• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syarat-syarat wanita yang boleh dipinang a) Syarat Mustahsinah

Dalam dokumen PENDIDIKAN PRANIKAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 185-200)

TERM YANG BERKAITAN DENGAN PENDIDIKAN PRANIKAH DI DALAM AL-QURAN

1) Syarat-syarat wanita yang boleh dipinang a) Syarat Mustahsinah

Yang dimaksud dengan syarat mustahsinah adalah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita agar meneliti lebih duhulu wanita yang akan dipinangnya itu, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga kelak.

Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan, akan tetapi hanya berupa anjuran dan kebiasaan yang baik saja. Tanpa syarat-syarat ini dipenuhi, peminangan tetap sah. Adapun yang termasuk syarat-syarat mustahsinah ialah sebagai berikut;

(1) Wanita yang dipinang itu hendaklah sekufu dengan laki-laki yang meminangnya, seperti sama kedudukannya dalam masyarakat, sama-sama baik bentuknya, sama-sama dalam tingkat kekayaannya, sama-sama-sama-sama berilmu dan sebagainya. Adanya keharmonisan dan keserasian dalam kehidupan suami istri di duga perkawinan akan mencapai tujuannya.90 (2) Wanita yang akan dipinang sebaiknya wanita yang mempunyai sifat

kasih sayang dan wanita yang peranak, karna adanya sifat ini sangat menentukan ketentraman dalam kehidupan rumah tangga, apalagi ketika ditengah-tengah mereka hadir anak-anak pastilah akan menambah kebahagiaan dan kesakinahan kehidupan rumah tangga.

(3) Wanita yang akan dipinang itu sebaiknya wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang meminangnya. Agama melarang seorang

88 Amir syarifudin, Hukum perkawinan islam di Indonesia, Jakarta, kencana, t.th, hal.

50.

89M Bagir Al Habsyi, Fiqih Praktis, Bandung : Mizan, hal.18.

90Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan bintang, 1974, hal.28-29.

laki-laki mengawini seorang wanita yang sangat dekat hubungan darahnya. Dalam pada itu saidina Umar bin Khattab menyatakan bahwa perkawinan antara seorang laki-laki yang dekat hubungan darahnya akan menurunkan keturunan yang lemah jasmani dan rohaninya juga kurangnya silaturrahim dengan keluarga yang lain.

(4) Hendaklah mengetahui kondisi jasmani, budi pekerti dan sebagainya dari wanita-wanita yang dipinang. Sebaliknya yang dipinang sendiri harus mengetahui pula keadaan yang meminangnya.91Sehubungan dengan itu, maka sebaiknya para pemuda muslim menghindari pilihan dari wanita yang masih keluarga dekatnya, sekalipun dia tidak termasuk wanita yang haram dinikahi. Dengan demikian maka keluarga yang akan terbentuk nanti adalah keluarga yang sakînahdan berkualitas, selain itu akan bertambah pula jumlah keluarganya menjadi banyak karena menjalin kekeluargaan dengan keluarga baru

(5) Mereka yang menginginkan kehidupan pernikahan yang lebih baik, maka sebelumnya ia harus mengetahui identitas calon pendamping hidupnya secara komprehensif, menyangkut pekerjaan, pendidikan, nasab, keluarga, dan yang lebih penting lagi adalah kualitas akhlak dan agama.92

(6) Disunatkan agar istri yang diambil masih perawan. Karna perawan pada umumnya masih segar dan belum pernah mengikat cinta dengan laki-laki lain, sehingga kalau beristri dengan mereka akan lebih bisa kokoh tali perkawinannya dan cintanya kepada suami lebih menyentuh jantung hatinya, sebab biasanya cinta itu jatuhnya pada kekasih pertama.93

Syarat ini hanya merupakan sebuah anjuran, diikuti atau tidak terserah pada kita sendiri, karna dalam hukum Islam, tidak dijelaskan tentang cara-cara peminangan. Hal ini memberikan peluang bagi kita untuk melakukan pinangan sesuai dengan adat istiadat yang ada pada kita.94

b) Syarat Lazimah

Yang dimaksud dengan ”syarat lazimah” adalah syarat yang wajib atau harusdipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Shahnya peminangan tergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah. yang termasuk syarat-syarat lazimah ialah:

(1) Wanita yang dipinang tidak sedang dipinang orang lain. Hikmah larangan ini ialah untuk menghindari terjadinya permusuhan diantara sesama muslim, karna muslim satu dengan muslim yang lainnya bersaudara.

Larangan diatas terdapat dalam pasal 12 ayat 3 KHI “dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama

91Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan ..., hal. 29-30.

92Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hal. 43.

93M. thalib, Perkawinan Menurut Islam, Surabaya:Al-Ikhlas,1993, hal. 4.

94Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam..., hal. 47.

pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita”.95 Meminang pinangan orang lain yang dilarang itu bilamana wanita itu telah menerima pinangan pertama dan walinya telah dengan jelas mengijinkannya. Tetapi kalau pinangan semula ditolak oleh pihak yang dipinang, atau karena peminang pertama telah memberi ijin pada peminang yang kedua, maka yang demikian tidak dilarang.

Tentang hal ini Ibnu Qasim yang dikutip oleh Selamet Abidin Dan Aminuddin,96 dalam bukunya Fiqih Munakahat I berpendapat bahwa yang dimaksud larangan tersebut ialah jika seorang yang baik (saleh) meminang di atas pinangan orang saleh pula. Sedangkan apabila peminang pertama tidak baik, sedang peminang kedua adalah baik, maka pinangan semacam itu dibolehkan.97

(2) Wanita yang dipinang ialah perempuan yang tidak bersuami dan tidak dalam keadaan‟iddah , boleh, baik dengan terang-terangan atau sindiran.

Apabila ia dalam keadaan bersuami, tidak boleh, baik terang-terangan ataupun sindiran, jika sedang‟iddah , ada beberapa kemungkinan.

(a) Tidak boleh dengan terang-terangan tapi dengan sindiran

(b) Kalau kaiddahnya raj‟iyyah (ada kemungkinan untuk rujuk kembali) tidak boleh dipinang meskipun dengan sindiran.98

(c) Apabila „iddah karna mati atau talak batin, boleh dipinang dengan sindiran.

(d) Tidak boleh meminang wanita yang sedang ‟iddah ditinggal mati suaminya dengan terang-terangan, hal ini untuk menjaga perasaan wanita dan ahli waris lainnya yang sedang berkabung tetapi tidak dilarang meminang dengan sindiran.

(e) Wanita yang dipinang haruslah wanita yang boleh dinikahi, artinya wanita yang bukan mahrom dari pria yang akan meminangnya.

Dalam pendapat yang lain mengemukakan bahwa perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(a) Tidak dalam pinangan orang lain.

(b) Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar‟i yang melarang dilangsungkannya pernikahan.

(c) Perempuan itu tidak dalam masa‟iddah karna talak raj‟i.

(d) Apabila perempuan dalam masa‟iddah karna thalak ba‟in, hendaklah meminang dengan cara sirry (tidak terang-terangan).99

95Kompilasi Hukum Islam di Indonesia…, hal. 17.

96Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, Bandung : CV Pustaka Setia, 1999, hal. 45.

97Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I..., hal. 45.

98Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap, Jakarta:

Rineka Cipta, 1988, hal. 209.

99Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal. 74.

c) Melihat wanita yang dipinang.

Salah satu hal yang bisa membawa kesegaran dan kehangatan bagi kehidupan rumah tangga sakînahyang akan diliputi rasa kasih sayang dan kebahagiaan adalah terbukanya kesempatan bagi pria untuk melihat calon istrinya pada waktu peminangan.

Sehingga dapat diketahui kecantikannya yang bisa jadi faktor mendorong dia untuk menikahinya, atau untuk mengetahui cacat celanya yang bisa jadi penyebab kegagalannya sehingga berganti mengambil orang lain.

Orang yang bijak tidak akan mau memasuki sesuatu sebelum ia mengetahu betul baik buruknya. Al A‟masy dalam buku Fikih Sunah 6 yang ditulis oleh Sayyid Sabiq, pernah berkata,” Setiap perkawinan yang sebelumnya tidak saling mengetahui, biasanya berakhir dengan penyesalan dan gerutu.”100

Melihat calon istri yang dipinang itu dianjurkan oleh agama. Tujuannya adalah supaya laki-laki itu dapat mengetahui keadaan wanita itu sebetulnya, tidak hanya mendengar dari orang lain.

Dengan melihat sendiri, maka ia dapat mempertimbangkan masak-masak apakah wanita itu sudah cocok dengan hatinya. Jangan sampai penyesalan datang dikemudian hari setelah pernikahan berlangsung, sehingga mengakibatkan pernikahan menjadi putus.101

Namun terkadang saat dilakukan pertemuan hati selalu berdebar-debar dan perasaan hati yang berbunga-bunga . Sudah menjadi fitrah manusia bahwa dalam hal ini masing-masing akan berusaha menampilkan hanya segi-segi positif tentang dirinya dan sedapat mungkin menyembunyikan hal-hal yang negatif baik mengenai fisik-material maupun mental-spiritual.102

Mengenai bagian tubuh mana saja dari calon istri yang boleh dilihat oleh peminang pada saat peminangan tidak diterangkan secara jelas, baik dalam Al-Qur‟an maupun dalam hadits, oleh karma itu ada beberapa pendapat yang berbeda dikalangan para ulama fiqh:

(1) Sebagian besar ulama fuqaha berpendapat bahwa laki-laki yang meminang seorang calon istri hanya boleh melihat muka dan telapak tangannya saja. Karma dengan melihat muka dapat dilihat cantik atau tidaknya orang itu, sedang dari telapak tangannya dapat diketahui subur atau tidaknya wanita itu.

(2) Imam Dawud dan para ulama dari mazhab dhahiri berpendapat bahwa laki-laki yang akan meminang seorang wanita boleh melihat seluruh

100Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 6, Bandung: Al-Ma‟arif, 1990, hal. 40.

101Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1992, hal. 26.

102Chandrawaty Arifin, Azimar Enong, Djalinus Syah, Strategi Memilih Jodoh, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993, hal. 2.

bagian tubuhnya.103 Namun dalam melihat seluruh tubuhnya mazhab dhahiri berpendapat dengan melihat seluruh tubuhnya harus satu muhrim atau melalui perantara.

Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana caranya agar masing-masing pihak dari calon mempelai mengetahui pihak yang lain dan sebaliknya, sehingga menimbulkan persetujuan dan kerelaan dalam arti yang sebenarnya.104

Sedangkan cara melihat yang dianjurkan oleh agama apabila peminang kesulitan untuk melihat calon istrinya, maka ia boleh mengutus seseorang yang ia percayai untuk melihat calon istrinya dengan cara melihat urat besar dibahu dan mencium bau mulutnya .

Dengan melihat dua bagian tersebut bisa diketahui tingkat kemampuan kerjanya, apakah termasuk orang yang rajin atau tidak, dan juga dapat diketahui kedisiplinannya dalam menjaga kebersihan tubuh. Hak untuk memandang ini tidak terbatas untuk dilakukan oleh pihak laki-laki saja pihak perempuan pun bisa untuk melakukannya. Wanita pun perlu memperhatikanya. Sepatutnya dia melihat pelamarnya. Apakah dia simpati pada laki-laki itu, seperti halnya laki-laki itu tertarik kepadanya, atau tidak?

Umar bin Khatthab r.a. mengatakan: “jangan kau nikahkan anak wanitamu dengan laki yang cacat tubuhnya. Sebab ketertarikan wanita kepada laki-laki seperti itu kadang mambuat ketidaktertarikan laki-laki-laki-laki kepada wanita itu.”105

Supaya bayangan calon isteri meresap pada perasaan, maka diperbolehkan melihat berulang kali. Hal ini didasarkan pada redaksi hadits yang menerangkan diperbolehkannya melihat calon istri yang akan dipinangnya, yang berbunyi “ ا ه ن يِِ ا ش ﻈأ ﻧ ” menunjukkan melihat calon isteriِ

beberapa kali, tidak terbatas sekali saja.

Menurut Imam Hakim, boleh melihat berulang kali, baik dengan ijinnya atau tidak. Kalau sukar memandangnya, bisa menyuruh seorang perempuan agar menjelaskan keadaan dan sifat-sifatnya.106

Namun bila laki-laki melihat calon pinangannya, ternyata tidak menarik, hendaklah dia diam dan jangan mengatakan sesuatu yang bisa menyakitkan hatinya, sebab boleh jadi perempuan yang tidak disenanginya itu akan disenangi oleh laki-laki lain.107

103Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan UU Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1992, hal. 27.

104Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam TentangPerkawinan, Jakarta, Bulan bintang, 1974, hal. 34.

105Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluaga Bahagia Menurut Islam, ter. Bahrudd In Fanani, Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1994, hal. 45.

106Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap, Jakarta : Rineka Cipta, 1988, hal. 20.

107M. thaliib, Perkawinan Menurut Islam, Surabaya:Al-Ikhlas,1993, hal. 7.

Memandang sebelum nikah tidak terbatas pada cantik atau tidaknya calon pasangan yang dikehendaki, tetapi mengetahui dan mengenal sifat-sifat yang lain juga sangat perlu, dengan meminta informasi kepada orang yang biasa bergaul dengan calon mempelai.

Misalnya: sanak kerabatnya yang dapat amanah, seperti ibu dan saudara-saudaranya. Tetapi janganlah ia meminta komentar tentang akhlak dan perilaku calon pasangannya kecuali dari orang-orang yang betul-betul tahu dan jujur, mengetahui zhahir dan batin, dan tidak kepada orang yang suka kepadanya sehingga pujiannya berlebihan, dan jangan pula kepada seseorang yang tidak mau mengungkapkan keadaan yang sebenarnya, atau bahkan mengurangi.108

Dengan penjelasan yang jujur dan amanah , kedua belah pihak tersebut akan diketahui semua kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga dapat meminimalisir timbulnya kekecewaan pada kedua calon (pihak) dikemudian hari. Bahkan dengan sikap ini bisa menambah kemantapan dan ketenangan hati, serta rasa cinta bertambah besar, sehingga semakin kuat keinginan untuk melanjutkan pada jenjang pernikahan.

Jika kedua belah pihak puas dan ikhlas dengan keadaan masing-masing pasangan, maka tibalah saatnya silaki-laki mengajukan lamaran kepada seorang perempuan agar perempuan itu bersedia menjadi isterinya. Apabila pinangan dapat diterima dan disetujui oleh pihak perempuan, maka resmilah peminangan itu atau terjadilah suatu pertunangan.

Selama pertunangan dan menunggu saat pernikahan tiba, masing-masing pihak dianjurkan untuk lebih memperkuat tali kekeluargaaan yang baru.

Seringkali diikuti dengan memberikan pembayaran maskawin seluruh atau sebagiannya dan memberikan macam-macam hadiah serta pemberian-pemberian guna memperkokoh pertalian dan hubungan yang masih baru itu.109

Akan tetapi semua itu belum berarti sudah mengijinkan kepada calon untuk berkhalwat selama belum dilangsungkan akad pernikahan. Pinangan hanyalah langkah pendahuluan bagi pernikahan. Pertunangan belum menghalalkan seseorang bergaul secara bebas, dan silaki-laki belum wajib memberikan nafkah kepada calon isterinya.

Oleh sebab itu jangan keliru, mentang-mentang telah memakai cincin pertunangan, lantas berbuat seenaknya, sementara ada orang yang merasa dirinya bebas berbuat semaunya, berkhalwat dengan tunangannya dan lain-lain. Padahal perbuatan ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Sabda Rasulullah SAW:

108Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluaga Bahagia Menurut Islam, Bandung:

P.T.b Remaja Rosdakarya, 1994, hal.49.

109Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 6, Bandung: Al-Ma‟arif, 1990, hal. 45.

ََخ

Janganlah sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya, kecuali dengan mahrom (H.R. Bukhori )

Islam melarang keras perbuatan-perbuatan tersebut karna karena sudah mendekati zina111 dan berakibat buruk bagi si gadis. Yaitu apabila si pelamar membatalkan lamarannya tersebut, maka berakibat merusak kehormatan dan nama baik serta harga diri pihak wanita, sehingga ia bisa kehilangan hasrat untuk menikah. Oleh karna itu kita harus melaksanakan tata cara peminangan yang telah diajarkan oleh Islam.

d) Hikmah Peminangan (Khitbah)

Sebagaimana sebuah tuntutan, peminangan memiliki banyak hikmah dan keutamaan. Peminangan bukan sekedar peristiwa sosial, juga bukan semata-mata peristiwa ritual. Ia memiliki sejumlah keutamaan yang membuat pernikahan yang akan dilakukan menjadi lebih barakah. Diantara hikmah yang terkandung dalam peminangan atau khitbah antara lain:112

(1) Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dan yang dipinang beserta kedua belah pihak. Dengan pinangan, maka kedua belah pihak akan saling menjajaki kepribadian masing-masing dengan mencoba melakukan pengenalan secara mendalam. Tentu saja pengenalan ini tetap berada dalam koridor syari‟at, yaitu memperhatikan batasan-batasan interaksi dengan lawan jenis yang belum terikat oleh pernikahan.

Demikian pula dapat bisa saling mengenal keluarga dari kedua belah pihak agar bisa menjadi awal yang baik dalam mengikat hubungan persaudaraan dengan pernikahan yang akan mereka lakukan.

(2) Menguatkan tekad untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Pada awalnya laki-laki atau perempuan berada dalam keadaan bimbang untuk memutuskan melaksanakan pernikahan. Mereka masih memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal sebelum melaksanakan keputusan besar untuk menikah. Dengan khitbah, artinya proses menuju jenjang pernikahan telah dimulai. Mereka sudah berada pada suatu jalan yang akan menghantarkan mereka menuju gerbang kehidupan berumah tangga.113 Sebelum melaksanakan khitbah, mereka belum memiliki ikatan moral apapun berkaitan dengan calon pasangan hidupnya.

110Imam Bukhari, Shahih Bukhari juz III, Beirut: Dar Al-Ihya‟ Al-Kutub, t.th, hal.

190.

111Qs Al-Isra /17:32.

112Cahyadi Takariawan Izinkan Aku Meminangmu..., hal.16.

113Cahyadi Takariawan Izinkan Aku Meminangmu..., hal .35

masing dari laki-laki dan perempuan yang masih lajang hidup “bebas”, belum memiliki suatu beban moral dan langkah pasti menuju pernikahan.

Dengan adanya peminangan, mau tidak mau kedua belah pihak akan merasa ada perasaan bertanggung jawab dalam dirinya untuk segera menguatkan tekad dan keinginan menuju pernikahan. Berbagai keraguan hendaknya harus sudah dihilangkan pada masa setelah peminangan.

Ibarat orang yang merasa bimbang untuk menempuh sebuah perjalanan tugas, namun dengan mengawali langkah membeli tiket pesawat, ada dorongan dan motivasi yang lebih kuat untuk berangkat.

(3) Menumbuhkan ketentraman jiwa. Dengan peminangan, apalagi telah ada jawaban penerimaan, akan menimbulkan perasaan kepastian pada kedua belah pihak. Perempuan merasa tentram karena telah terkirim padanya calon pasangan hidup yang sesuai harapan. Kehawatiran bahwa dirinya tidak mendapat jodoh terjawab sudah. Sedang bagi laki-laki yang meminang, ia merasa tentram karena perempuan ideal yang diinginkan telah bersedia menerima pinangannya.114

(4) Menjaga kesucian diri menjelang pernikahan. Dengan adanya khitbah, masing-masing pihak akan lebih menjaga kesucian diri. Mereka merasa tengah mulai menapaki perjalanan menuju kehidupan rumah tangga, dengan demikian mencoba senantiasa menjaga diri agar terjauhkan dari hal-hal yang menghancurkan kebahagiaan pernikahan nantinya. Kedua belah pihak dari yang meminang maupun yang dipinang harus berusaha menjaga kepercayaan pihak lainnya. Allah telah memerintahkan agar lelaki beriman bisa menjaga kesucian diri mereka dalam QS Annur/24:30

وُك

ُ َّنِإًُُْۚۡٓ َلَُٰ َكَۡزَأُ َمِلََٰذًَُُْۚۡٓجوُرُـُْأُظَفۡدَيَوًُِِْۡرَٰ َصۡةَأٌَُُِْۡأُّؾُؾَحَُينٌِِِۡؤٍُۡيِّى ُ ٱ

ََُّللّ

ُ

َُنُٔػَِ ۡػَيُاٍَِةُُُۢيرِتَخ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.

Selain itu, pinangan juga akan menjauhkan kedua belah pihakdari gangguan orang lain yang bermaksud iseng.115

(5) Melengkapi persiapan diri. khitbah juga mengandung hikmah bahwa kedua belah pihak dituntut untuk melengkapi persiapan diri guna menuju pernikahan. Masih ada waktu yang bisa digunakan seoptimal mungkin

114Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 6, Bandung: Al-Ma‟arif, 1990, hal. 45

115Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 6.., hal. 38

oleh kedua belah pihak untuk menyempurnakan persiapan dalam berbagai sisinya.

Seorang laki-laki bisa mengevaluasi kekurangan dirinya dalam proses pernikahan, mungkin ia belum menguasai beberapa hukum yang berkaitan dengan keluarga, untuk itu bisa mempelajari terlebih dahulu sebelum terjadinya akad nikah.

"Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya ituِ merusak mereka. Janganlah menikahi mereka karena harta-harta mereka, bisajadi harta-harta mereka itu membuat mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya. Seorang budak wanita berkulit hitam yangtelinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama."(HR. Ibn Majah)

Terkadang seorang itu memang melihat dan memilih pasangan melalui fisiknya dulu karena manusia memang suka akan keindahan. Menurut Imam al-Ghazali ia berkata bahwa dianjurkan menikahi seorang karena melihat dari sisiِ kecantikan/ketampanannya, akan tetapi yang tidak dibolehkan adalah menikahِkarena mementingkan dari sisi ini saja sementara agamanya rusak.

Agamaِ memberikan kelonggaran dalam masalah tersebut, sebab bertautannya hati dan rasa kasih sayang banyak lahir dari keindahan fisik117. Begitu pula dengan kekayaan dan kedudukan Islam membolehkan memilih ke tiga sisi ini asalkan taat beragama.118

Dalam hal meminang, Islam juga memberikan kebolehan untuk melihat lebih dulu perempuan yang akan dipinang tersebut sebagaimana dalam hadits Nabi saw.

116 Muhammad bin Yazid Abu „Abdillah al-Qazwiniy, Sunan Ibn Majah, Juz 1, Semarang:Toha Putra , t.th, hal. 597.

117 Ahmad Al-Tahtawi, Cerdas Mencara Istri Shalihah: Step By Step Menuju Perjodohan yang Berkah, Cet. I; Solo: Aqwam, 2010, hal. 39.

118 Adil Abdul Mun‟im Abu Abbas, Al-Zawaj Wa Al-„Alaqah Jinsiyyah fi al-Islam.Terj: Gazi Said, Ketika Menikah Jadi Pilihan, Cet. III; Jakarta: al-Mahirah, 2009, hal.

58.

ََخ

untukmelihat sesuatu yang memotivasinya untuk menikahinya hendaknya iamelakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya.(HR.AbuDaud).

Menurut pandangan ulama kontemporer bahwa dalam konteks perintah Nabi saw. untuk melihat calon istri yang di kutip di atas terbaca bahwa Nabi tidakmenentukan batas-batas tertentu dalam melihat. Nabi hanya menentukan tujuan melihat dan hal ini menunjukkan keluwesan ajaran Islam dan keistimewaannya sehingga memudahkan setiap orang pada setiap masa untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat, etika, dan kepentingan mereka selama dalam batas-batas yang wajar.120

Jumhur ulama memahami sabda Nabi saw. membolehkan melihat calon istri sebagian memperbolehkan melihat wajah dan telapak tangan karena dengan melihat wajah dan kedua telapak tangan akan dapat diketahui kehalusan tubuh dan kecantikannya hal ini dari pandangan Imam Malik.

Abu Daud mengatakan boleh melihat seluruh badan, kecuali zakar/faraj.

Sementara ulama lain melarang sama sekali sedangkan Imam Abu Hanifa membolehkan melihat dua telapak tangan dankaki serta muka.121

Menurut ulama kontemporer melihat fisik belum cukup untuk mengetahui sifat ataupun karakter yang dimiliki oleh pasangan oleh karena itu kedua belah pihak dapat saling mengenal lebih dekat satu sama lain dengan berdiskusi selama ada pihak yang terpercaya menemani mereka guna menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan oleh norma agama dan budaya, jika hal itu membuat keduanya saling menyukai maka agama tidak menghalanginya karena tujuannya saling mengenal guna melangsungkan dan melanggengkan perkawinannya nanti.122

119Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani,Sunan Abu Daud Juz II, t.tp,

119Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani,Sunan Abu Daud Juz II, t.tp,

Dalam dokumen PENDIDIKAN PRANIKAH PERSPEKTIF AL-QUR AN (Halaman 185-200)