceritakannya menunjukkan apa yang sedang dilakukannya, kegiatan apa terkait pekerjaan yang sedang dijalaninya, serta suatu pencapaian yang telah didapatnya terkait pekerjaan yang dilakukan. Sehingga identitas yang muncul merupakan identitas ekspos aktivitas.

commit to user 114

Kemilau Hukum misalnya, dia menceritakan bahwa dia sedang menghadiri temu penulis buku hukum seIndonesia yang ke-6, hal ini berarti dia menceritakan kegiatan yang terkait pekerjaan yang dilakukannya, dimana pekerjaannya adalah dibidang hukum. Dan dengan menghadiri acara demikian ini menunjukkan dia juga merupakan salah satu dari penulis buku hukum di Indonesia. Aunty Ocie menceritakan menceritakan pencapaian yang telah didapatnya terkait pekerjaan yang dilakukannya. Dalam hal ini, Aunty Ocie bercerita bahwa dia akhirnya mendapatkan ruang kerja yang layak disebut kantor. Dengan mengatakan demikian menunjukkan bahwa ruang kerja ini merupakan suatu pencapaian tersendiri dalam kerjanya, dimana menggambarkan bahwa sebelumnya dia tidak memiliki ruang kerja atau belum memiliki ruang kerja yang layak. Bu Tephy menceritakan apa yang sedang dilakukannya terkait dengan pekerjaan yang dijalaninya. Bahwa dia sedang menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkannya untuk kegiatan terkait pekerjaan yang akan dilakukan esok hari.

Dari pemaparan diatas, hasil penelitian membuktikan bahwa perempuan suka menceritakan apa yang dialaminya, apa yang sedang dijalaninya, apa yang dirasakannya kepada orang lain. Ada yang dalam bercerita lebih suka menceritakan keluarganya, ada pula yang lebih suka menceritakan aktivitas kesehariannya secara umum, dan ada yang lebih cenderung menceritakan hal-hal terkait pekerjaan yang dijalaninya. Dengan melakukan hal tersebut, perempuan merasa telah membuka dirinya untuk dikenali orang lain, sehingga diharapkan hubungan yang terjalin bisa makin dekat karena telah banyak hal dari

commit to user 115

kehidupannya yang telah diceritakan. Griffin mengungkapkan bahwa memang perempuan cenderung suka menceritakan kehidupannya, menggambarkan pemikirannya dalam perbincangan pribadinya dengan rekannya (Griffin, 2011: 438-441). Tannen juga menngungkapkan bahwa bagi perempuan menceritakan kehidupan merupakan hal yang wajar untuk dijalani, dalam upaya menjaga terjalinnya hubungan dengan orang lain. (Tannen, 2003: 114-117).

c. Gaya Bahasa “Sabar Dan Tegas”

Perempuan dalam gaya bahasanya senantiasa mengutamakan hubungan dengan orang lain. Keakraban, kesepakatan merupakan hal yang diusahakan untuk dicapai dalam percakapan. Percakapan merupakan negosiasi untuk mencapai kedekatan.Tannen menjelaskan, bahwa dalam gaya bicaranya, perempuan cenderung menghindari pertikaian langsung. (Tannen, 2003: 28 & 173). Sehingga dengan gaya bicara demikian menggambarkan bahwa perempuan tersebut tegas namun tetap sabar.

Gaya bahasa sabar dan tegas, merupakan gaya bahasa perempuan yang menggambarkan dirinya tegas dalam menghadapi satu hal namun tetap mengerti kesulitan orang lain, memiliki kesabaran dan bijaksana dalam menghadapi suatu hal, serta menghindari konfrontasi langsung dengan orang lain. Gaya bahasa yang digunakan ini pada akhirnya memunculkan identitas sabar dan tegas dalam tampilan diri narasumber. Gaya bahasa yang bisa dikelompokkan sebagai gaya bahasa sabar dan tegas, merupakan gaya bahasa yang :

1. Menunjukkan kesabaran dalam menghadapi sesuatu.

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa dirinya merupakan pribadi yang

commit to user 116

sabar dalam menghadapi hal yang sebenarnya kurang berkenan baginya. Gambaran tersebut terlihat pada narasumber berikut:

Gambar IV.34 Gaya Bahasa Sabar 1

sumber: akun facebook Bu Tephy

Gambar IV.35 Gaya Bahasa Sabar 2

sumber: akun facebook Bu Ida

Gambar IV.36 Gaya Bahasa Sabar 3

sumber: akun facebook Ellen Karismariyanti

Pada gaya bahasa yang digunakan Bu Tephy terlihat menunjukkan kesabaran dimana dia tidak mengungkapkan kekecewaannya dengan marah-marah atau mencaci kantor yang di-complaine. Namun alih alih mencaci atau marah, narasumber diatas menggunakan kata “aduh biyung”, yang menunjukkan keluhan bukan kemarahan.

commit to user 117

Pada gaya bahasa yang digunakan, Bu Ida terlihat menunjukkan kesabaran dimana dalam menanggapi situasi yang sebenarnya kurang berkenan baginya, seperti ketika dia banyak terlalu banyak menerima sms dari banyak orang dnegan pertanyaan yang sama, narasumber diatas tidak menunjukkan ketidaknyaman yang dirasakannya secara frontal, namun menambahkan kata “nak” dalam menuliskan statusnya, sehingga kesan yang timbul seolah seorang ibu yang menasehati anaknya, bukan memarahi anaknya. Dengan menggunakan gaya bahasa yang demikian hubungannya dengan orang lain tetap terjaga, namun apa yang dirasakannya tetap tersampaikan, hanya dengan kesan yang lebih lembut. Sehingga gaya bahasa yang demikian akhirnya memunculkan identitas yang sabar namun tetap tegas.

Pada gaya bahasa yang digunakan Ellen Karismariyanti diatas, terlihat menunjukkan kesabaran. Narasumber diatas menunjukkan kesabarannya menunggu dengan lebih lama dan optimisme yang dimilikinya bahwa akan didapatkannya sesuatu yang luar biasa sebagai buah kesabarannya, ini terlihat dari dari kalimat “pasti karena ada yang luar biasa menanti disana..” yang menjadi bagian dari status yang ditulisnya. Dengan gaya bahasa seperti diatas maka narasumber diatas menampilkan bahwa dirinya adalah seorang yang sabar dalam menghadapi sesuatu.

2. Tegas dalam menyampaikan satu hal, namun tidak mengundang konfrontasi secara langsung, sehingga hubungan baik tetap terjaga.

commit to user 118

Penulis pesan dalam menyampaikan gaya bahasa yang diungkapkannya memperlihatkan bahwa dirinya merupakan pribadi yang tegas dalam menghadapi hal yang sebenarna kurang berkenan baginya. Namun meski demikian cara pengungkapan ketegasan yang dimilikinya tidaklah dilakukan secara keras, sehingga tidak memancing konfrontasi secara langsung dnegan pihak lain. Gambaran tersebut terlihat pada narasumber berikut:

Gambar IV.37 Gaya Bahasa Tegas Tanpa Konfrontasi 1

sumber: akun facebook Buk Ida

Gambar IV.38 Gaya Bahasa Tegas Tanpa Konfrontasi 2

sumber: akun facebook Ellen Karismariyanti

Selain menunjukkan kesabarannya, dalam gaya bahasanya, Buk Ida juga menunjukkan ketegasannya dalam menyampaikan suatu hal. Misal dengan menambahkan kalimat, “Yudisium tanggal 18 juli, sabar ya” Penambahan kata ya membuat ketegasan informasi yang disampaikan tidak mengundang konfrontasi langsung, sehingga hubungan dengan pembaca sasarannya bisa tetap terjaga.

commit to user 119

Gaya bahasa yang tegas jelas terlihat juga pada Ellen Karismariyanti, dengan menuliskan “Wajib demo program maksimal 7 September 2011”. Namun demikian, konfrontasi langsung tetap terhindar karena ditampilkan pula dukungan yang ditunjukkan dengan penambahan kalimat terakhir. Sehingga bagi pembaca sasarannya, tidak hanya kesan perintah yang didapat, namun juga dukungan moril juga dirasakan.

Dari pemaparan diatas, hasil penelitian menunjukkan perempuan memang cenderung menghindari pertikaian secara langsung dengan lawan bicara atas situasi yang dihadapi (Tannen, 2003: 28 & 173). Hal ini terbukti bahwa ketika menunjukkan ketegasannya, perempuan juga menambahkan kata atau kalimat yang bisa menghaluskan penyampaian, sehingga apa yang ditangkap sasaran bisa lebih lembut.