• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisa Level Persepsi

B.1.1 Identitas Terberi

3. Menunjukkn Keunggulan

Mereka yang memiliki gaya bahasa maskulin tidak takut ketika menyampaikan sesuatu terlebih dahulu yang memungkinkan dirinya dianggap sebagai pihak yang lebih unggul. Justru terpancingnya orang lain dari status yang diunggahnya merupakan tujuan yang ingin dicapainya (Tannen, 2003: 22-33).

commit to user 214

Dalam menunjukkan keunggulannya, narasumber tampak melakukan dua jenis cara, sengaja memancing daya kritis dan sengaja menunjukkan pengetahuan lebih.

 Sengaja memancing daya kritis

Sengaja memancing daya kritis yang dimaksudkan disini adalah narasumber sengaja menggunakan status untuk menunjukkan pemikirannya akan satu hal, dan berharap ada respon kritis yang muncul dari pihak lain. Hal ini sebagaimana tampak pada pernyataan narasumber berikut:

“Saya emang jarang nulis status sih mbak..tapi kalo pas nulis status ya pas pengen aja dan yang tiba2 mengemuka di otak dengan spontan…Kadang saya juga nulis status untuk ungkapkan kegelisahan pada apa yang terjadi di sekitar saya. Ya sokur-sokur status saya bisa memancing daya kritis dari kawan2..apalagi saya ada di lingkaran dunia pendidikan” (sumber: wawancara narasumber Aik Manuhoro Sadja, tanggal 6 Juli 2012)

“buat mengungkapkan apa yang saya pikirkan, kebanyakan saya nulis status ketika ada yang mengganjal dipikiran, atau ada yang saya lihat harus saya share..tapi bukan pribadi lho ya..soal sosial, politik dan yang lain..sekalian lihat reaksi orang gmn nanggapi pikiran ktitis.” (sumber: wawancara narasumber Senja Yustitia, tanggal 25 Juli 2012)

Dijelaskan diatas, bahwa narasumber sengaja mengunggah status yang bermuatan kritis dan ingin melihat reaksi orang lain akan apa yang ditulisnya. Disini tampak gaya bahasa maskulin yang dimiliki narasumber, karena dengan menunjukkan pemikiran kritis dan memancing orang lain untuk bereaksi, menunjukkan pula ketidak takutannya untuk tampil sebagai sosok yang lebih unggul dari orang lain, seolah memiliki ilmu pengetahuan yang lebih unggul dan wawasan yang lebih luas.

commit to user 215

 Sengaja menunjukkan pengetahuan lebih

Sengaja menunjukkan pengetahuan lebih yang dimaksudkan disini adalah narasumber memang sengaja membagi pengetahuan yang didapatnya dari buku atau hal lain yang dianggapnya berkesan dan memberi informasi. Hal ini sebagaimana tampak pada pernyataan narasumber berikut:

“Kalo saya biasanya saya gunain buat sharing..tentang apa yang berkesan dan memberi inspirasi..contohnya bacaan yang saya telah baca dan itu bagus..lainnya itu ya buat sharing hasil pemikiran saya..Kalo gimana orang melihat saya..ga jadi pertimbangan saya..mereka mau suka atau tidak itu terserah mereka..toh saya tidak merugikan mereka..dianggap sok pinter ya ga papa..niat saya emang untuk sharing kok..” (sumber: wawancara narasumber Lantip Abimanyu, 25 Juli 2012)

Dijelaskan diatas bahwa melalui pernyataannya, narasumber menunjukkan gaya bahasa maskulin yang dimilikinya. Narasumber senang memberikan informasi yang tidak/ belum diketahui orang lain dan tidak keberatan jika dianggap sok pintar.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bisa dilihat bahwa memang perempuan yang pada level analisa teks dikelompokkan pada gaya bahasa maskulin memang memiliki kecenderungan penulisan status dalam Facebook secara lebih lugas. Dampak perselisihan yang mungkin muncul atas diunggahnya status tersebut tidak dihindari. Ini karena memang telah memiliki kesadaran akan segala resiko yang mungkin muncul. Mereka dengan gaya bahasa maskukin juga terbukti tidak risih ketika harus memberikan informasi terlebih dahulu sehingga bisa membentuk dirinya sebagai sosok yang lebih unggul. Justru terpancingnya reaksi orang lain dari status yang diunggahnya merupakan tujuan yang ingin

commit to user 216

dicapainya. Dalam hal ini Report Talk yang diungkap Deborah Tannen berlaku dalam Facebook, bahwa perempuan disini dalam gaya bahasanya cenderung berorientasi pada status, bukan pada hubungan yang terjalin.

Namun demikian dari hasil wawancara juga ditemukan, bahwa ada narasumber yang masuk dalam kelompok gaya bahasa maskulin terkadang juga menggunakan gaya bahasa feminism, dan sebaliknya. Gambaran tersebut terlihat pada pernyataan narasumber berikut:

“Kadang memeng sesuatu yg penting yg q temui..Kadang iseng..Kadang juga kisah temen..Kadang nyindir temen..Jarang juga tpi pernah jg ungkapan perasaan…” (sumber: wawancara narasumber Khaka Denka Chan, tanggal 6 Juni 2012)

“status itu tempat curhat, kadang lebay juga sich, ya bisa juga buat fun fun aja..di status kadang juga bisa ngeluh, marah, ya pokoknya curahin perasaan. tar saling komentar, dapat perhatian teman bisa ngobrol. Kan gitu..oiya, kalo pas ngungkapi marah ya marah..udah ga mikir kata kata lagi..hehe..kadang nyinyir ya biar..mau dimarahin orang juga ga takut, selama saya bener ya udah..” (sumber: wawancara narasumber Mitha Elycia, tanggal 6 Juni 2012)

Pernyataan diatas menunjukkan, bahwa perempuan dalam Facebook memiliki dinamika tersendiri dalam mengelola akun Facebooknya. Bahwa ada kedinamisan penggunaan gaya bahasa oleh perempuan dalam Facebook, bisa menggunakan gaya bahasa feminism namun juga bisa menggunakan gaya bahasa maskulin. Hanya saja tingkatan dan kecenderungan intensitas penggunaannya lah yang membedakan gaya bahasa secara umum yang digunakan.

Berdasarkan interpretasi peneliti diatas, maka analisa gaya bahasa perempuan dalam dalam Facebook dari analisa teks maupun dari wawancara membuktikan bahwa gaya bahasa yang digunakan mampu mendukung

commit to user 217

pembentukan identitas yang diharapkan. Gaya bahasa feminim tentunya membentuk identitas feminism. Begitu juga dengan dengan gaya bahasa maskulin, maka identitas yang muncul juga identitas yang mengarah ke maskulin. Dengan demikian pengelompokan gaya bahasa oleh Deborah Tannen bisa dikatakan berlaku juga dalam Facebook. Dan gaya bahasa Report Talk yang secara umum dimiliki laki-laki, dalam Facebook gaya bahasa tersebut juga ditemukan digunakan oleh perempuan.