• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Terpenuhinya Kebutuhan Sarana Prasarana Pembibitan Tanaman untuk RTH, dari target 4 lokasi pembibitan dapat terealisasi sesuai target, yaitu terdiri dari 3

Dalam dokumen IV. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Halaman 82-87)

a. Program dan Kegiatan

IV- 78 Hasil (outcome) dari pelaksanaan program tersebut adalah:

13) Indikator Terpenuhinya Kebutuhan Sarana Prasarana Pembibitan Tanaman untuk RTH, dari target 4 lokasi pembibitan dapat terealisasi sesuai target, yaitu terdiri dari 3

lokasi yang dikelola oleh Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Kebun Bibit Cibeunying, Pasirluyu 1, dan Pasirluyu 2) dan 1 lokasi yang dikelola oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Kebun Bibit Pasirluyu). Pada tahun 2012 dilakukan pembangunan sarana dan prasarana di Kebun Bibit Pasirluyu I dan Pasirluyu II berupa rumah jaga. 14) Indikator RTH di Kota Bandung, dari target kumulatif sebanyak 55 lokasi tertata dan

160 lokasi terpelihara (target per tahun sebanyak 10 lokasi tertata dan 20 lokasi terpelihara), realisasi kumulatifnya adalah sebanyak 90 lokasi tertata dan 279 lokasi terpelihara (realisasi tahun 2012 sebanyak 13 lokasi tertata dan 36 lokasi terpelihara). 15) Indikator Jumlah Penanaman Pohon, dari target sebanyak 200.000 pohon dapat

terealisasi sebanyak 236.840 pohon. Capaian tersebut didasarkan pada:

a) Realisasi penanaman pohon yang berasal dari BPLH, Diskamtam, dan Dispertapa sebanyak 99.775 pohon, terdiri atas: 53.708 pohon pelindung dan 46.067 pohon produktif.

b) Realisasi penanaman pohon yang berasal dari P2KB, CSR, swadaya, dan APBD Kecamatan sebanyak 137.065 pohon, terdiri atas: 75.386 pohon pelindung dan 61.679 pohon produktif.

Apabila dirinci berdasarkan jenis pohonnya, dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pohon pelindung sebanyak 129.094 pohon.

b) Pohon produktif sebanyak 107.746 pohon.

c. Permasalahan dan Solusi

1) Permasalahan

a) Penurunan Kualitas Udara

Permasalahan kualitas udara merupakan dampak dari peningkatan volume kendaraan bermotor yang setiap tahun terus meningkat. Sektor transportasi merupakan kontributor utama emisi CO, NOx, dan Hidrokarbon. Sementara sektor industri merupakan kontributor utama emisi SOx dan permukiman merupakan kontributor

IV-83

utama emisi debu (Sudomo, 2001). Mengingat saat ini sumber pencemar udara terbesar adalah dari kendaraan bermotor dan laju pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung tergolong tinggi berkisar antara 12 - 21% pertahun, maka apabila hal ini dibiarkan berlanjut diperkirakan dalam kurun waktu 10 - 20 tahun mendatang hampir semua wilayah Kota Bandung kualitas udaranya akan melampaui baku mutu yang pada gilirannya akan menurunkan kesehatan warga Kota Bandung. Di samping persoalan pertumbuhan kendaraan bermotor, sektor industri pun memberikan kontribusi sekitar 15% terhadap potensi penurunan kualitas udara di Kota Bandung.

b) Penurunan Muka Air Tanah

Permasalahan penyediaan air bersih di Kota Bandung saat ini tidak saja hanya mencakup kualitas tapi juga kuantitas, sedangkan kemampuan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih masih terbatas. Keterbatasan tersebut yang menyebabkan terjadi pengambilan air tanah melalui sumur bor terus meningkat. Pada tahun 1970 jumlah pengambilan air tanah melalui sumur bor mencapai 10,5 juta m3/tahun, sedangkan tahun 1996 terjadi peningkatan mencapai 76,8 juta m3/tahun (sekitar 92% diantaranya dipergunakan untuk usaha industri dan usaha komersil lainnya) dengan total jumlah sumur bor mencapai 2.628 buah. Jumlah sumur bor sebenarnya diperkirakan lebih banyak karena banyak diantaranya yang tidak didaftarkan.

c) Pencemaran Sumber Air Permukaan (Sungai)

Sungai yang melintas di Kota Bandung seperti sungai di kota-kota lainnya umumnya memiliki tekanan yang besar, berkaitan dengan jumlah penduduk yang terus berkembang serta fungsi sungai yang beraneka ragam, mulai dari sumber air baku, tempat pembuangan aktifitas domestik maupun industri, tempat rekreasi, dan lain-lain. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan secara kontinu setiap tahun, dapat digambarkan kondisi sungai - sungai di Kota Bandung sebagai berikut:

(1) Terjadi hambatan self purification akibat pencemaran secara kontinu di sepanjang bantaran sungai. Pada dasarnya badan air mempunyai kemampuan untuk melakukan pemurnian diri sendiri (self purification) terhadap zat-zat pencemar yang masuk ke dalam air dalam setiap badan air atau sering disebut juga daya assimilasi (assimilative capacity).

(2) Daya asimilasi (assimilative capacity) yaitu kemampuan badan air untuk menerima beban limbah cair tanpa terjadi pencemaran telah mengalami penurunan, bahkan di beberapa sungai yang melewati wilayah padat bisa dikatakan tidak ada. Kemampuan ini tergantung dari debit (kapasitas) dan kandungan pencemar didalamnya. Semakin besar debit aliran dan semakin rendah kandungan polutannya maka akan semakin besar daya asimilasi badan air tersebut.

(3) Terjadi pendangkalan sungai akibat erosi dan sampah padat yang terbawa aliran air hujan/drainase atau yang sengaja dibuang masyarakat ke sungai. (4) Kelas mutu sungai tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum dan

sudah berada pada status tercemar ringan sampai dengan tercemar berat dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat.

IV-84

d) Pencemaran oleh Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Sejalan dengan aktifitas masyarakat Kota Bandung, selain sampah limbah padat domestik dan limbah cair, juga dihasilkan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah B3. Limbah tersebut dihasilkan dari hasil usaha atau kegiatan pembakaran batu bara (fly ash dan bottom ash), oli bekas, aki bekas, rumah sakit (infeksius), dan sludge hasil pengolahan limbah cair. Limbah B3 memerlukan penanganan khusus dan umumnya mahal. Kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan limbah lumpur IPAL atau abu batubara berupa pemanfaatan menjadi komoditas yang bernilai ekonomis secara terpadu merupakan salah satu solusi yang sedang dirintis.

e) Banjir di Musim Hujan

Tingginya lahan terbangun, meningkatnya proporsi lahan taman yang diperkeras, serta adanya pelanggaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan pendirian bangunan di sempadan sungai akan berdampak terhadap semakin sempitnya daerah resapan. Salah satu dampak yang sangat dirasakan dari perubahan peruntukan penggunaan lahan adalah banjir. Tingginya air larian menyebabkan menurunnya air yang meresap ke dalam tanah, sehingga di musim kemarau mengalami kekeringan. Sebaliknya tingginya air larian tersebut menimbulkan banjir di musim hujan. Luas area yang terkena banjir di Kota Bandung di setiap tempat bervariasi antara 0,5 Ha sampai 25 Ha. Total luas lahan terkena banjir tahun 2006 mencapai 296 Ha dengan frekuensi/lama genangan antara 6 - 18 hari pertahun.

f) Pengelolaan Sampah

(1) Volume sampah Kota Bandung 7.500 m3 per hari tidak sebanding dengan kapasitas alat angkut PD. Kebersihan sehingga sampah tidak terangkut seluruhnya.

(2) Masa pakai TPA Sarimukti akan habis tahun 2014 dan sulitnya mencari lokasi TPA pengganti di luar Kota Bandung.

(3) Implementasi kegiatan-kegiatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) belum optimal. (4) Dampak terhadap lingkungan dan kesehatan bagi warga kota.

(5) Dampak terhadap kegiatan ekonomi dan pariwisata.

2) Solusi

a) Upaya untuk mengatasi penurunan kualitas udara,meliputi: terus melakukan penghijauan melalui penanaman pohon pelindung dan pohon produktif; uji emisi gas buang kendaraan bermotor di titik-titik padat lalu lintas setiap tahunnya; substitusi bahan bakar kendaraan dengan mencari bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan (biofuel dan bioetanol); pemakaian bensin bebas timbal; persyaratan lolos uji emisi pada saat perpanjangan STNK; dan implementasi rencana strategis jangka panjang untuk pengendalian kualitas udara Kota Bandung (Urban Air Quality Improvement/UAQi).

b) Upaya dalam mengatasi penurunan muka air tanah, meliputi: pembuatan 3 embung-embung di kawasan Bandung Utara; pembuatan sumur resapan; tidak memberikan izin pengambilan air bawah tanah baru untuk kegiatan komersial pada daerah kritis maupun rawan; penertiban sumur bor yang tidak berizin; dan pengurangan 10 % dari jumlah debit air yang diizinkan pada saat daftar ulang.

IV-85

c) Upaya dalam mengatasi peningkatan pencemaran sumber air permukaan, meliputi: pemantauan kualitas air buangan dari IPAL pada kegiatan industri, hotel, rumah sakit, dan restoran; pemantauan kualitas 16 sungai di Kota Bandung, pengendalian dan peningkatan kualitas pengolahan limbah industri melalui program Proper, Prokasih, dan Superkasih; kewajiban pembuatan IPAL bagi kegiatan usaha; dan fasilitasi penyelesaian kasus pencemaran air oleh kegiatan usaha berdasarkan pengaduan masyarakat.

d) Upaya dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), meliputi: inventarisasi, identifikasi, dan pemantauan sumber-sumber kegiatan pengguna dan penghasil limbah B3; pengawasan dan pembinaan mengenai pengelolaan bahan dan limbah B3 kepada pelaku usaha; dan pengujian sampel tanah di sekitar lokasi industri pengguna dan penghasil limbah B3.

e) Upaya dalam mengatasi terjadinya banjir di musim hujan,meliputi: pembersihan sungai dari sampah dan sedimen; pengendalian tata ruang; penanaman Cover Croop; dan sosialisasi penerapan terasering di daerah yang rawan longsor.

f) Upaya dalam melakukan pengelolaan sampah, meliputi:

(1) Lebih memfokuskan pada pengelolaan 3R yang diharapkan mampu mereduksi timbunan sampah sampai 20%;

(2) Pengelolaan sampah harus lebih optimal agar hasil yang diharapkan dapat mereduksi sampah hingga 85%, sehingga hanya 15% sampah yang akan ditimbun di TPA;

(3) Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan sehingga pengelolaan sampah di Kota Bandung dapat teratasi dan keluarannya tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Adapun gerakan-gerakan yang mendukung pelaksanaan program dan kegiatan urusan lingkungan hidup, antara lain:

a) Penerapan 5 Gerakan Lingkungan:

a. Gerakan Penghijauan Kota, Hemat, serta Menabung Air; b. Gerakan Cikapundung Bersih;

c. Gerakan Udara Bersih;

d. Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung;

e. Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan, dan Pengawasan Lingkungan Hidup (GP4LH).

b) Penerapan Muatan Lokal Lingkungan Hidup.

c) Green Belt (penanaman pohon disepanjang perbatasan wilayah administratif Kota Bandung bekerjasama dengan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat).

d) Bandung Green and Clean (BGC), program kemitraan antara Pemerintah Kota Bandung melalui BPLH Kota Bandung dengan berbagai stakeholder (Yayasan PT. Unilever Tbk, PT. Pikiran Rakyat, Radio RASE FM, Tim Penggerak PKK Kota Bandung, dan LSM Lembaga Penerapan Teknologi Tepat/LPTT)

e) Car Free Day, secara resmi Kegiatan "Car Free Day" di Kota Bandung diselenggarakan pada tanggal 9 Mei 2010 oleh Pemkot Bandung dan Polwiltabes Bandung. Tujuan car free day adalah memberi kesempatan lingkungan udara yang terpolusi asap kendaran untuk melakukan self purifikasi terhadap beban pencemaran yang diterima. Pemerintah

IV-86

Kota Bandung memberlakukan Car Free Day (Hari Bebas Mobil) di Jln. Ir. H. Djuanda, Jln. Merdeka, dan Jln. Buah Batu pada setiap hari Minggu.

f) Apresiasi Udara Bersih (AUB), merupakan gerakan moral dari para pengelola kawasan yang memiliki area parkir kendaraan baik Instansi Pemerintah maupun swasta yang ikut berpartisipasi dalam menyukseskan Program Udara Bersih Kota Bandung dengan cara memberikan apresiasi kepada setiap kendaraan yang emisi gas buangnya telah memenuhi ambang batas agar tercipta kawasan Bersih Emisi.

g) Kewajiban CPNS menyumbang sumur resapan dan bibit pohon. h) Kewajiban menyumbang bibit pohon bagi pasangan menikah.

IV-87

1. Penataan dan Pemeliharaan

Dalam dokumen IV. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Halaman 82-87)