• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tentang Nilai Pendidikan a. Hakikat Nilai

KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoretis 1. Kajian tentang Novel

3. Kajian Tentang Nilai Pendidikan a. Hakikat Nilai

Kattsoff, (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:

1) Subjektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.

2) Objektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.

3) Objektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan. http://ahfadh.wordpress.com/2009/01/03/

aksiologi-hakikat-nilai/.

Situasi nilai di atas meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan suatu subjek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu objek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai ditambah perbuatan penilaian.

Nilai mempunyai bermacam makna seperti: mengandung nilai, yang artinya berguna merupakan nilai, yang artinya baik, benar atau indah mempunyai nilai yang artinya merupakan obyek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau memberi nilai, yang artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan. Makna yang dikandung nilai tersebut menimbulkan tiga masalah yang bersifat umum yaitu, makna nilai penyebab suatu obyek atau perbuatan yang bernilai, dan cara mengetahui nilai dapat diterapkan.

Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan keadilan, kebaikan dan keburukan, layak dan tidak layak sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya yaitu berupa ajaran agama, logika dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal demikian disampaikan oleh Wina Wijaya (2008: 274) yaitu:

”Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain sebagaimnya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa di raba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan”.

Lebih lanjut Wina Sanjaya mengatakan pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Hal yang sama disampaikan oleh Golo (dalam Wina Wijaya, 2008: 276) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut: (1) nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya; (2) pengembangan dominan afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kogniitif dan psikomotor; (3) masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina; (4) perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.

Nilai merupakan fenomena psikis manusia yang menganggap sesuatu hal bermanfaat dan berharga dalam kehidupannya, sehingga seseorang dengan suka rela terlibat fisik dan mental ke dalam fenomena tersebut. Ada bebrapa jenis nilai, misalnya nilai moral, nilai religius, nilai ekonomi, nilai keindahan, nilai psikologis dan sebagainya (Herman J.Waluyo, 2007 : 98).

The Liang Gie (1979: 168) berpendapat bahwa nilai secara manusiawi dapat dikelompokkan ke dalam 4 jenis yaitu: (1) nilai religius; (2) nilai etis; (3) nilai intelektual; (4) nilai estetis. Nilai Religius adalah suatu jenis nilai manusiawi dalam kehidupan manusia yang nyata dan menjelma sebagai: (1) pemujaan, yaitu tindakan manusia yang memiliki sesuatu kepercayaan menyembah Tuhan; (2) pengakuan, yaitu perasaan bahwa diri telah disahkan secara resmi masuk dalam suatu masyarakat religius; (3) persaudaraan, yaitu perasaan yang diperoleh dari

pergaulan dengan suatu kelompok keagamaan; (4) kepastian, yaitu keyakinan bahwa dibalik dunia fana ini ada Tuhan; (5) harapan, yaitu perasaan optimis bahwa dunia akhirat adalah dunia yang kekal.

Nilai religuis sifatnya mutlak untuk setiap saat dan keadaan. Semua manusia yang beragama yakin dan percaya, karena ajaran agama merupakan petunjuk bagi hamba untuk selalu tunduk dan taat pada aturan-Nya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai ini dijadikan dasar atau pijakan utama dalam mencapai tujuan hidupnya. Hal ini sifatnya universal bagi semua ajaran agama yang ada.

Nilai etis adalah nilai mengenai akhlak manusia. Nilai tersebut mempunyai perjalanan dalam tingkah laku manusia, misalnya kearifan, keberanian, keadilan, kesetiaan, kesederhanaan dan sebagainya.

Nilai intelektual mencakup nilai-nilai dari pengetahuan dan pencarian kebenaran seperti kebenaran ilmiah atau kebenaran logis. Hal ini dilakukan melalui penyelidikan dan pembuktian.

Nilai estetis adalah nilai manusiawi yang tersusun dalam sejumlah nilai yang dalam estetika terkenal sebagai kategori-kategori estetis, yaitu kategori yang agung dan yang elok, yang kosmis dan tragis dan yang indah dan yang jelek.

Selain nilai-nilai manusiawi masih ada jenis lain yang digolongkan sebagai nilai-nilai yakni:

(1) Nilai pendidikan, yakni nilai yang melekat pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

(2) Nilai sosial, yaitu nilai yang mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, penghargaan, dan sebagainya.

(3) Nilai politik, yaitu bila tujuan proses penilaiannya berdasarkan kekuasaan agar orang tunduk kepada otoritas pemegang kekuasaan.

(4) Nilai ekonomi, yaitu mencakup semua benda yang dapat dibeli dan nilainya oleh harga pasar.

(5) Nilai biologis adalah nilai sesuatu yang membuat tercapainya kesehatan, efisiensi, dan keindahan dari kehidupan jasmani seperti kesenangan, kesehatan, dan kekuatan.

Max Scheler (dalam Herman J Waluyo, 1994: 36) menyatakan ada 4 tingkatan nilai yang dikejar manusia, yaitu: (1) Nilai kenikmatan; (2) nilai kehidupan; (3) nilai kejiwaan; (4) nilai religius. Dalam tingkat pertama yang dikejar hanya nilai-nilai yang menyenangkan secara jasmaniah. Pada tingkat kedua yang dikejar adalah nilai yang penting dalam kehidupan (paling tidak kesehatan, rasa aman, cukup makan, dan sebagainya). Nilai ketiga mencakup kebenaran, pengetahuan, dan filsafat. Nilai keempat berkaitan dengan hubungan manusia dengan sang pencipta.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat nilai merupakan sesuatu yang menyangkut perasaan, keinginan, tindakan akal yang dianggap baik atau buruk yang memiliki sifat-sifat atau hal-hal penting dan berguna bagi kemanusiaan.

b. Hakikat Pendidikan

Dalam undang-undang nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I ketentuan umum pasal (dalam Soedomo Hadi, 2003: 108 ) menyebutkan bahwa:

”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesergta didik secara aktif menggembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu: Ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni: membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan-Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan, dan watak, mengubah kepribadian sang anak“. http://www.uny.ac.id.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan adalah usaha sadar ,terencana, terus menerus, serta penuh tanggung jawab, yang merupakan proses pengubahan sikap dan tingkahlaku agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran dan latihan.

c. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Novel

Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencangkup nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun nilai budaya atau keindahan (estetis).

Mursal Esten (dalam Tengsoe Tjahjono, 1988: 30) menyampaikan bahwa sebuah karya sastra yang indah, bukanlah karena bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama. Ia harus dilihat secara keseluruhan: temanya, amanatnya dan strukturnya, pada nilai-nilai yang terkandung di dalam cipta sastra itu, yang menyangkut nilai estetika, moral, dan konseptual.

Nilai pendidikan dalam karya sastra menurut Suyitno (1986: 3) mengatakan bahwa:

”Berbicara mengenai nilai pendidikan atau nilai didik dalam karya sastra, maka tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Karya sastra sebagai hasil olahan sastrawan, yang mengambil bahan dari segala permasalahan dalam kehidupan dapat memberikan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh pengetahuan yang lain. Hal ini merupakan salah satu kelebihan karya sastra. Kelebihan lain ialah bahwa karya sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir mengenai hidup , baik dan buruk, benar dan salah, dan mengenai cara hidupnya sendiri dan bangsanya. Sastra sebagai produk kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi dan sebagainya”.

Nilai pendidikan dalam karya sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial, (menjadi sarana), nilai final, (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama (Herman J. Waluyo, 1990: 27). Selanjutnya

pengertian nilai dalam karya sastra menurut Herman J. Waluyo (1990: 28) adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang.

Sastra dan pendidikan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Suyitno (1988: 3) menyatakan bahwa nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Karya sastra dapat memberikan pengetahuan yang tidak dimiliki media lain. Bertolak dari pendapat Suyitno, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi pembaca, namun dapat juga berupa kritikan yang cukup pedas bagi seseorang, kelompok, atau sebuah struktur sosial yang tidak sesuai dengan harapan pengarang dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam karya sastra dapat diperoleh nilai-nilai yang bermanfaat untuk kehidupan yang terkandung di dalamnya yaitu yang berhubungan dengan nilai agama, moral, budaya, dan sebagainya.