• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELAYANG PANDANG KESEHATAN MASYARAKAT

5.7. Pengetahuan Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional sebagai upaya penyembuhan telah lama dikenal dan dipraktekan oleh berbagai masyarakat. Demikian pula dengan masyarakat di wilayah teluk Arguni. Alam yang diberkahi dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati, telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai sumber kehidupan. Selain untuk dikonsumsi, dengan pengetahuan dan teknologi yang diturunkan nenek moyangnya, sumberdaya alam yang ada juga dimanfaatkan sebagai media pengobatan.

Kekayaan alam Papua yang mengandung keaneka-ragaman tanaman bahan obat bukanmerupakan isapan jempol belaka. LIPI telah melakukan penelitian di daerah Wamena tentang kekayaan hayati bahan obat-obatan di alam Papua(http://intsia.wordpress.

com/2009). Dengan melihat pada satu wilayah adat saja, LIPI berhasil menemukan tanaman obat lebih dari 70 jenis yang termasuk dalam 62 genus dan 37 famili. Bberapa jenis tumbuhan tumbuhan bahan obat yang ditemukan di hutan tersebut antara lainRhododendron macgregoriae sebagai anti bakterial,

Myrmecodia aureospinosa yang diduga bisa menyembuhkan

kanker, Buah Merah atau Pandanus conoideus dan Tukeatau

Pandanus julianettii sebagai obat “panacea”, Witara atau Solanum nigrum, Mege atau Mucuna pruriens untuk penyakit parkinson,

Itanamuke - Rhododendron macgregoriae sebagai anti bakterial. Di wilayah lain tanah Papua, di wilayah adat kampung Etnik Irarutu di kabupaten Teluk Bintuni, PERDU (http://intsia. wordpress.com/2009) berhasil mengidentifikasi 41 jenis tanaman obat. Hanya saja yang dilakukan tersebut belum sampai pada kajian farmakologis. Jenis-jenis bagian tumbuhan hutan yang dimanfaatkan masyarakat kampung adalah daun, akar, kulit kayu dan tumbuhan menjalar yang disebut masyarakat setempat sebagai tali.Pemanfaatan tanaman bahan obat tersebut bermacam-macam. Masyarakat setempat menggunakan tanaman bahan obat untuk menurunkan panas, batuk – flu, sakit kepala, diarhe, patah tulang, anti septik, penghilang nyeri, penyubur wanita, pemacu produksi air susu ibu, obat cacing, anti malaria, anemia, dan anti jamur.

Studi etnografi kesehatan yang juga dilakukan di Etnik bangsa Irarutu di wilayah teluk Arguni, tidak dalam upaya meneliti pengobatan tradisonal. Studi ini sekedar untuk menunjukkan bahwa orang Irarutu di wilayah teluk Arguni tidak jauh berbeda dengan saudara-saudara lainnya di tanah Papua. Bahwa mereka juga mempunyai kerifan lokal untuk beradaptasi dengan alam lingkungan dimana dia menetap. Bahwa mereka juga punya pengetahuan dan teknologi untuk mengolah berbagai bahan yang disediakan alam guna mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Namun demikian, studi ini sekilas membahas pemanfaatan pengobatan tradisonal sebagai bagian dari pengetahuan masyarakat. Di wilayah Arguni juga memiliki beberapa tumbuhan lokal. Beberapa diantaranya adalah :

Wams Efut

Tanaman ini sangat mudah didapatkan oleh masyarakat Etnik Irarutu.Tanaman ini bisa tumbuh di pekarangan rumah dan di dalam hutan yang tidak jauh dari permukiman mereka. Yang bisa di buat obat pada tanaman ini adalah daun dan akarnya.Cara mengolahnyapun cukup mudah, untuk daunnya bisa di rebus dengan air lalu di minum sedangkan akarnya di bakar dan abunya bisa di campur dengan makanan.

Gambar 5.14.

Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Wams Efut” Sumber: Dokumentasi Peneliti

Tanaman ini di percaya Etnik Irarutu mempunyai manfaat untuk penyakit dalam atau luka dalam, seperti penyakit Tuberkulosis atau Etnik Irarutu mnyebutnya sakit batuk yang bertahun-tahun.Tanaman ini juga sebagai obat malaria dan pegal-pegal.

“…jadi bapak biasanya ke hutan itu ambil daun-daun itu, bapak pu malaria itu langsung hilang dan pegal-pegal hilang…..”

Tanaman ini tidak hanya bisa di buat obat untuk orang dewasa tapi untuk anak-anak dan bayi juga. Kalau anak bayi yang sakit panas bisa di kasih tanaman tersebut dengan cara abu akar pohon di campur dengan bubur

Wams Ro

Daun yang disebut Wams ro, oleh masyarakat Etnik Irarutu disebut juga sebagai daun darah. Dikenal dengan sebutan daun darah karena kalau direbus, air akan berwarna kemerahan. Tanaman ini mempunyai rasanya pahit, tanaman ini bisa di temukan di hutan dekat permukiman kampung jawera.Yang bisa di manfaatkan pada tanaman ini adalah daunya.Cara mengolahnya cukup di rebus dengan air lalu diminum air rebusannya.

Menurut masyarakat setempat, tanaman ini mempunyai fungsi sama dengan Wams Efut yaitu untuk penyakit dalam, malaria. Tanaman ini juga bisa dikatakan sebagai pertolongan pertama bagi orang yang sakit. Apabila seseorang baru melakukan perjalanan jauh dan merasa pegal-pegal pada kakinya atau anggota badan lainnya, mereka mengambil daun ini lalu di rebus dan di minum.

“...kemaren bapak kerja sakit tulang belakang, bapak rebus daun dengan air baru diminum da pu air, langsung sembuh…..”

Daun Tun Ro

Merupakan jenis tanaman perdu. Batangnya berkayu. Tinggi tanaman mencapai 1,5 m. Daunnya memanjang sekitar 20 cm dan lebar 6 cm dengan tepi daun halus dan rata. Di tengahnya terdapat tulang daun menyerupai sirip ikan. Kegunaan, masyarakat setempat menggunakan daun ini untuk mengobati kaki yang

bengkak. Tidak ada informasi yang spesifik tentang jenis bengkak yang bisa diobati dengan daun ini. Tidak diketahui dengan jelas, apakah yang dapat diobati adalah bengkak karena gigitan dan sengatan binatang atau bengkak karena mengalami rudapaksa atau bengkak karena penyebab lain.

Gambar 5.15.

Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Tun Ro” Sumber: Dokumentasi Peneliti

Cara penggunaan, petik beberapa lembar daun, tergantung kebutuhan. Lumatkan beberapa lembar daun dengan cara ditumbuk halus kemudian tempelkan pada bagian kaki yang bengkak.

Daun Gatal

Merupakan jenis tanaman perdu. Batangnya tidak berkayu dan penuh dengan bulu-bulu halus. Ketinggian bisa mencapai sekitar 1 m. Daunnya tidak terlalu panjang sekitar 8 – 12 cm dan lebar 6 cm. Tepi daunnya bergerigi. Pada bagian atas dan bawah daun terdapat bulu-bulu halus yang bisa mengakibatkan gatal kalau terkena bagian tubuh. Tulang daun tampak jelas kalau dilihat dari bagian bawah daun. Dilihat dari bagian atas, tulang daun berwarna hijau sama dengan permukaan daun, tetapi dari sebelah

bawah, tulang daunnya berwarna ungu kemerahan dengan bentuk tulang tidak teratur. Mengenai manfaatnya, daun gatal tersebut digunakan masyarakat setempat untuk menghilangkan keluhan pegal dan linu pada tubuh. Pemanfaatan daun ini tidak hanya dikenal masyarakat di teluk Arguni. Masyarakat di Pegunungan Bintang Papua (Kurniawan, 2012) juga menggunakan daun gataal ini untuk menghilangkan pegal-pegal sehabis berjalan jauh.

Gambar 5.16.

Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Gatal” Sumber: Dokumentasi Peneliti

Cara penggunaan, petik satu atau dua lembar daun, kemudian gosok-gosokkan pada bagian tubuh yang pegal atau linu. Setelah digosokkan maka bagian tubuh tersebut akan terasa gatal dan kemudian terasa seperti kesemutan. Biarkan beberapa saat, kalau rasa gatal dan kesemutan sudah hilang dari bagian tubuh yang digosok, maka keluhan pegal dan linu juga akan sembuh dengan sendirinya.

Pada blogspot Paninggih (Kurniawan, 2012) daun gatal dikenal dengan nama latin “laportea indica” adalah adalah tanaman famili “urticaceae”. Kandungan kimiawi yang terdapat pada tanaman ini antara lain monoridin, tryptophan, histidine,

alkaloid, flavonoid, asam formiat dan authraguinones. Asam semut pada tanaman ini terdapat pada kelenjar “duri” pada permukaan daun. Pada saat bulu-bulu halus yang merupakan duri terkena permukaan tubuh, maka asam semut akan terlepas dan mempengaruhi terjadinya pelebaran pori-pori yang merangsang peredaran darah. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan mereka yang menggunakan daun gatal merasa lebih baik dan tidak pegal.  Pohon Tali Kuning

Disebut pohon tali kuning karena batang pohon ini kalau dikuliti akan tampak seperti serat tali berwarna kuning. Tumbuhan ini merupakan jenis tanaman merambat. Bentuk daunnya mirip dengan daun sirih. Tangkai daun 1,5 kali lebih panjang dibandingkan panjang daunnya. Ditengahnya terdapat tulang daun menyerupai sirip ikan.

Gambar 5.17.

Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Pohon Tali Kuning” Sumber: Dokumentasi Peneliti

Mengenai pemanfaatannya, masyarakat setempat menggunakan daun ini untuk mengobati “malaria” atau penyakit

dengan gejala seperti terkena malaria. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai ramuan untuk “penyakit daalam”. Katanya, semua penyakit dalam bisa diobati dengan tanaman ini.

Untuk penggunaannya, petik beberapa lembar daun lengkap dengan batangnya yang menjalar, rebus dengan air sampai air tinggal setengahnya. Dinginkan kemudian minum.

Daun Tiga Jari

Daun dari tanaman ini menurut masyarakat setempat bentuknya bercabang tiga sehingga disebut sebagai daun tiga jari. Daun ini sangat spesial dan hanya dikenal di kalangan laki-laki saja. Daun ini menjadi rahasia kaum laki-laki, karena kegunaannya memang hanya untuk laki-laki dewasa. Menurut bisik-bisik yang beredar, ramuan dari daun tiga jari bagi orang yang mau, bisa membesarkan alat kemaluan laki-laki. Kalau di tanah pasundan dikenal nama “mak erot” dengan teknologinya dan nama-nama lain yang sejenis, maka di tanah papua dikenal daun tiga

jaridengan khasiatnya.

Gambar 5.18. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Tiga Jari” Sumber: Dokumentasi Peneliti

Masih menurut bisik-bisik, ramuan daun tiga jari sudah terbukti khasiatnya. Beberapa orang yang menggunakan ramuan

ini berhasil memperbesar alat vitalnya sebesar yang dikendaki. Cornelis Watora, 48 tahun, mengaku punya saudara yang bisa melakukan pembungkusan dan punya teman yang telah mencoba bertutur pelan.

“…sa pu saudara.. dong pu nama Nico.. dong biasa tangani orang bungkus dia punya.. dong tinggal di Kaimana.. dong su banyak bantu orang.. ada dari Fakfak.. dari Bintuni.. dari Manokwari..”

“…untuk bantu bungkus, nico tara minta uang.. paling uang untuk dong kasih gereja.. kalau yang panggil jauh, dia harus tanggung ongkos jalan.. tapi kalo di Kaimana saja, dikasih sopi satu gen saja itu sudah..”

“…mau sebesar lengan bawah bisa, mau sebesar lengan atas juga bisa.. sa su lihat.. sa pu teman.. mantab..”

Cara penggunaannya adalah dengan cara dibungkuskan pada alat vital. Dengan tehnik tertentu, daun untuk laki-laki dibuat seperti berminyak. Daun tersebut tidak ditumbuk sehingga lumat tetapi tetap berbentuk lembaran daun. Setelah lembaran daun tiga jari diolah, kemudian lembaran daun dibungkuskan pada alat yang akan diberi perlakuan. Pembungkusan ini tidak boleh dikerjakan dengan sembarangan. Pembungkusan harus dikerjakan oleh orang yang ahli. Kalau sampai terjadi kesalahan dalam melakukan tehnik pembungkusan, risiko yang dihadapi cukup berat.

Pengetahuan masyarakat tentang pengobatan tradisional secara umum merupakan sistem medis dari kebudayaan masyarakat teluk Arguni. Merupakan sistem medis karena didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan terhadap sang supranatural, teknologi, kelembagaan dan cara pandang komunal terhadap kehidupannya. Semua unsur ini kemudian membentuk pola adaptasi untuk hidup menyatu bersama alam yang ada disekelilingnya.

Pembelajaran yang diperoleh dari orang tua dan nenek moyangnya, membuat banyak orang mempunyai kemampuan mengenal dengan baik manfaat berbagai tumbuhan yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Semua itu merupakan bentuk kearifan lokal budaya setempat. Pengetahuan bagaimana menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan yang mempunyai khasiat pengobataan ini terbukti membuat orang mampu bertahan hidup.

Dalam pandangan orang-orang yang tinggal di wilayah teluk Arguni, pengetahuan dan ketrampilan tentang bagaimana memilih dan mengolah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat dan pengobatan telah menjadi bagian dari tradisi mereka.Dapat dikatakan bahwa pengetahuan dan praktek ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk respon masyarakat terhadap lingkungannya,tetapi telah menjadi bagian dari sistem kebudayaan mereka.

Tentang pengobatan tradisional di tanah Papua, mungkin benar apa yang dikemukakan PERDU bahwa pengetahuan masyarakat tentang pengobatan tradisional telah membentuk identitas budaya Papua. Dari cara pengobatan yang dilakukan dan dari jenis tumbuhan yang dipakai, bisa ditebak dari mana asal Etnik bangsa yang menggunakan pengobatan tradisional tersebut. Semua aktifitas pengelolaan potensi alam oleh Etnikdi Papua, harus sesuai dengan tuntunan aturan adat, termasuk juga pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat. Karena itu, tata cara pengobatan dan penggunaan bahan-bahan obat idealnya mengacu pada ketentuan adat masing-masing Etnik.

BAB 6