• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU

3.1. Hikayat Orang Irarutu

Mencari berbagai catatan dan benda-benda yang bisa dijadikan sebagai sumber sejarah orang Irarutu sangat sulit. Perpustakaan daerah kabupaten Kaimana yang diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi tersebut, sementara ini masih berupa bangunan kosong yang berdiri megah di jalan utama kota Kaimana. Jangan bertanya tentang bagaimana koleksi yang ada di dalamnya, papan nama yang bertuliskan perpustakaan daerah hanyalah berupa tempelan huruf yang sudah berjatuhan dan tidak bisa dibaca lengkap. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai alternatif sumber data, juga tidak bisa memberi informasi yang dibutuhkan. Harapan terakhir untuk mendapatkan data adalah Dewan Adat Kaimana. Tetapi harapan itupun tinggal harapan. Pada Dewan Adat Kaimana tidak ada selembarpun catatan sebagai sumber sejarah orang Irarutu.

Tidak ditemukannya dokumen tertulis tentang sejarah orang Irarutu, membuat kami mengacu pada sumber informasi lain. Dalam studi etnografi dan antropologi, untuk membantu mengungkap sejarah suatu Etnik bangsa, salah satunya bisa digunakan informasi tidak tertulis yang dikenal dengan sebutan

mite4 dan legenda5. Perlu disadari bahwa sumber informasi seperti

folklore tersebut tidak bisa dipergunakan begitu saja tanpa

diperkuat dengan data pendukung lainnya. Hal ini karena folklore sebagaimana dikemukakan oleh Danandjaja (1980) mempunyai beberapa sifat yang kurang dapat dipertanggung-jawabkan jika akan dijadikan sebagai satu-satunya sumber informasi. Sifat-sifat

folklore tersebut antara lain: bersifat lisan, tradisional, mempunyai

versi lebih dari satu, berkecenderungan mempunyai bentuk berumus, mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai cerita tersebut dan bersifat pralogis.

Walau demikian, tanpa melupakan kelemahan folklore sebagai sumber sejarah, untuk mengetahui gambaran umum orang Irarutu, dari mana asal mereka, bagaimana persebaranya ini terpaksa ditelusur dari folklore. Dibawah ini kami sajikan beberapa cerita rakyat dapat digunakan sebagai bahan penyusunan sejarah orang Irarutu.

Folklore tentang Matu Tu. Mitologi orang Irarutu sebagaimana tertuang dalam bait-bait asal usul Matu Tu Irarutu. Matu Tu merupakan penggalan kata-kata dalam bahasa Irarutu yang kesemuaannya memiliki makna yang dalam kaitannya dengan sejarah Etnik bangsa Irarutu. Matu Tu berasal dari kata matu artinya manusia, orang dan tu yang berarti kanan, benar, asli atau yang paling sempurna. Menurut pandangan mereka, awal mula terciptanya Matu Tu yang diartikan sebagai manusia asli berasal

4 Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan mempunyai sifat suci oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut. Mite biasanya ditokohi oleh dewa-dewa atau mahluk setengah dewa, terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan kita kenaldan mempunyai masa kejadian yang sangat lalu.

5

Legenda adalah cerita rakyat yang mirip dengan Mite yakni dianggap benar telah terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berdasarkan tokohnya, legenda ditokohi oleh manusia biasa dan seringkali melibatkan adanya mahluk ajaib. Adapun tempat kejadiannya adalah di dunia seperti yang dikenal sekarang.

dari teluk Arguni, tepatnya di kepala air Vi Quri. Matu Tu inilah yang dianggap sebagai pelaku penyebaran kebudayaan dipelosok dunia ini.

Cerita-cerita mereka dilukiskan lewat lagu atau syair yang mengharukan hati setiap orang yang paham tentang bahasa syair tersebut. Lagu dan syair tersebut menceritakan perjalanan manusia pertama Etnik bangsa Irarutu, menceritakan manusia pertama yang asli Matu Tu dan bahasa yang asli Irarutu. Mereka ini Berasal dari Teluk Arguni yang kemudian menjelajahi daerah pedalaman, perairan teluk arguni, dan pantai disetiap pelosok daerah ini. Tokoh yang digambarkan ini pergi membawah semua tehknologi, ilmu pengetahuan, kekayaan dan semua kelebihan yang ada didaerah Teluk Arguni. Dia meninggalkan saudaranya bernama Tugal yang pergi bercocok tanam dengan ditemani seekor Anjing hitam.

Pengembaraan yang dilakukan Matu Tu, mengakibatkan dia mempunyai kepandaian dan keterampilan yang jauh melebihi apa yang dipunyai saudaranya yang ditinggal di tanah Papua. Matu Tu dianggap yang menurunkan Etnik bangsa lain didunia ini. Sementara itu, Tugal beserta keturunannya, karena tertinggal dalam hal kepandaian, penguasaan teknologi dan kehidupan sosialnya, kemudian memiliki ciri fisik yang berbeda dengan saudaranya. Keturunan Tugal dipandang Etnik bangsa lain diseluruh penjuru dunia dengan sebelah mata. Orang Papua sebagai keturunan Tugal dinilai bodoh, tidak mampu berbuat sesuatu padahal mereka tinggal dan tidur diatas kekayaan yang sangat melimpah.

Mereka berkeyakinan ditakdirkan hanya sebagai penjaga harta kekayaan milik semua bangsa didunia ini, tanpa mampu berbuat sesuatu. Suatu ketika kelak, saudara mereka yang pergi membawa kekayaan dan kepintaran Etnik asli Irarutu akan kembali. Kedatangan saudara-saudara yang datang akan

membantu mereka untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan alamnya. Kehidupan mereka kemudian akan berubah menjadi pandai, terampil dan mampu mengolah alam sehingga bisa hidup dengan makmur bersama semua keturunannya.

Folklore Tentang Naru. Diceritakan tentang seorang yang bernama Naru, dia punya kakak yang bernama Mangkubumi, seorang panglima perang. Naru dan Mangkubumi tinggal bersama Mama, adik perempuan dan istri Mangkubumi.

Suatu hari, Mangkubumi yang memang seorang panglima perang, mendapat tugas untuk melakukan Honge suatu perang antar Etnik. Maka berangkatlah Sang panglima Mangkubumi melakukan perang Honge meninggalkan adik laki-lakinya Naru, adik perempuan, mama dan istrinya.

Setelah tiga hari keberangkatan Mangkubumi melakukan

Honge, sang istri mulai merasa kesepian. Untuk menghilangkan

rasa kesepiannya, istri Sang Panglima mulai mendekati Naru, adik Sang Panglima yang merupakan iparnya. Hingga suatu saat Dia dengan sengaja mengundang Naru dan meminta untuk menggambar sebuah tebebagn tato di bagian kewanitaannya. Beberapa kali permintaan tersebut ditolak oleh Naru. Karena dipaksa terus, akhirnya Naru tidak kuasa menolak permintaan Sang ipar. Digambarlah tebebagn di tempat yang diminta kakak ipar tersebut.

Setelah Sang Panglima Mangkubumi pulang dari perang

Honge, dia ingin melepas kerinduan setelah sekian lama

berperang. Sang istri yang sadar telah melakukan perbuatan tidak baik, mencoba menghindar dari Sang suami. Tetapi keinginan yang kuat dari Sang Panglima, istrinya tidak kuasa untuk menolak. Akibatnya, terlihatlah sebuah tebebagn di bagian terlarang istrinya. Dengan marah, Sang Panglima bertanya “siapa yang pasang tebebagn tersebut?” dijawab oleh istrinya bahwa itu adalah hasil karya Naru, sang adik.

Mendengar penuturang sang istri, Mangkubumi marah besar dan ingin membunuh Naru, adiknya. Dia ragu untuk langsung membunuh karena Naru adalah saudara satu darah. Dia juga tidak ingin mama yang telah melahirkan dan membesarkannya menjadi sedih. Tetapi kalau dibiarkan saja, dia tidak kuat menahan sakit hatinya.

Kemudian timbul gagasan Mangkubumi untuk mencelakai adiknya. Diajaklah sang adik berburu burung taun-taun. Berangkatlah mereka mencari burung taun-taun yang biasanya bersarang di atas pohon kayu besi yang besar dan tinggi. Untuk bisa naik ke pohon kayu besi, digunakan panah yang sudah diikatkan pada tali rotan kecil. Tali rotan kecil berfungsi sebagai pengikat tali rotan yang merupakan alat bantu untuk bisa naik dan turun dari kayu besi tumbuh menjulang tinggi.

Setelah tali rotan besar terpasang, dimintalah sang adik Naru, untuk memanjat pohon kayu besi mencari sarang dari burung “taun-taun’. Burung buruannya berhasil ditangkap oleh Naro dan diberikan kepada kakak yang menunggu di bawah pohon. Begitu Naru mau turun, sang kakak kemudian menarik tali rotan besar sehingga terlepas dari ikatannya di pohon. Naru ditinggal diatas pohon sebagai hukuman dari sang kakak Mangkubumi.

Dengan rasa puas, Mangkubumi pulang ke rumah. Karena pulang seorang diri tanpa ditemani adik, sang mama bertanya “mana adikmu si Naru?” mangkubumi menjawab pertanyaan ibunya dengan mengatakan bahwa adiknya ada di belakang. Lama si mama menunggu kedatangan Naru yang memang ditinggal diatas pohon kayu besi, sang mama bertanya lagi “mana Naru kok belum datang juga?” tetapi Mangkubumi tetap menjawab bahwa adiknya ada di belakang.

Naluri sang mama mengatakan bahwa pasti telah terjadi sesuatu pada anak laki-lakinya Naru. Sang mama bersama anak perempuannya kemudian mencari Naru di hutan. Sambil berurai

air mata kesedihan, sang mama memanggil nama anaknya si Naru sambil dinyanyikan. “Naruo... dimana kamu berada nak..?”

Mendengar nyanyian sang mama, Naru menjawab “Naru ada diatas pohon kayu besi mama… saya sudah melihat mama, tetapi tidak bisa turun”. Mendengar Naru menjawab, sang mama senang dan juga sedih karena tidak bisa menolong Naru turun. Setelah berpikir, sang mama meminta Naru melihat sekeliling, siapa tahu ada seseorang yang bisa dimintai pertolongan. Naru melihat dari atas pohon kayu besi pada lingkungan disekelilingnya. Setelah melihat asap mengepul, Naru berkata pada mama bahwa dia melihat asap mengepul. Sang mamapun kemudian mengikuti petunjuk yang diberikan Naru untuk mencari pertolongan.

Sang mama berjalan dari Burada menuju ke Arguni. Sesampai di Sawatwer, mama bertemu dengan lima anak perempuan. Mama bertanya “apakah ada yang bisa menolong anakku yang terjebak diatas pohon kayu besi?” Anak tersebut menjawab “coba minta bantuan pada bapak dan mama saya, siapa tahu dia bisa bantu.. tapi jangan sampai membuat kegaduhan karena bapak dan mama bisa berubah menjelma sebagai ular.”

Dengan berjalan perlahan-lahan agar tidak menimbulkan kegaduhan, sang mama dan anak perempuannya berusaha menemui orang tua dari kelima anak tadi. Tanpa disengaja, mama menginjak potongan dahan yang ada di bawah sehingga menimbulkan kegaduhan. Karena gaduh, jadilah orang tua kelima anak perempuan sebagai ular.

Karena kuatnya keinginan untuk menolong Naru, sang mama memberanikan diri untuk bertemu dengan ular jelmaan orang tua kelima anak perempuan tersebut. Setelah mengutarakan maksudnya, ular bersedia membantu mama menurunkan Naru dari pohon kayu besi. Dengan menyambungkan badan kedua ular, Naru berhasil turun melalui badan ular tersebut. Dengan senang hati

dan rasa haru karena anaknya bia ditolong, mama berterimakasih kepada pasangan ular dan pulang.

Demikian juga dengan sepasang ular, karena sudah merasa terlalu lama meninggalkan kelima anaknya, mereka juga bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang, terdengar suara keramaian. Mendengar suara tersebut, ular yang laki-laki ingin melihat ada apa dengan keramaian tersebut. Namun karena teringat anaknya, dia meminta istrinya untuk pulang menemui anak-anaknya. Sementara dia tetap menuju pada keramaian yang didengarnya.

Ternyata keramaian tersebut adalah suara pesta. Pesta meriah yang disertai dengan minuman keras yang membuat orang-orang yang ikut dalam pesta menjadi mabuk. Melihat adanya ular, orang yang mabuk mulai angkat parang dan menyerang si ular. Di darat, ular tersebut tidak bisa dilukai oleh parang orang-orang yang menyerangnya. Agar terhindar dari amukan, ular berusaha meninggalkan tempat tersebut dengan menyeberang sungai. Orang-orang yang mabuk tetap mengejar walau si ular telah menghindar dan ternyata ketika berada di air, ular tersebut bisa dilukai dan terpotong menjadi tujuh bagian. Daerah dimana terdapat 7 potongan ular ini kemudian dikenal masyarakat sebagai pulau tujuh karena pulau tersebut membentuk rangkaian seperti tubuh ular. Ketujuh pulau tersebut antara lain skoriwar, migimnu,

kagamawa, waru kosi, waru nabad, mahuwa dan fimroreguin.

Folklore Marga Sabuku. Dahulu ada seorang wanita dari kampung Jafir sedang mendayung perahunya di pantai. Ketika melempar pandangannya di tepi laut, dia melihat jambu air “Ufr” yang terbawa arus air pasang. Si wanita ini kemudian mengambil jambu air tersebut dan memakannya. Rasa jambu air yang sangat manis menimbulkan keinginan wanita mencari asal jambu tersebut. Wanita ini menulusuri pantai mengikuti arus air yang sedang surut untuk mencari jambu air tersebut.

Sepanjang perjalanan, dia banyak menemukan jambu air. Tetapi begitu dimakan, rasanya pahit, tidak ada yang manis seperti pertama dia peroleh. Tetapi si wanita ini tidak putus asa mencari buah jambu air manis yang pernah dimakan, sampai akhirnya sampai disalah satu kampung bernama Inari. Ditempat inilah si wanita menemukan buah jambu air yang terasa manis, sama dengan jambu yang terbawa arus teluk ketempat tinggalnya di kampung Jafir tersebut.

Ketika wanita ini berada dibawah pohon jambu air, tiba-tiba ada yang melemparnya dengan alat penikam ikan burma dan tertancap tepat didepan perahu wanita tersebut. Wanita pun tersentak kaget, karena alat penikam ini mengenai depan perahu wanita ini. Dia kemudian mencari si pemilik alat penikam ikan dan menemukan orang yang ternyata laki-laki berada diatas pohon jambu air. Laki-laki mengajak si wanita memetik jambu air bersama dan untuk tinggal bersama. Mereka akhirnya tinggal bersama-sama dikampung Inari.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka berdua bercocok tanam secara alamiah. Kebunnya ditanami ubi, keladi, dan lain sebagainya. Tempat tinggal mereka (sadwen) terbuat dari atap pohon sagu. Disinilah kehidupan mereka berlangsung. Ketika lahir anak mereka, sang suami meminta izin kepada istrinya untuk pergi ke suatu tempat. Sang istri pun mengizinkan kepergian suaminya. Sesaat akan pergi, sang suami berpesan “kamu tinggal, saya pergi tetapi saya akan kembali 3 tahun lamanya”. Sang istri diam saja, entah tidak mendengar atau sengaja tidak mengingat waktu janji hari kembalinya sang suami yang cukup lama tersebut.

Tiga tahun kemudian, tepat waktu yang dijanjikan, sang suami kembali ke rumah. Saat tiba, dia menjumpai anaknya yang sudah berusia 3 tahun. Anak ini berada di rumah kebun (sadwen dedan), sedangkan sang istri tidak ada. Melihat situasi ini sang ayah pun bertanya kepada anaknya “dimana ibu mu?” Anaknya spontan

menjawab, “ibu bersama ayahku ada dikebun”. Mendengar jawaban itu sang ayah tersentak kaget. Rasa kecewa yang mendalam, sedih dan terluka berkecamuk dalam hatinya. Dia merasa istrinya telah berhianat. Dia kemudian menjelaskan bahwa dialah ayah yang sebenarnya.

Untuk membuktikan kata-kata sang anak, sang ayahnya pergi ke kebun. Ketika sampai dikebun, ia melihat sang istri sedang bercocok tanam bersama suaminya yang baru. Istri bersama suami barunya lagi menanam keladi wagt. Suami yang membuat kolam keladi memakai sebuah tugal, alat penanam keladi yang dibuat dari pohon kayu kecil. Melihat kenyataan ini, sang suami marah. Tanpa terlihat oleh pasangan yang sedang bercocok tanam ini, dia mencabut pohon keladi yang baru ditanam pasangan sebagai luapan amarahnya.

“...de pu suami tikam kolam keladi, terus maitua tanam

keladi, laki-laki bekas suaminya ini datang cukil kasih keluar keladi-keladi. Begitu terus menerus, jadi dorang dua yang batanam ini su heran-heran, kenapa keladi yang dong tanam ini tacabut terus?”

“...terus de pu paitua tanya...ko su tanam setiap kolam

yang sa tikam itu ka? Baru sudah tanam baik itu?”

“...de pu istri jawab sudah semua? Baru kenapa kolam

yang ko tanam itu...keladi bisa tacabut keluar?”

Karena sudah mengetahui secara jelas, Ayah dari anak ini kemudian pergi. Begitu berlalu, sang anaknya mulai merasakan bahwa pria yang baru ia temui adalah ayah kandungnya yang akan pergi meninggalkan dirinya dan ibunhya untuk selamanya. Sebelum pergi, sang ayah sempat berpesan kepada anak laki-lakinya bahwa :

“...ja ge bu fa... oroge bu mi, mi adni se, msi mo roge....mo fumta roge bun fur nene i, mote omar fi mettut of. Fur

wengga nfna : Jamu, wasioe, utn, tuf je taf of, mese mo ad bu bidi...bun ifur en senate bu mar wengga ened mar mwge i.”

(...saya mau pergi, kamu akan tinggal disini dan punya anak.. anak pertama nanti perlu dilakukan upacara pantangan.. dia tidak boleh makan kasuari, kangguru pohon, ikan gurapu... kalau sudah besar dan sudah melakukan upacara maka makanan tadi boleh dimakan..)

Sang anak melihat kepergian ayahnya dengan perasaan sedih.ia tidak bisa mencegah ayahnya pergi. Ia juga merasa tidak mungkin lagi bisa bertemu ayahnya. Isak tangis pilu di hatinya dilukiskan lewat suara tangisan, namun sang ayah tetap berbulat hati pergi jauh meninggalkan anak tersebut.

Mendengar tangisan si anak, sang ibu beserta suami barunya pulang ke rumah. Sang anak bercerita tentang apa yang dialaminya. Setelah mendengar cerita, barulah ibu dan ayah tirinya menyadari, bahwa tanaman keladi yang tercabut saat ditanami tadi, merupakan perbuatan ayah si anak. Mereka baru mengetahui ternyata mantan suaminya sudah pulang dan akan pergi lagi, karena perbuatan istri menikah dengan orang lain.

Tanpa putus asa, sang anak mengejar ayahnya sambil menangis dengan suara yang memilukan hati sang ayah. Namun sang ayah tetap pergi. Anak ini mengejar sambil memegang cawat ayahnya. Ayahnya menepis tangan anak ini dengan sentakan kuat, tetapi sang anak tetap berlarih dan meraih cawat ayah tercinta, begitu terus menerus. Kemudian sang ayah memanjat tempat yang tinggi untuk menghindar, namun si anak tetap memegang ujung cawatnya (ffur rba).

Sang ayah yang kehabisan akal memutuskan ujung cawat dengan parang agar anaknya bisa terlepas darinya. Kemudian ayah ini mengambil tali-tali semak lalu melempar ke arah depan anaknya. Tali semak dilempar seperti jala ke arah anaknya. Sang

ayah kemudian memanjat tangga naik ketempat yang tinggi sekali. Sang anak kehilangan jejak sang ayah. Dia kemudian kembali ke ibunya dan tinggal sampai dewasa ditempat tersebut.