• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PEMBAHASAN UMUM

6.4 Kawasan Konservasi Kecamatan Weda Selatan

Kawasan di Kecamatan Weda Selatan merupakan kawasan yang memiliki ekosistem yang lengkap, namun hanya terdapat satu buah pulau kecil yang terletak di ujung Tanjung Tilope. Hasil inventarisasi dan identifikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang masih cukup baik.

Kawasan konservasi yang ditetapkan sebagai zona inti terdapat di pulau Mofi sampai Tanjung Tilope dan sebagian Tilope. Zona pemanfaatan terbatas terdapat di sekitar zona inti, yaitu ditetapkan untuk kegiatan ekowisata pantai, mangrove, lamun, snorkeling dan selam. Zona perikanan berkelanjutan ditetapkan sebagai kegiatan minawisata pancing, budidaya rumput laut dan keramba jaring apung.

Kawasan konservasi di Kecamatan Weda Selatan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kunjungan wisata di kawasan konservasi lebih tinggi dibandingan dengan nilai produksi perikanan, dengan perbandingan yang demikian dapat memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan kreatifitas dan kualitas dalam menangani wisatawan yang datang berkunjung ke kawasan wisata, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD) di kawasan tersebut.

6.5 Daya dukung

Daya dukung telah didefinisikan sebagai ukuran maksimum populasi atau kegiatan yang dapat dipertahankan tanpa mengalami penurunan produktivitas ekosistem di masa depan atau terhadap kesesuaian penggunaan (Odum 1997). Daya dukung ekologi adalah sebagai batas alami dari populasi yang ditetapkan oleh sumber daya dalam lingkungan tertentu (Caughley and Sinclair 1994). Daya dukung sebagai ukuran populasi maksimum yang dapat berkelanjutan pada beberapa tingkat hirarki yang terintegrasi dengan proses biologi dan proses lingkungan di daerah tertentu, dengan sumberdaya yang terbatas, baik secara spasial dan temporal (Kessler 1994 and del Monte-Luna et al. 2004).

Berdasarkan sejumlah pertimbangan (MacLeod and Cooper 2005) mengemukakan bahwa :

• Daya dukung fisik mengacu pada keterbatasan ruang, yaitu jumlah kegiatan suatu daerah dapat bertahan sebelum ada beberapa perubahan kualitas, misalnya, jumlah tempat berlabuh.

• Daya dukung sosial mengacu pada kepadatan populasi manusia suatu wilayah dapat dipertahankan sebelum mulai terjadi penurunan secara aktual atau persepsi penurunan kenyamanan, seperti wisata pantai.

• Daya dukung ekonomi mengacu pada sejauh mana suatu wilayah dapat menjadi berubah sebelum barang dan jasa ekonomi terpengaruh, misalnya, pembangunan pesisir yang berlebihan untuk pariwisata yang mengurangi keinginan daerah.

Terkait dengan keberadaan kegiatan penambangan dan pembangunan di daratan Halmahera Tengah, perlu dilakukan analisis kapasitas asimilasi, daya dukung kawasan dan daya dukung pemanfaatan di Teluk Weda.

Daya dukung kapasitas asimilasi dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kerusakan lingkungan akibat penambangan dan limbah dari daratan yang akan merusak lingkungan perairan Teluk Weda. Lebih lanjut, kajian yang berkaitan dengan kegiatan budidaya (keramba jaring apung dan rumput laut), diperlukan untuk mengetahui zat-zat kimia yang hanyut dan larut ke perairan laut sehingga tidak terkontaminasi terhadap ikan dan rumput laut yang dibudidayakan. Hal ini juga untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistem yang ada di

Teluk Weda, sehingga ekosistem dan biota-biota yang ada di perairan tidak akan terdegradasi dan punah.

Daya dukung kawasan dan pemanfaatan dikaji untuk mengetahui seberapa luas kawasan yang akan diperuntukkan sebagai kegiatan ekowisata yang terdapat di kawasan konservasi dengan menentukan seberapa besar kemampuan kawasan tersebut untuk menampung wisatawan yang akan berkunjung. Hal ini sesuai dengan daya dukung untuk kawasan lindung terfokus pada penerimaan sumberdaya alam dan dampak kunjungan manusia, serta mempertimbangkan karakteristik biofisik kawasan lindung, faktor sosial, dan kebijakan manajemen menjadi lebih penting sebagai penentu daya dukung dibandingkan jumlah pengunjung (Prato 2001).

6.6 Kelembagaan

Sistem kelembagaan dibutuhkan untuk mengatur kawasan konservasi untuk pengelolaan dan keberlanjutan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Elemen pelaku sistem pengembangan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang diharapkan dalam menyelenggarakan adalah pemerintah pusat, wisatawan dalam negeri dan perguruan tinggi.

Pemerintah pusat diharapkan dapat memperkenalkan kawasan konservasi di Teluk Weda dengan cara melakukan promosi secara regional maupun internasional lewat lembaga yang berwenang dibidang pariwisata. Wisatawan dalam negeri diharapkan lebih mengenal dan berkunjung ke lokasi wisata yang ada di Teluk Weda, juga dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan lokasi tersebut kepada calon wisatawan yang lain yang belum pernah berkunjung ke daerah tersebut.

Perguruan tinggi diharapkan dapat melakukan penelitian pada zona inti agar dapat diketahui seberapa besar zona tersebut dapat direhabilitasi jika telah terjadi kerusakan, sedangkan yang masih baik dapat dipertahankan ekosistemnya. Pada zona pemanfaatan terbatas diharapkan perguruan tinggi dapat membantu memberikan pelatihan kepada masyarakat setempat dalam hal pengelolaan kawasan tersebut dengan pelatihan penyelaman yang baik yang tidak merusak ekosistem karang dan lingkungannya, untuk kawasan mangrove dilakukan penanaman kembali mangrove yang sudah terdegradasi bekerjasama dengan Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan masyarakat yang terdapat di Kabupaten Halmahera Tengah. Pengelolaan zona perikanan berkelanjutan diharapkan perguruan tinggi dapat melakukan kajian yang berkaitan dengan keramba jaring apung dan budidaya rumput laut, sehingga nelayan yang melakukan usaha budidaya tersebut dapat meningkatkan pendapatannya dan keahliannya dalam pengembangan kegiatan budidaya tersebut.

Elemen pelaku sistem dapat melakukan manajemen kolaboratif, atau co- manajemen, yang didefinisikan sebagai pembagian kekuasaan dan tanggung jawab pengguna sumberdaya antara pemerintah dan lokal (Berkes et al. 1991). Singleton (1998) mendefinisikan co-manajemen sebagai istilah yang diberikan kepada sistem yang menggabungkan pemerintahan sebagai kontrol dengan lokal, pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dan akuntabilitas, idealnya dengan menggabungkan kekuatan dan mengurangi kelemahan masing-masing.

Salah satu elemen tujuan program pengembangan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil adalah mewujudkan pengembangan wisata.

Pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan sebuah daerah yang dapat dijadikan kawasan konservasi terutama didedikasikan untuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, sumber daya alam dan budaya yang diasosiasikan, atau dikelola melalui upaya hukum (Olsen 2002). Setiap perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan beberapa pertimbangan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. (Supriharyono 2007). Untuk mewujudkan pengembangan wisata tersebut diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat yang mendiami kawasan konservasi, sehingga pengelolaan kawasan konservasi dapat dibarengi dengan pengembangan wisata yang sesuai dengan pemanfaatannya.

Teluk Weda merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari sejumlah ekosistem memiliki potensi perikanan yang besar. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup pada sumberdaya perikanan ini. Terkait dengan perencanaan kawasan konservasi dengan salah satu tujuannya adalah peningkatan pendapan, tolak ukur yang relevan untuk digunakan berupa peningkatan produksi perikanan. Peningkatan produksi perikanan ini tidak semata-mata berupa peningkatan hasil tangkap tapi diutamakan berupa diversifikasi produk perikanan.

Diversifikasi produk perikanan merupakan salah satu strategi dalam mengkomersilkan sektor perikanan di Teluk Weda. Diversifikasi selain lebih memberikan pilihan produk juga akan mmberikan nilai tambah bagi masyarakat. Nilai tambah yang dimaksud berupa adanya kegiatan supplementer bagi kegiatan perikanan seperti, pengemasan dan pemasaran sehingga menambah rantai suplai (supply chain) dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Teluk Weda.

Perencanaan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Weda diharapkan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat khususnya nelayan sesuai dengan kapasitas ekonomi yang sesuai dengan daya dukung serta kebijakan sosial ekonomi yang berpihak kepada kelompok yang terpinggirkan. Kebijakan sosial ekonomi perlu direkayasa-ulang, yakni diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya sehingga kegiatan sosial ekonomi dapat dipercepat dan dilakukan secara berkelanjutan. Kebijakan pembangunan perlu memberikan keberpihakan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar kelompok masyarakat yang selama ini kurang diperhatikan dapat segera mengejar ketertinggalan dari kelompok masyarakat lainnnya sehingga tujuan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan yang adil bagi segenap bangsa Indonesia dapat diwujudkan (Cincin et al, 1998).

Elemen aktifitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindak program dalam memfasilitasi akses modal pengembangan, melaksanakan promosi keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil, mendirikan sarana pelayanan dan memfasilitasi penyediaan data dan informasi merupakan perencanaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan kawasan konservasi yang lestari dan berkelanjutan untuk masa depan masyarakat yang mendiami kawasan Teluk Weda.

6.7 Keberlanjutan

Keberlanjutan ekominawisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil adalah untuk mempertahankan kualitas ekologi lingkungan Teluk dan melakukan

sosialisasi terhadap masyarakat setempat untuk meningkatkan pendapatannya dengan membentuk kelembagaan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Keberlanjutan pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang diperuntukan untuk kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan pendekatan Multi Dimensional Scaling (MDS) yang merupakan pengembangan dari metode Rapfish digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap (Pitcher and Preikshot 2001).

Dimensi ekologi merupakan dimensi utama dalam menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat dikelola secara berkelanjutannya untuk generasi yang akan datang. Tanpa adanya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka akan terjadi degradasi sumberdaya alam dan lingkungan di Teluk yang merupakan habitat bagi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Atribut daya dukung ekowisata selam merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi ekologi, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi secara keseluruhan.

Dimensi ekonomi merupakan dimensi pendukung untuk menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat mempertahankan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan dimensi ekonomi berarti sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki nilai positif dan bernilai ekonomis penting untuk menunjang keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Atribut wisata pantai merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Indeks keberlanjutan ekonomi berada pada kuadran negatif maka ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kawasan selama ini kurang optimal, sehingga untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan tersebut maka atribut-atribut yang berdampak negatif terhadap nilai indeks harus lebih diperbaiki dan atribut-atribut yang berdampak positif tetap dipertahankan.

Dimensi sosial budaya merupakan dimensi pendukung yang dilakukan oleh masyarakat dan stakeholder yang menjaga dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan masnuisa di masa yang akan datang. Dimensi ini menunjukkan bahwa tanpa campur tangan manusia yang memiliki kepedulian terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, maka akan terjadi degradasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta adat istiadat yang masih dipertahankan oleh masyarakat setempat. Atribut tempat rekreasi merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi sosial budaya, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya secara keseluruhan.

Dimensi kelembagaan juga merupakan dimensi pendukung yang dapat mengikat masyarakat dan stakeholder dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan adanya dimensi kelembagaan berarti masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. atribut meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil (tolok

ukur) merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi kelembagaan, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan secara keseluruhan.

Status keberlanjutan akan mencapai optimal jika nilai status keberlanjutan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap dimensi tersebut. Dari ketiga dimensi (ekologi, ekonomi dan sosial budaya) yang cukup berkelanjutan ditingkatkan menjadi berkelanjutan, sedangkan untuk dimensi kelembagaan atribut-atribut lainnya harus ditingkatkan lagi untuk mencapai optimal, terutama pemerintah pusat sebagai pelaku utama.