• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potret Kesehatan Masyarakat Kampung Jawera

SELAYANG PANDANG KESEHATAN MASYARAKAT

5.5. Potret Kesehatan Masyarakat Kampung Jawera

Kampung Jawera adalah salah satu kampung tempat Pemerintah membangun Pustu di tahun 2007 sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Pada tahun awal pasca pembangunan, Pustu dengan segala kegiatannya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ada petugas kesehatan dan ada pelayanan kesehatan. Namun pelayanan Pustu hanya berlangsung sekitar dua tahun karena petugas yang menempati Pustu harus kembali ke kota untuk keperluan pendidikan. Tenaga pengganti yang sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan tidak kunjung menempati posisinya. Sejak itulah, Pustu di kampung Jawera menjadi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak berfungsi. Pelayanan kesehatan kepada penduduk kampung dilayani oleh pusling pada waktu-waktu tertentu. Kalau ada kondisi emergensi maka penduduk bisa langsung meluncur menggunakan long boat menuju Puskesmas.

Ketika peneliti datang di kampung Jawera sebagai lokasi penelitian, Pustu masih berupa bangunan tak berpenghuni. Selang beberapa saat setelah kedatangan peneliti, datang pula petugas kesehatan untuk menjalankan tugasnya di Pustu Kampung Jawera. Seharusnya petugas kesehatan ini sudah lama tinggal di Pustu sesuai surat keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Alasan ketidaklayakan Pustu untuk ditempati, petugas kesehatan memilih untuk tinggal di Puskesmas induk.

Pada pertengahan bulam Mei 2014, tenaga kesehatan yang kebetulan berprofesi bidan datang ke kampung Jawera dan

menetap di Pustu. Tugas yang diemban adalah melakukan pelayanan pengobatan, KB, pemantauan Posyandu dan gizi, pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan pasca persalinan dan penjaringan penyakit menular atau tidak menular.

Pada umumnya penduduk Etnik Irarutu kampung Jawera sudah menyadari kegunaan berbagai fasilitas kesehatan, seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu). Hal ini terlihat dari banyaknya warga masyarakat yang datang ke Pustu, terutama orang tua dan anak-anak. Jika mereka merasa tidak enak badan maka mereka datang ke Pustu untuk memeriksakan kesehatannnya seperti pemeriksaan tekanan darah atau sekedar meminta obat.

Penyakit, keterbatasan data yang kami peroleh di Puskesmas membuat kami sedikit mengalami kesulitan menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tanusan dan Kampung Jawera khususnya. Profil kesehatan yang diharapkan bisa memberikan informasi kondisi kesehatan ternyata tidak bisa ditemukan. Berdasarkan catatan di buku register, diskusi dengan petugasdan pengamatan, kami mencoba menggali informasi yang dibutuhkan tentang penyakit, KIA dan hal lainnya.

Malaria

Ketika berada di kampung Jawera, kami mewawancarai warga yang datang berobat ke Pustu. Salah satu informan ‘JM’ datang ke Pustu kampung Jawera dengan keluhan panas tinggi disertai sakit kepala dan sakit tulang-tulang. Berdasarkan keluhan tersebut, petugas kesehatan kemudian melakukan pemeriksaan darah dengan Rapid test malaria. Dari hasil pemeriksaan, dia didiagnosa menderita penyakit malaria.Dikemukakan lebih lanjut oleh ‘JM’ kalau dia sudah mengalami panas tinggi sejak kira-kira 4 hari sebelum dia datang ke Pustu. Kadang badannya terasa dingin sampai dia menggigil. Untuk mengatasi rasa dinginnya, dia

menutupi badannya dengan selimut. Sakit kepala juga dia rasakan tapi tidak terlalu mengganggunya. Begitu juga dengan rasa sakit tulang-tulang, memang terasa tapi masih bisa ditahan.

Untuk mengatasi rasa sakitnya, dikemukakan bahwa dia mengkonsumsi ramuan tradisional daun Wams Efut.Daun tersebut dipercaya mempunyai fungsi untuk mengobati penyakit dalam. Itulah pengetahuan yang dipunyai berdasarkan cerita orang tuanya dan orang-orang tua lainnya. Cara pengolahan daun Wams Efut tersebut dilakukan dengan mengambil 3 – 4 lembar daun yang kemudian direbus dengan segelas air. Setelah daun direbus, sebagian air akan menguap dan akan tersisa kira-kira setengah gelas ramuan. Kemudian informan meminumnya dalam keadaan masih hangat. Dalam satu hari, informan hanya meminum ramuan tradisional sebanyak sekali saja.

Tetapi nampaknya, tindakan mengobati sendiri gejala sakit yang diderita tidak membuahkan hasil yang berarti. Keadaan itulah yang mendorong untuk datang berobat ke Pustu.Didiagnosa menderita malaria, informan mendapatkan obat malaria seperti Darplex (Dihydroartemisinin) dan primakuin dari Pustu. Beberepa hari kemudian setelah mengkonsumsi obat secara rutin, yang bersangkutan mengaku kalau badannya sudah merasa enak kembali.

Ketika ditanya tentang penggunaan kelambu, sebagai cara untuk menghindar dari gigitan nyamuk, informan mengungkapkan kalau memang selama ini dia dan keluarganya tidak pernah menggunakan kelambu. Bagi dia dan keluarganya, menggunakan kelambu merupakan hal yang penggunaannya susah dan merepotkan. Baginya hanya cukup menggunakan obat nyamuk bakar untuk menghindarkan diri dari nyamuk.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Ada juga salah satu informan ”Y” yang datang ke Pustu karena mengeluhkan batuk beringus yang sudah dialaminya

selama 3 hari. Sebelum berobat ke Pustu, informan mengobati rasa sakit yang di deritanya dengan cara meminum ramuan tradisional perasan jeruk nipis dan kunyit . Pengetahuan tentang resep tradisional tersebut informan dapat dari turun-temurun. Informan bisa mendapatkan jeruk nipis dan kunyit dari kebun yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Mengobati penyakit batuk dan pilek dengan cara tradisional dilakukan dengan memeras jeruk nipis dicampur perasan kunyit yang sebelumnya dihaluskan agar mudah mengeluarkan air. Campuran perasan jeruk nipis dan kunyit, langsung diminum tanpa diberi tambahkan apapun, termasuk air. Takaran untuk meminum ramuan perasan jeruk nipis dan kunyit yaitu dua sendok makan atau bisa juga seperempat gelas.

Gambar5.5. Kunyit dan Jeruk Nipis Sumber: Dokumentasi Peneliti

Mengobati penyakit batuk dan pilek dengan cara tradisional dilakukan dengan memeras jeruk nipis dicampur perasan kunyit yang sebelumnya dihaluskan agar mudah mengeluarkan air. Campuran perasan jeruk nipis dan kunyit, langsung diminum tanpa diberi tambahkan apapun, termasuk air. Takaran untuk meminum

ramuan perasan jeruk nipis dan kunyit yaitu dua sendok makan atau bisa juga seperempat gelas.

Ramuan tersebut di percaya oleh orang-orang tua untuk menarik lendir.Namun setelah informan meminum ramuan tersebut beberepa kali, ternyata tidak dapat menghilangkan rasa sakit yang dideritanya. Setelah memeriksakan kondisi kesehatannya ke pusti dan meminum obat, dia merasa ada perubahan dan merasa kalau batuk beringusnya hilang.

Diare

Informan “R” mengaku kalau dia sudah buang air besar cair kurang lebih 4 kali per hari, selama 2 hari. Tinjanya cair, tidak ada lendir dan darah, tinjanya tidak berbau busuk. Dia tidak tahu mengapa sampai menderita diare. Menurutnya, apa yang dia makan sama dengan anggota keluarga lainnya. Tapi mengapa hanya dia yang terkena diare, sedangkan yang lainnya tidak. Hal yang dirasakan adalah perutnya sakit dan badannya terasa lemas.

Informan mengaku tahu bahwa ada resep tradisional untuk mengatasi diare, yakni berupa makan daun jambu biji tanpa di rebus dahulu. Daun jambu biji oleh orang tuanya dipercaya akan menyembuhkan penyakit diare. Terkait dengan penderitaannya, dikatakan bahwa dia tidak tertarik dengan ramuan tradisional. Karenanya, informan tidak pernah pernah mengatasi masalah kesehatannya dengan menggunakan ramuan tradisional, sebagaimana yang diyakini dan dilakukan orang tuanya tersebut.

Dahulu ketika petugas kesehatan menempati Pustu, setiap menderita diare, dia membeli obat diare di warung. Setelah ada petugas Kesehatan di Pustu, informan dan anak-anaknya jika mengalami gangguan kesehatan dia mengaku akan pergi ke Pustu untuk meminta obat kepada tenaga kesehatan. Pada kasus ini, yang bersangkutan mendapatkan oralit dan beberapa obat minum yang lain dari tenaga kesehatan di Pustu. Dari pengakuannya setelah minum oralit dan obat minum yang di berikan oleh tenaga

kesehatan, dia sudah tidak merasa lemas dan diarenya sudah berhenti.

Tuberkulosis

Ketika kami berada di kampung Jawera, kami menemui salah satu warga yang berinisial ‘YW’, mempunyai gejala batuk berdahak yang sudah lama dengan postur tubuh kurus. Dahaknya berwarna putih dan kadang-kadang warna putih dengan strip darah. Menurut pengakuan informan bahwa dia pernah tinggal serumah dengan sepupunya yang menderita penyakit paru-paru selama kurang lebih satu tahun. Setelah itu dia pindah ke rumahnya yang sekarang karena ikut suaminya. Untuk mengatasi penyakitnya, Informan melakukan pengobatan dengan ramuan tradisional yang merupakan warisan leluhur.

Pengobatan tradisional yang informan lakukan adalah dengan meminum ramuan daun sirsak ero tubr syeno. Cara mengolah ramuan ini yaitu dengan cara merebus ujung daun sirsak sebanyak 4-5 daun dengan segelas air, setelah direbus ramuan itu akan menjadi setengah gelas air. Kemudian informan biasanya meminum ramuan tersebut ketika masih hangat. Ramuan ini harusnya diminum satu kali sehari tetapi informan tidak meminum ramuan ini setiap hari. Informan meminumnya jika mengalami batuk-batuk saja. Menurutnya ramuan itu cuma mengurangi batuknya tapi tidak menghilangkan batuk yang dialaminya.

Selain itu informan juga mengaku kalau pernah menjalani pengobatan obat program. Dia mengatakan pengobatannya itu dijalaninya setelah dia diperiksa di Puskesmas, waktu itu dia disuruh untuk mengumpulkan dahak pada wadah yang telah disiapkan di Puskesmas. Tapi sayangnya dia tidak meminum obat paket secara teratur dan tidak sampai selesai. Menurut pengakuannya tidak selesainya dia minum obat program itu karena petugas pengawasan minum obat program semua pindah tempat

kerja. Informan melakukan pengobatan dengan “obat program” sampai 4 kali dan itupun tidak selesai.

Gambar5.6. Daun Sirsak

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Observasidilingkungan rumah,terlihat bangunan rumah terbuat dari beton, beratapkan seng dan berlantaikan plester. Beberapa bagian rumah, khususnya di bagian dapur, beralaskan kayu. Di rumah tersebut terdapat banyak ventilasi, berupa jendela. Jendela dibangunan rumah tersebut tidak mempunyai daun jendela. Jendela terdapat di ruang tamu dan ruang tengah. Jendela di tutup hanya menggunakan gordin. sehingga pada malam hari angin dapat berhembus masuk ke dalam rumah. Setiap hari yaitu pada siang hari gordin rumah selalu di buka. Terdapat 4 kamar di rumah tersebut. Namun, tidak dilengkapi dengan ventilasi. Tempat memasak berdekatan dengan kamar yang digunakan untuk ibu beserta bayi yang masih berumur 1 bulan. Untuk memasak di rumah tersebut menggunakan kompor dan tungku.

Hipertensi

Selama kami di kampung Jawera, ada lima pasien yang datang ke Pustu untuk memeriksakan tekanan darah. Salah satu informan “MM” datang dengan keluhan sakit kepala, sukar tidur dan leher terasa tegang. Dan gejala itu sering informan rasakan, bahkan hampir setiap hari dirasakannya. Setelah tenaga kesehatan di kampung jawera memeriksa tekanan darahnya ternyata informan memiliki tekanan darah sistole 140 mmHg dan diastole 100 mmHg. Informan mengaku memiliki riwayat hipertensi sudah dia derita sejak 5 tahun yang lalu. Pertama kali tahu kalau mempunyai hipertensiketika memeriksakan sakitnya di Puskesmas kota. Dikatakan oleh petugas Puskesmas kota bahwa dia menderita hipertensi.

Menurut pengakuan informan bahwa dia mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, karena informan tidak bisa makan tanpa ikan asin. Dia juga biasa minum kopi setiap harinya 5-7 kali. Informan juga seorang perokok, rokok yang dikonsumsinya jenis filter. Dia menghabiskan rokok setiap harinya lebih dari 10 batang. Pekerjaannnya sebagai nelayan, membuat dia tidak bisa berhenti dari kebiasaan minum kopi dan merokok. Hal itu dilakukan untuk mengatasi dinginnya angin di malam hari.

Penyakit kulit

Kebanyakan penyakit kulit di kampung Jawera berupa penyakit kulit karena jamur. ”IM” salah seorang yang menderita penyakit kulit. Kulitnya tampak bersisik, warnanya agak putih keabu-abuan dan terasa sering gatal pada permukaan kulitnya. Setiap merasakan gatal, IM mempunyai kebiasaan mengolesi yang gatal dengan minyak. Minyak yang dia beli di warung, yang sebenarnya mempunyai fungsi sebagai minyak urut. Menurut pengakuannya, setelah di olesi minyak tersebut, rasa gatal yang dideritanya akan terasa berkurang. Namun beberapa saat kemudian rasa gatal tersebut kembali lagi.

Rasa gatal yang diderita sangat mengganggu kegiatan dan aktifitas sehari-hari. Pemberian minyak oles yang diharapkan mampu mengatasi rasa gatalnya tidak mampu benar-benar menyelesaikan masalahnya. dan di kasih minyak tidak kunjung sembuh, informan datang ke Pustu untuk meminta obat kepada petugas kesehatan. Informan mengatakan setelah minum obat yang dikasih petugas kesehatan di Pustu dan salep jamur, gejala-gejala yang tadi, menghilang dan kulit kembali normal. Walaupun dia harus minum obat sampai kurang lebih 1 bulan lamanya.

Menurut pengakuan informan, dia mandi satu kali dalam sehari. Informan mandi dengan menggunakan air saja tanpa menggunakan sabun mandi. Air yang di gunakan untuk mandi adalah air sumur yang informan ambil tidak jauh dari rumahnya. Sedangkan kalau musim kemarau susah untuk mendapatkan air sumur informan mandi tiga hari satu kali. Karena air sumur dia manfaatkan untuk kebutuhan minum dan memasak.

Lain halnya dengan informan “DM”, dia mengalami penyakit kulit yang diakibatkan oleh kutu. Gejalanya berupa, timbul luka-luka kecil pada sela-sela jari-jari tangan dan kaki. Luka-luka ini gatal terutama pada sore dan malam hari. Kadang-kadang tampak kutu-kutu kecil warna putih. Informan sangat terganggu dengan penyakit ini, dan meminta obat ke Pustu. Obat yang di berikan oleh tenaga kesehatan berupa salep dan obat minum. Menurutnya setelah menggunakan obat yang di berikan oleh tenaga kesehatan rasa gatal-gatal sudah mulai berkurang dan luka-luka kecil di sela jari-jari kaki juga sudah mulai sembuh. Menurut informan pertama dia terkena penyakit kulit, setelah dia menokok sagu di hutan dan kakinya terkena kotoran anjing. Pada malam harinya dia merasa gatal-gatal di sela-sela jari.

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Sebelum ada tenaga kesehatan, untuk penimbangan bayi yang baru lahir atau balita, di kampung jawera dilakukan oleh para masyarakat. Mereka yang

melakukan penimbangan adalah warga yang sudah di tunjuk oleh masyarakat jawera.Penimbangan dilakukan tanpa ada pencatatan penimbangan.Bahkan mereka juga menolong persalinan.Namun, mereka juga tidak dapat pelatihan tentang pertolongan dan pelatihan tentang kesehatan. Seperti yang di ungkapkan oleh salah satu informan ‘AM’

“Orang kalo bersalin di di tolong warga, karena trada

suster di kampung sini. Nanti kalo su besar baru di bawa periksa ke Puskesmas Tanusan. Di kampung sini ada timbang sama ibu-ibu kader, biasanya di rumah salah satu kader…”

Setelah ada tenaga Kesehatan di kampung Jawera, masyarakat tidak perlu lagi ke Puskesmas Tanusan untuk berobat.Kesadaran masyarakat Jawera untuk mendatangi fasilitas kesehatan yang ada di kampung Jawera bisa di bilang tinggi.Pasien yang datang ke Pustu untuk berobat setiap harinya 9-11 orang. Selain pergi ke fasilitas kesehatan, mereka juga masih berobat secara tradisional dari turun-temurun. Meraka biasanya berobat memakai daun-daun yang tumbuh di hutan dekat dengan permukiman mereka.

Selama berada di Kampung Jawera, kami menjumpai dua kasus ibu melahirkan dengan dibantu oleh keluarganya. Dalam dua kasus tersebut, pemeriksaan kehamilan pertama semuanya dengan tenaga kesehatan.Hal ini juga mereka lakukan untuk memastikan kehamilannya.Kami mendapat informasi dari bidan desa bahwa mereka yang hamil juga mempunyai buku catatan kehamilan sesuai dengan pemeriksaan, semua tercatat bahwa K1 dan K4-nya tercapai.Ke duanya aktif memeriksakan kehamilan di Puskesmas Tanusan walau perjalanan menuju Puskesmas Tanusan yang berjarak sekitar 6 km dari kampung jawera dan hanya bisa ditempuh menggunakan transportasi laut.

Meskipun pemeriksaan sudah dilakukan sedemikian rupa ke bidan di Puskesmas Tanusan, tetapi pada akhirnya mereka melahirkan dengan bantuan keluarganya sendiri. Menolong persalinan oleh keluarga nampaknya merupakan hal yang biasa dilakukan penduduk kampung. Kaluarga yang melahirkan tidak mau memanggil bidan di Pustu yang hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Alasan yang dikemukakan terkait keengganan memanggil bidan adalah rasa sungkan dan takut mengganggu karena persalinan terjadi menjelang tengah malam. Baru keesokan harinya, setelah kabar kelahiran itu tersiar, bidan yang ada di Pustu segera datang untuk memeriksa kondisi ibu yang baru bersalin beserta bayinya.

Kedepan, masyarakat perlu lebih tahu dan sadar tentang peran bidan sebagai penolong persalinan. Setidaknya bidan sudah mendapat pendidikan khusus untuk menolong persalinan dan ditunjang ketersediaan peralatan medis yang lebih canggih dibandingkan keluarga yang sudah menolongnya. Sebagai contoh, Kasus yang kami jumpai adalah seorang ibu yang setelah bersalin tampak sangat pucat dan lemas. Ibu itu mengalami perdarahan pasca melahirkan. Setelah bidan datang dan memeriksanya, ternyata plasenta (ari-ari) ibu tersebut belum seluruhnya dikeluarkan dari rahim.Setelah bidan membersihkan sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rahimnya, barulah ibu tersebut merasa tidak begitu lemas.Jika semua warga Etnik Irarutu Kampung Jawera sadar akan pentingnya keselamatan ibu dan anak, semestinya mereka akan memanggil bidan dari Pustu tempat tinggal mereka.

Pelaksanaan Posyandu. Kegiatan Posyandu di kampung Jawera di laksanakan pada tanggal 8 (delapan) setiap bulan. Namun, seringkali kegiatan Posyandu ini tidak terlaksana. Baik untuk pemeriksaan ibu hamil maupun balita. Posyandu yang ada di kampung Jawera ini di kelola oleh para kader yang terdiri dari

ketua, wakil, sekertaris dan bendahara.Sementara bidan sebagai tenaga pelaksana di lapangan dibantu oleh para kader.

Kegiatan yang dilakukan dalam Posyandu adalah pelayanan pemantauan pertumbuhan (penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan) balita, pelayanan imunisasi, dan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pelayanan ibu berupa pelayanan ANC (Ante Natal Care), kunjungan pascapersalinan (nifas) dan pelayanan anak berupa deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang balita.Namun, dalam Posyandu di kampung jawera ini hanya melakukan penimbangan berat badan balita.Setelah melakukan penimbangan dan pencatatan kader melaporkan hasil penimbangan ke Puskesmas Tanusan.

Gambar 5.7.

Pelaksanaan Posyandu di Kampung Jawera Sumber: Dokumentasi Peneliti

Pada saat kegiatan Posyandu hendak di laksanakan, kentongan di Kampung Jawera dibunyikan untuk memanggil ibu-ibu agar mengajak balita mereka ke Posyandu untuk penimbangan

berat badan.Sambutan masyarakat kampung Jawera untuk membawa balitanya ke Posyandu sangat bagus.Mereka sudah sadar dengan pentingnya Posyandu, agar bisa memantau pertumbuhan balitanya.

Pada Gambar 5.7 tampak bahwa pelayanan Posyandu tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Di tempat pelaksanaan Posyandu hanya terdapat peralatan seadanya, seperti alat timbang dan buku laporan kegiatan.Posyandu di kampung Jawera tidak mempunyai tempat yang layak untuk kegiatan Posyandu, karena ketersediaan sarana dan prasarana. Jadi, kader memutuskan Posyandu di lakukan di rumah salah satu kader dan alakadarnya. Karena menurut ketua kader terlaksananya Posyandu lebih penting dari pada tempatnya walaupun hanya untuk penimbangan.Paling tidak bisa mengetahui perkembangan balita yang ada di kampung jawera. Padahal masyarakat kampung Jawera sangat membutuhkan kegiatan penyuluhan tentang kesehatan karena pengetahuan tentang kesehatan masyarakat kampung Jawera sangatlah kurang. Hal positif yang dapat dilihat yaitu ibu-ibu sudah mulai menyadari akan pentingnya Posyandu.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Kegiatan untuk berperilaku hidup secara bersih dan sehat merupakan hal penting yang harus dilakukan masyarakat sehari-hari. Terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat Irarutu di kampung Jawera, gambarannya adalah sebagai berikut.

Mencuci tangan

Sebagian besar para ibu Etnik Irarutu di kampung Jawera tidak mengerti akan kebersihan dalam mencuci tangan. Hal ini terjadi karena mereka masih kurang dalam pengetahuan tentang kebersihan serta rendahnya tingkat pendidikan warga kampung jawera secara keseluruhan dan ibu - ibu pada khususnya. Para ibu Etnik Irarutu kurang menjaga kebersihan dirinya bisa dilihat dari kebiasaan mereka yang tidak mencuci tangan dengan

menggunakan sabun terlebih dahulu sebelum mengerjakan suatu pekerjaan. Contohnya saja, mereka tidak terbiasa mencuci tangan dahulu sebelum memasak. Terkadang para ibu yang baru pulang dari kebun, tangan mereka masih kotor atau masih ada tanah yang menempel di tangannya, mereka langsung saja memasak makanan untuk anak-anaknya dan keluarganya yang lain, tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Mereka beranggapan bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan memakai sabun sebelum mengerjakan sesuatu itu sudah biasa dan lebih praktis. Untuk mencuci tangan dengan air saja tidak mereka lakukan, apalagi mereka mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Hampir di setiap rumah, kami tidak pernah menemukan sabun yang disediakan khusus untuk dipakai sebagai sabun cuci tangan. Kurangnya pengetahuan tentang mencuci tangan dengan memakai sabun bisa dilihat juga dari kebiasaan mereka memberikan air susu ibu terhadap bayinya. Hampir semua ibu Etnik Irarutu di Kampung Jawera tidak mencuci tangan dahulu sebelum memberikan air susu ibu pada anaknya, apalagi mencuci tangan dengan menggunakan sabun.

Selama kami di kampung Jawera, kami mengamati orang-orang yang menggunakan fasilitas jamban umum yang disediakan pemerintah. Di situ kami lihat, warga kampung jawera yang masuk jamban tersebut tanpa membawa sabun. Kami beranggapan mungkin terdapat sabun yang disediakan dalam jamban itu. Namun ternyata, setelah kami melihat masuk ke dalam jamban,