• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisa Level Persepsi

B.1.1 Identitas Terberi

1. Tidak Bisa Mewakili Informasi Diri

Mengenai informasi diri, umumnya narasumber dengan identitas netral mengatakan bahwa memang informasi diri yang dicantumkannya tidak bisa mewakili identitas dirinya. Alasan yang muncul ada dua, pertama karena mereka lebih nyaman untuk tidak membuka dirinya untuk diketahui publik. Ada batasan hal-hal mana yang bisa diketahui publik, namun ada juga yang lebih baik diketahui kalangan terbatas saja. Kedua, karena merasa Facebook dirasa kurang memberi ruang untuk mencantumkan informasi diri.

 Sengaja Membatasi Informasi Yang ditampilkan

Sengaja membatasi informasi yang ditampilkan disini dimaksudkan bahwa narasumber memang sengaja tidak mencantumkan semua informasi karena melihat kepentingan privasi mereka yang tetap harus dijaga. Hal ini sebagaimana terlihat pada pernyataan narasumber berikut:

“iya bener public information ya aku share .. kerja, sekolah, personal interest such as movies, music, book emang dikit yang diisi..soalnya memang ngga terlalu interested juga sih..hanya penikmat bukan penggemar.. dan untuk masing2 group di setnya beda2 y..apa lagi dalam hal view foto..memang semua orang bisa di add sebagai friend…tapi aku tetap

commit to user 199

pengen teman dalam arti sebenarnya yang memang bisa melihat info di fb ku..jadi yah bisa dibilang privacy” (Sumber: wawancara narasumber Ellen Karismariyanti, tanggal 4 Juni 2012)

“wah kayanya ga bisa dech..tidak semua informasi saya share kok..yang penting aja..interest saya ga ada yang saya isi..cuma yang perlu diketahui aja saya share sisanya ga..” (Sumber: wawancara narasumber Irene Ika Safitri SSos, tanggal 26 Juli 2012)

Dijelaskan diatas bahwa narasumber sengaja melakukan pemilihan untuk informasi apa yang akan ditampilkannya, dengan alasan hanya yang penting saja yang akan dibagi guna menjaga privasi. Hal ini menunjukkan bahwa bagi mereka dengan identitas prestasi, informasi diri dalam facebook dinilai tidak bisa menampilkan identitas diri yang dimiliki. Karena memang tidak semua informasi diri dicantumkan. Hanya yang memang dirasa bagian dari public information yang dibagikan

 Tempat Informasi Facebook Tidak Lengkap

Tempat informasi facebook tidak lengkap yang dimaksudkan disini adalah bahwa narasumber melihat informasi dirinya kurang menunjukkan identitas dirinya, bukan karena dia sengaja membatasi apa yang ditampilkannya dalam informasi diri, namun karena ruang yang diberikan facebook untuk dirinya bisa mendeskripsikan dirinya dirasa kurang. Hal ini sebagaimana tampak pada pernyataan narasumber berikut:

“sbenarx kurang cukuppp mwakili...kurang disediakan sama FB nya..hahaha..apaa yaaa..yaa rasae krg aja..hehehe” (sumber: wawancara narasumber Kemilau Hukum, tanggal 5 Juni 2012)

commit to user 200

Sejalan dengan temuan sebelumnya, pernyataan diatas makin menegaskan bahwa bagi mereka dengan identitas prestasi, informasi diri dalam facebook dinilai tidak bisa menampilkan identitas diri yang dimiliki. Bahwa ada informasi yang seharusnya ada tapi malah tidak disediakan Facebook. Facebook dirasa kurang memberi ruang untuk mencantumkan informasi diri sehingga yang dicantumkan dalam Facebook tidak cukup mewakili identitasnya, bukan karena dia tidak menuliskannya, namun karena fasilitas dalam FB yang tidak tersedia

Berdasarkan interpretasi peneliti diatas, maka material data dalam FB dari analisa teks maupun dari wawancara membuktikan bahwa identitas perempuan dalam FB terbagi menjadi identitas terberi, identitas netral, dan identitas prestasi. Hal ini sesuai dengan status attainment model yang dikenalkan Blau dan Duncan (1967), bahwa ada dua status yang sering diperbandingkan, yaitu achievement

status dan ascription status. Achievement status merupakan status yang dimiliki

seseorang yang diasosiasikan dengan berbagai pencapaian seseorang tersebut, yang menggambarkan kualitas dan daya usaha yang dilakukan individu tersebut. Seperti kemampuan kognitif, pendidikan, dll. Sedang Ascription status merupakan status yang dimiliki seseorang yang diasosiasikan dengan latar belakang keluarga, sehingga untuk mendapatkannya orang tidak perlu usaha keras, namun otomatis akan melekat padanya. Seperti pendidikan orang tua, hubungan kekeluargaan, status ekonomi keluarga, dll (Nielsen, 2006: 193-216). Namun demikian, terdapat perbedaan yang menyatakan bahwa dari nama akun, profile picture, dan informasi diri, ternyata profile picture lah yang dalam wawancara ditemukan sebagai

commit to user 201

indikator terbesar dalam pembentuk identitas diri, sedang pada level teks nama akunlah yang dianggap sebagai indikator terbesar dalam pembentuk identitas diri. B.2 Persepsi Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan indikator yang bisa menunjukkan identitas yang ditampilkan seseorang. Berdasar gaya penulisannya, seorang pemilik akun akan bisa ditebak identitas apa dan bagaimana yang ingin ditampilakannya. Pada dasarnya, Cheris Kramarae mengungkapkan dalam Muted Group Theory-nya, bahwa bahasa merupakan man-made construction. Perempuan tidaklah bisa secara bebas mengatakan apa yang ingin dikatakannya secara langsung, karena kata dan norma yang digunakannya telah diformulasikan oleh kelompok dominan dalam hal ini laki-laki.(Griffin, 2011:494).

Deborah Tannen mengungkapkan, bahwa cara laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan sesuatu. Laki-laki cenderung langsung mengatakan sesuatu secara straight to the point, atau yang diistilahkan Tannen sebagai “Report Talk”, apa yang ada diungkapkan apa adanya. Sedangkan perempuan, dalam mengungkapkan sesuatu mengolahnya terlebih dahulu agar penerimaan orang lain atas sesuatu yang dia katakana menjadi lebih baik, atau yang diistilahkan Tannen sebagai “Rapport Talk”. (Griffin, 2011: 438-441)

Pada Facebook, gaya bicara pemilik akun bisa dilihat dari gaya penulisan statusnya. Status dalam facebook merupakan buah pemikiran pemilik akun yang diunggahnya pada akun miliknya. Pada pemaparan dalam bab sebelumnya, dijabarkan, bahwa dari pengamatan terhadap beberapa akun facebook perempuan

commit to user 202

yang berada pada jejaring pertemanan peneliti, ditemukan bahwa gaya bicara perempuan dalam facebook ada dua yaitu :

1. Gaya bahasa feminim 2. Gaya bahasa maskulin

Kedua gaya bahasa tersebut tentunya membawa konsekuensi munculnya identitas yang berbeda. Identitas yang mengarah ke feminism untuk gaya bahasa feminim, dan identitas yang mengarah ke maskulin untuk gaya bahasa maskulin.

B.2.1. Gaya Bahasa Feminim

Dari pemaparan sebelumnya, pada level teks, gaya bahasa feminim merupakan gaya bahasa perempuan dimana gaya bahasa yang ditampilkannya mengadopsi gaya bahasa perempuan yang cenderung berorientasi pada terjalinnya suatu hubungan, sehingga sebisa mungkin menghindari perselisihan dan tidak menunjukkan posisi yang lebih unggul. Perempuan juga lebih banyak bicara di lingkungan privat, yaitu lingkungan yang merupakan bagian dari lingkar pergaulannya. Perempuan juga banyak berbicara untuk menjalin interaksi. Gambaran tersebut sejalan dengan apa yang diistilahkan Deborah Tannen sebagai Rapport Talk. (Tannen, 2003: 25-48).