• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru Sekumpul

Dalam dokumen Hajatan Demokrasi (Halaman 100-105)

Zain Alhakim (Banjarmasin)

Guru Ijai mendorong jamaahnya ikut memilih dalam pemilu. Berharap syariat Islam diterapkan di Martapura.

karismatik ‘Alimul Allamah Al-Arif Billah Asy-Syekh H. Zaini Abdul Ghani ini keturunan ulama besar Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (almarhum).

Makam Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary di Desa Kelampayan, Astambul, Kabupaten Banjar, tiap hari diziarahi ribuan umat muslim dari berbagai pelosok Kalimantan. Semasa hidupnya, Syekh Muhammad banyak menulis kitab terkenal. Salah satunya, Sabil

Al-Muhtadin, yang termasyhur hingga negeri jiran Malaysia dan Brunei.

Ada ungkapan: “Ulama dilahirkan untuk waktu dan tempat yang tepat.” Tampaknya, itu tepat disematkan pada peran ulama di Martapura. Di daerah ini, hingga sekarang ulama memegang posisi penting dalam membina dan menuntun umatnya. Sejak Kerajaan Banjar berdiri hingga era reformasi kini, pengaruh ulama masih kuat.

Sebagai gudangnya aulia, tradisi keulamaan di Martapura tetap lestari. Sebutlah Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, ulama besar setempat yang memiliki tujuh putra, yang kemudian mengikuti jejak ayahandanya menjadi ulama besar. Mereka tersebar di beberapa daerah Indonesia, bahkan hingga ke Sabah, Malaysia.

Citra Martapura mashyur sampai menembus batas regional de-ngan adanya sosok ‘Alimul Allamah Al-Arif Billah Asy-Syekh H. Zaini Abdul Ghani. “Beliau itu intan di ‘kota intan’,” kata seorang jamaah. Ulama yang populer dengan sapaan akrab Guru Sekumpul ini ibarat maestro di kota yang terkenal dengan perajin intannya itu.

Setiap ada pengajian yang digelar di kediamannya, kompleks Ar-Raudhah seakan berubah jadi lautan manusia. Puluhan ribu jamaah dan pengikutnya berdatangan dari berbagai pelosok Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Kelompok pengajian dengan komunitas puluhan ribu jamaah umat muslim ini awalnya, pada 1980-an, digelar di Musala Darul Aman, Jalan Sasaran, Kelurahan Keraton, Martapura. Baru pada 1989 dipin-dahkan ke Sekumpul, sekaligus menandai era baru syiar Islam di bekas

pusat Kerajaan Banjar ini.

Aktivitas kelompok pusat tarekat ini biasanya berupa pengajian atau kegiatan peribadatan, seperti pembacaan Maulid Al-Habsyi, Dalailul

Khairat, dan Shalawat Bardah. Jadwal pengajian dilakukan sekali dalam

sepekan. Pada awalnya digelar empat kali sepekan. Kemudian, seiring dengan menurunnya kesehatan Guru Sekumpul, jadwal pengajian pun dikurangi.

Guru Sekumpul dua kali sepekan harus menjalani cuci darah. Karena itu, kegiatan pengajian hanya bisa berlangsung sekali dalam sepekan. Itu pun hanya untuk kaum pria pada tiap Ahad sore. Sedangkan untuk jamaah wanita ditiadakan.

KH Zaini Ghani memang figur ulama yang benar-benar men-jalankan dakwah tanpa kenal lelah. Di saat sakit mendera, misalnya, dia tetap berusaha sekuat tenaga memimpin pengajian. Bahkan sang aulia tetap memberi pengajian kendati harus dari dalam kamar pribadinya. Kemudian disiarkan via televisi lokal ke sekitar kawasan Sekumpul, hing-ga radius tihing-ga kilometer.

Dalam memimpin pengajian, terkadang ia isi dengan berceramah. Meski kondisinya terus melemah, Guru tetap memimpin komunitas ini, walau tak lebih dari 40 menit. Kehadiran Guru memang selalu ditunggu jamaahnya. Bagi muslim di daerah ini, sosoknya dikenal sebagai simbol penerang dan sumber pencerahan. Karismanya membuat jamaah selalu meneladani segala sikap dan perilakunya.

Apa pun ucapannya menjadi dasar dalam menyikapi berbagai aktivitas keseharian di daerah ini. Ia menjadi panutan kaum muslimin dari berbagai kalangan. Bukan hanya dalam soal agama. Masalah-masalah sosial kemasyarakatan, politik, dan pemerintahan pun dikuasainya.

Puluhan ribu jamaahnya berasal dari berbagai kalangan, mulai kelas bawah sampai atas. Tak terhitung pejabat, pengusaha, elite politik, serta kaum bangsawan, lokal dan tokoh nasional, bertandang ke rumah-nya. Dalam proses demokrasi, sejak pemilu legislatif sampai pemilihan presiden putaran kedua, Guru memilih bersikap netral.

Kenetralan itu dibuktikan dengan menerima semua tokoh partai yang berkunjung ke rumahnya. Toh, jamaahnya tetap antusias ikut dalam proses pemilu. Cuma, tidak semuanya menggunakan hak pilih. Dalam tiga kali pemilihan itu, hanya 85% yang mencoblos. Dalam komunitas ini, ter-catat 300.692 pemilih, tapi hanya sekitar 260.000 yang menggunakan hak pilihnya.

Dalam sejarah republik ini, masyarakat di sini tidak pernah menolak pemilu. Keikutsertaan mereka memilih pun bukan karena ajakan ulama, melainkan semata-mata menjalankan hak dan kewajiban politik sebagai warga negara. Secara resmi, Guru tidak pernah mengeluarkan pernyataan politik, mendukung atau menolak. “Guru menyerahkan pada kami masing-masing,” kata Zainuddin, seorang jamaah.

Sikap ini penting karena hampir semua pengurus partai meng-hadap Guru untuk minta doa restu. Kehadiran tokoh-tokoh elite politik dan capres tertentu memang mendapat perhatian dari jamaah dan masyarakat sekitar. Kunjungan ini sekaligus dipakai sebagai arena kampa-nye, meski tak terang-terangan. “Kami jadi tahu politik karena tokoh-tokohnya sering berkunjung ke sini,” kata Zainuddin lagi.

Dalam berpolitik, Guru Ijai memberi toleransi bagi perempuan untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Tak pernah Guru Ijai melontarkan pernyataan menolak calon pemimpin perempuan, termasuk sebagai presi-den. Toh, hal itu tidak mampu memenangkan pasangan Megawati-Hasyim di daerah ini.

Padahal, sebelum pencoblosan, isu negatif tentang SBY marak di wilayah ini. Ternyata “kampanye hitam” itu tak mampu membendung niat jamaah Guru Sekumpul memilih SBY. Dan, akhirnya SBY-Jusuf Kalla ung-gul mutlak. “Guru tak menganjurkan memilih salah satu di antara mereka. Guru hanya menekankan agar kami menggunakan hak pilih,” ujar Zainal Muarif, seorang pengikut Guru Ijai.

Di TPS Kampung Jawa, Martapura, sekitar kompleks Ar-Raudhah, SBY meraih 4.268 suara, sedangkan Megawati hanya 731 suara.

Secara keseluruhan, di Martapura, pasangan SBY-JK mengungguli Mega-Hasyim dengan 1.096.637 suara (73,30%) berbanding 399.528 suara (26,70%) dari 2.137.008 total pemilih.

Hasil Pilpres Putaran Kedua 2004 di Basis Pengikut Guru Ijai

Lokasi SBY-JK Mega-Hasyim Suara Sah

Kampung Jawa 4.268 (85,4%) 731 (14,6%) 4.999

Martapura 1.096.637 (73,3%) 399.528 (26,7%) 1.496.165

Jamaah Ar-Raudhah berharap, dengan terpilihnya presiden baru, akan ada perubahan. Perubahan yang sangat mereka inginkan adalah diberlakukannya syariat Islam di daerah mereka yang juga disebut sebagai “Serambi Mekkah” itu. Alasannya, hukum yang berlaku sekarang tidak mampu meredam berbagai aksi kejahatan. “Hanya dengan penerapan hukum Islam akan bisa menekan kejahatan,” kata Zainal Muarif.

Dengan mengusung cita-cita itulah, mereka ikut aktif dalam pemilu. Mereka menilai proses demokrasi ini sebagai bentuk pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara. “Itu merupakan hal yang Islami. Tidak menyimpang dari ajaran Islam. Guru juga mendorong kami untuk ikut memilih,” tutur Zainal.

Guru Ijai tutup usia pada Rabu subuh 5 Agustus 2005, setelah dirawat selama sepuluh hari di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Pada Selasa malam 9 Agustus 2005, sang Guru dipulangkan dengan pesawat carter F-28. Esok paginya wafat.

Begitu kabar duka itu tersiar lewat pengeras suara di seluruh masjid dan musala, selepas salat subuh, masyarakat dari seantero Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura. Pasar Martapura yang biasa ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi. Hampir semua kios dan toko tutup. Kantor pemerintahan juga tampak sepi. Pengaruh kuat Guru Ijai masih melekat hingga di akhir hayat.

Dalam dokumen Hajatan Demokrasi (Halaman 100-105)