• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perceraian dan Pemurtadan

Dalam dokumen PENDIDIKAN PRANIKAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 145-152)

DISKURSUS/KAJIAN TEORITIS PENDIDIKAN PRANIKAH

M. Hubungan Perceraian dan Pemurtadan

Dalam agama Islam terdapat larangan yang amat tegas bagi seorang wali untuk menikahkan seorang muslimah yang berada dalam perwaliannya dengan seorang laki-laki non-muslim. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah/2: 221:

َْٔلَو ٍث َكِ ْشُْم ٌَِْ ْيَخ ثٌَِِْؤُم ثٌََ َلَۡو ٌٍَِّْؤُي َٰ ٍّتَّٰخ ِتَكَِ ْشٍُْْلا أُدِهَِْت َلََّو ٍكِ ْشٌٍُِِْْ ْيَخ ٌَِْؤُم دْتَػَىَو أٌُِِْؤُي َٰ ٍّتَّٰخ َيِْكِ ْشٍُْْلا أُدِهُِْت َلََّو ۗ ًُْسْخَتَجْغَأ َنُٔغْدَي َمِهَٰ َلوُأ ۗ ًُْسَتَجْغَأ َْٔلَو ِثٍَِّ ْ

لْا َ

لَِإ ُٔغْدَي ُ ٍّللّاَو ۖ ِراٍّلنا َ ۖ ُِِّْذِإِب ِةَرِفْغٍَ ْ لاَو لَِإ

َنوُرٍّنَذَخَح ًٍُّْٓيَػَى ِساٍِّيِل ِِّحاَيآ ُ ِّيَْبُيَو

Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.

Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.

Kata murtad berasal dari Riddah menurut bahasa artinya “kembali (kepada jahiliyah)”. Riddah merupakan perbuatan kufur yang sangat keji dan menghapus semua amal jika dilakukan terus menerus sampai mati.251 Kata riddah merupakan isim masdar dari kata irridad yang secara harfiah berarti

“kembali”, “dikembalikan”, “berpaling”, “dipalingkan”.252

Bukan mustahil bahwa hal ini dipahami oleh orang-orang non-muslim, terutama yang telah memiliki hubungan spesial dengan seorang muslimah.

Dalam beberapa kasus, hubungan seperti itu akhirnya kandas, karena tidak direstui oleh wali muslimah. Namun juga tidak jarang terjadi sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk asmara seperti itu melarikan diri dan melangsungkan pernikahan dengan tetap mempertahankan agamanya

251 Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibaba al Fannani, Terjemahan Fat- Hul Mu‟in, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, cet. 1, hal. 548.

252 Soleh A. Mahdi, Hukum Bagi Orang Murtad dan Kafir, Jakarta: PT. Arista Brahmatysa, 1994, cet-2, h. 9.

masing-masing. Sementara juga tidak kalah sering terjadi, laki-laki non-muslim itu pura-pura masuk Islam, lalu setelah beberapa waktu ia kembali kepada agamanya yang asal. Laki-laki atau suami itu murtad setelah berhasil menikahi wanita muslimah. Fenomena yang ketiga ini amat menarik perhatian peneliti, karena pernikahan semacam ini ditengarai merupakan salah satu jalan pemurtadan para wanita muslimah.253

Berdasarkan fenomena pemurtadan yang sering terjadi dengan modus perkawinan ini, sudah seharusnya kita lebih waspada dalam menjaga keselamatan akidah generasi muslim. Namun sayang, Kompilasi Hukum Islam belum mengakomodasi permasalahan ini secara proporsional. Justru peneliti menangkap lemahnya sensiti Hukum Islam berkaitan dengan fenomena ini. Hal ini bisa kita perhatikan dalam pasal-pasal KHI yang berkaitan dengan perbuatan murtad yang dilakukan oleh suami atau isteri.

Pasal 70 yang menyebutkan sebab-sebab batalnya perkawinan, Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan murtad sebagai sebab batalnya perkawinan.

Adapun Pasal 71 yang menyebutkan sebab-sebab dapat dibatalkannya perkawinan juga tidak menyebut masalah murtad sebagai salah satu sebab dapat dibatalkannya perkawinan. Berdasarkan paparan singkat di atas jelas sudah, bahwa Pasal 70 dan Pasal 71 tidak menyebutkan perbuatan murtad sebagai sebab batal atau dapat dibatalkannya perkawinan. Namun demikian, tiba-tiba saja Pasal 75 menyebutkan (secara implisit) bahwa perbuatan murtad yang dilakukan suami atau isteri merupakan sebab batalnya perkawinan, meskipun batalnya perkawinan itu tidak berlaku surut terhadap status anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut.

Kemudian, Pasal 116 yang menyebutkan apa saja yang dapat menyebabkan seorang suami bercerai dari isterinya, KHI tidak menyebutkan murtadnya salah seorang pasangan suami-isteri sebagai alasan perceraian, kecuali terjadi ketidakrukunan dalam rumah tangga. Dalam Pasal 116 itu KHI memberikan syarat, bahwa perceraian baru dapat dilakukan dengan alasan murtad apabila terjadi ketidakrukunan dalam rumah tangga. Dengan demikian, apabila suami-isteri masih tetap rukun, perceraian tidak dapat dilakukan dengan alasan salah satu pihak telah murtad. Oleh karena itu, suami-isteri itu harus tetap hidup bersama dan berpinak, dimana anak-anak akan lahir, tumbuh dan dewasa dalam asuhan seorang ayah atau ibu yang telah murtad.

Perbuatan murtad yang dilakukan oleh salah seorang suami-isteri itu mengakibatkan dampak yang serius terhadap status perkawinan, yaitu: Bila yang murtad adalah pihak isteri, Mazhab Hanafi sepakat, perkawinan itu putus tanpa talak, alias fasakh. Putusnya perkawinan itu terjadi sejak

253 Abdul Jalal, Nikah Beda Agama. Dalam: eramuslim. com. Diakses tanggal: 27 Desember 2009.

dilakukannya perbuatan murtad. Putusnya perkawinan di sini merupakan ba‟in, di mana suami tidak bisa merujuk isterinya, meskipun isterinya sudah kembali masuk Islam. Bila yang murtad adalah pihak suami, terjadi beda pendapat. Pendapat pertama, perkawinan itu putus dengan fasakh (pendapat al-Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf). Pendapat kedua, perkawinan itu putus dengan talak (pendapat Muhammad). Secara ringkas, putusnya perkawinan karena perkara murtad yang dilakukan suami.

Mazhab Maliki Apabila salah seorang suami atau isteri murtad, terdapat beda pendapat dalam Mazhab Maliki mengenai status perkawinan mereka.

Berikut ini rincian pendapat-pendapat kih dalam Mazhab Maliki tersebut para ahli;

1. Bila yang murtad adalah pihak isteri, ikatan perkawinan mereka putus seketika. Putusnya perkawinan itu dengan jalan talak ba‟in. Ini adalah pendapat Ibn alQasim, Ashhab, dan al-Qayrwani.

2. Namun Ashhab memberikan pendapat tambahan, bahwa bila wanita itu kembali masuk agama Islam, ia tetap menjadi isteri bagi suaminya.

3. Bila yang murtad adalah pihak suami, ikatan perkawinan mereka putus seketika. Bagaimana putusnya perkawinan itu, ada dua pendapat. Pendapat pertama, perkawinan itu putus dengan talak ba‟in. Suami tidak diperbolehkan rujuk, meskipun pihak suami kembali masuk Islam dalam masa iddah, karena suami itu telah meninggalkan isterinya ketika ia murtad. Ini adalah pendapat al-Imam Malik. Sementara itu, ada pendapat lain bahwa bila suami kembali masuk Islam dalam masa iddah isterinya, maka suami itu memiliki hak atas isterinya secara keseluruhan. Sama seperti kasus ketika isterinya masuk Islam kemudian suaminya masuk Islam. Ini adalah pendapat Ibn al-Majishun. Sebab perbedaan pendapat itu:

apakah perbuatan murtad itu menimbulkan akibat atau tidak, orang-orang yang memandang bahwa perbuatan murtad itu menimbulkan akibat, mereka berbeda pendapat. Orang yang murtad yaitu orang yang keluar dari agama Islam baik memeluk agama Yahudi, Nasrani atau yang lain atau sama sekali tidak beragama, maka haram bagi diri isterinya yang masih beragama Islam.254

Di antara mereka ada yang berpendapat, bahwa akibat perbuatan murtad itu adalah terhapusnya status orang yang murtad, hingga hilangnya al-„ismah.

Lalu orang-orang yang berpendapat demikian berbeda pendapat lagi tentang bagaimana terputusnya al-„ismah. Di antara mereka ada yang memandang masih sahnya perkawinan itu menjadikan terputusnya al- „ismah sebagai talak. Dan orang yang memandang lebih dominannya fasakh menjadikannya

254M. Thlaib, 15 Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997), cet. Ke-1, h. 179

fasakh tanpa talak. Adapun orang yang memandang dampak perbuatan murtad itu adalah terhalangnya al-„ismah, bukan terputusnya al-„ismah, ia menghukumi talak raj‟i. Adapun orang yang memandang bahwa perbuatan murtad tidak menimbulkan dampak pada perbuatan yang telah lalu, maka ia memandang bahwa hukum bagi perbuatan murtad itu terhapus dengan taubat, sehingga ia memiliki kesempatan untuk mendapat kembali apa yang menjadi haknya sebelumnya. Orang yang berpendapat demikian memberikan hukum bahwa ia tetap bersama isterinya, sama dengan ia tetap memiliki hak atas hartanya, sebagaimana pendapat mazhab ini dalam masalah harta orang yang murtad ini. Argumen pendapat bahwa kedua orang rman Allah:itu harus fasakh berdasarkan firman Allah dalam QS Almumtahanah/60:10

ِرِفأَ َهْىا ًِ َصِػِة أُْهِسٍُْت َلََّو

Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir

Argumen pendapat yang mengatakan putusnya perkawinan dengan talak, bahwa perkawinan itu tetap sah dan eksis, maka ia tidak bisa lepas tanpa talak. „Alâ kulli hal, meskipun ada perbedaan pendapat, fuqaha‟ dalam Mazhab Maliki bersepakat, bahwa perbuatan murtad menyebabkan perkawinan menjadi putus, paling tidak untuk sementara waktu. Secara ringkas, pendapat-pendapat fuqahâ‟ yang terhimpun dalam Mazhab Putusnya Perkawinan karena Murtadnya Suami atau Isteri dalam Mazhab Maliki Waktu Murtad Akibat Hukum terhadap Status Perkawinan Waktu Putusnya Perkawinan 1) Sebelum dukhul. Fuqahâ‟ Mazhab Maliki sepakat bahwa perkawinan mereka putus. Tapi mereka berbeda pendapat tentang bagaimana putusnya perkawainan itu; talak ba‟in atau fasakh. Dihitung sejak terjadinya perbuatan murtad. 2)Setelah dukhul. Fuqahâ‟ Mazhab Maliki sepakat bahwa perkawinan mereka putus. Tapi mereka berbeda pendapat tentang bagaimana putusnya perkawinan itu; talak ba‟in, talak raj‟i, dan fasakh. Dalam Mazhab Shafi‟i, perbuatan murtad itu dibedakan menjadi , yaitu perbuatan murtad yang dilakukan sebelum dukhul dan perbuatan murtad yang dilakukan setelah dukhul. Perbuatan murtad yang dilakukan sebelum dukhul Bila perbuatan murtad terjadi sebelum dukhul, perkawinan itu putus seketika. Perbuatan murtad yang dilakukan setelah dukhul. Bila perbuatan murtad itu terjadi setelah dukhul, perkawinan itu ditangguhkan hingga berakhirnya masa iddah. Bila pihak yang murtad kembali masuk Islam sebelum berakhirnya masa iddah, perkawinan itu tetap utuh. Namun bila sampai masa iddah berakhir pihak yang murtad belum juga kembali masuk agama Islam, perkawinan itu putus. Secara ringkas, pendapat-pendapat fuqahâ‟ yang terhimpun dalam Mazhab Shafi‟i.

Pada akhirnya kalau suatu keluarga atau sebagian keluarga murtad maka tidak akan mendaptkan ketenangan dan kedamaian dalam kesehariannya, sebab hanya orang yang beriman dan beramal shalihlah yang akan mendapatkan rasa kasih sayang dalam hati mereka. Allah SWT berfirman dalam Qs Maryam/19:96:

ّصلا أُيٍَِغَو أٌَُِْ َٰا ََْحِ ٍّلا ٍّنِا اًّدُو ََُٰ ْحٍّْرلا ًَُُٓل ُوَػْجَيَس ِجَٰ ِلْ ا

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).

Perceraian karena pindah agama (murtad) di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tidak diatur secara jelas. Dalam Undang-undang tersebut ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan perceraian, diatur dalam pasal 38. Dan untuk alasan perceraian karena salah satu pihak pindah agama (murtad) diatur dalam pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang apabila terjadi peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga oleh salah satu pihak antara suami isteri.

Perceraian karena pindah agama (murtad) di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tidak diatur secara jelas. Dalam Undang-undang tersebut ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan perceraian, diatur dalam pasal 38. Dan untuk alasan perceraian karena salah satu pihak pindah agama (murtad) diatur dalam pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang apabila terjadi peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga oleh salah satu pihak antara suami isteri.

Dalam penyelesaian keluarga (hubungan suami istri) apabila sudah tidak ada jalan lain, tidak ada kata sepakat antara kedua belah pihak untuk menyatu lagi membangun keluarga, bahkan kalau diteruskan mungkin merusak hubungan keluarga, maka perceraian merupakan alternative terakhir, dimana suami istri harus berpisah. Pihak yang menentukan sah atau tidaknya talak dalam suatu peraturan hukum adalah Pengadilan Agama.255

Jadi apabila salah seorang dari suami-isteri keluar dari agama Islam (murtad) dan kemurtadannya iu belum atau tidak diajukan ke Pengadilan, dan Pengadilan belum memutuskannya, maka perkawinan mereka masih dianggap sah dan berlaku. Berbeda halnya menurut hukum agama, maka perkawinan mereka tetap dianggap tidak sah.

255Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fiqih, UU No I Tahun 1974 sampai KHI Jakarta: Prenada Media, 2004, cet. Ke- 2, h. 233-234

Jadi berdasarkan pasal 38 dan 39 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, bahwa perpindahan agama/murtad dalam suatu perkawinan, maka hakim tidak dapat memfasinnya begitu saja. Yang menjadi arahan hakim dalam menyelesaikan perkara murtad, riddahnya itu adalah bukan karena murtadnya itu sendiri akan tetapi didasarkan pada pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang telah disebutkan di atas mengenai alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan perceraian, maka hakim dapat memutuskannya dengan didasarkan pada adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami-iateri yang disebabkan karena perpindahan agama tersebut.256

256H. M. Djamil Latif, Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, cet. Ke-1, h. 75.

131 BAB III

TERM YANG BERKAITAN DENGAN PENDIDIKAN PRANIKAH DI

Dalam dokumen PENDIDIKAN PRANIKAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 145-152)