• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

24) Pulau Yef

5.4 Deliniasi dan kesesuaian kawasan konservas

5.4.8 Kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung

Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) merupakan salah satu teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan. Budidaya keramba jaring apung merupakan kegiatan pembesaran ikan yang dilakukan di dalam keramba jaring. Ikan-ikan yang menjadi target budidaya tersebut adalah ikan-ikan yang habitatnya tidak jauh dari lokasi penangkapannya. Salah satu jenis ikan yang dapat dibudidaya adalah ikan-ikan yang mencari makan di daerah lamun atau karang, tetapi kehidupannya lebih banyak di daerah karang. Misalnya ikan beronang (Siganus sp) selain memiliki rasa yang enak, juga mudah dipelihara di dalam keramba jaring apung. Selain itu ikan yang dapat dibudidayakan adalah jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapu, ikan napoleon, dan lain-lain, karena ikan tersebut lebih banyak dipasarkan dalam keadaan hidup.

Sama halnya dengan budidaya rumput laut, budidaya keramba jaring apung dapat dilakukan di Teluk Weda mengingat lokasi budidaya dapat diletakkan di sekitar daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Parameter yang mendukung kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung antara lain : kecepatan arus, tinggi gelombang, kedalaman perairan, suhu perairan, salinitas, oksigen terlarut, pH perairan, nitrat, nitrit, fosfat, dan Jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya.

Hasil penelitian dari 25 stasiun pengukuran parameter pendukung dalam kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung menunjukkan nilai kisaran masing-masing parameter yaitu kecepatan arus berkisar 0,07 – 0,49 m/detik (rata-rata 0,26 m/detik), tinggi gelombang signifikan berksisar 0,7 – 4,8 m. (hasil perhitungan), kedalaman perairan yang masih terlihat gugusan karang hingga kedalaman 12 m, suhu perairan 28,80 – 31,40oC, salinitas 26.00 - 35,00 o

/oo untuk perairan laut sedangkan 3 lokasi di sekitar muara sungai bersalinitas 00

– 15,00 o/oo, kadar oksigen terlarut (DO) mempunyai kisaran nilai 3,38 – 5,08 mg/l, pH perairan bernilai 6,00 – 7,4, kadar nitrat berkisar 0,01 – 0,10 mg/l, nitrit 0,001 – 0,002 mg/l, fosfat 0,001 – 0,092 mg/l, dan Jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya relatif berjauhan. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan paramater terhadap budidaya laut keramba jaring apung menunjukkan bahwa secara umum hasil pengukuran berada pada kategori sesuai. Khususnya suhu, salinitas dan pH berada dalam kriteria sangat sesuai, sedangkan parameter lainnya berada pada kategori tidak sesuai dan sesuai bersyarat serta terdapat beberapa lokasi yang tidak sesuai untuk budidaya ikan dengan KJA berdasarkan parameter kedalaman pada kedalaman tertentu.

Hasil penelitian dalam kesesuaian berdasarkan faktor lingkungan menunjukkan bahwa arus sangat berperan dalam sirkulasi air dengan membawa bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen dalam air. kaitannya dengan KJA, kekuatan arus dapat mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring sehingga desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta kondisi dasar perairan (lumpur, pasir, karang). Keberadaan organisme penempel akan lebih banyak menempel pada jaring bila kecepatan arus dibawah 25 cm/detik sehingga akan mengurangi sirkulasi air dan oksigen (Mayunar et al. 1995), sedangkan Ahmad et al. (1991) mengemukakan kecepatan arus yang masih baik untuk budidaya dalam KJA berkisar 5 – 15 cm/detik. Dengan merujuk kesesuai parameter kecepatan arus dan tinggi gelombang untuk minawisata keramba jaring apung diperoleh kelas kesesuain parameter kecepatan arus (Tiensongrusmee et al. 1986) berada pada kategori sesuai (0,2 – 0,4 m/detik) sedangkan kecepatan arus rata-rata sebesar 0,26 m/detik. Kondisi kelas kategori yang sama (sesuai) untuk parameter tinggi gelombang menurut DKP (2002) sebesar < 0,5 m terjadi pada musim tertentu dan demikian juga kategori sesuai bersyarat. Kesesuaian parameter tinggi gelombang tersebut didasarkan pada penerjemahan nilai dari gelombang signifikan dari hasil perhitungan bangkitan gelombang oleh angin yang bernilai 0,7 – 4,8 m. Gelombang signifikan merupakan gelombang maksimum dari bangkitan angin untuk durasi 3 kali lipat dari nilai rata-rata kecepatan angin yang bertiup tanpa mendapatkan halangan (Fetch angin). Dari hal ini maka dapat dikatakan tinggi gelombang rata-ratan maksimumya adalah sepertiga tinggi gelombang signifikan (0,2 – 1,6 m) atau dengan rata-rata tinggi gelombang 0,32 m. Tinggi gelombang ini menghasil kategori kesesuaian parameter tinggi gelombang dalam kategori sesuai dan sesuai bersyarat menurut DKP (2002).

Kedalaman perairan sangat penting bagi kelayakan budidaya dengan sistem keramba Jaring Apung (KJA), kedalaman perairan dari dasar jaring merupakan suatu faktor teknis dalam menjamin sistem sirkulasi pada KJA. Berdasarkan kriteria kelas kesesuaian minawisata keramba jaring apung oleh DKP (2002) menyatakan bahwa jarak dasar KJA dengan kedalaman perairan < 4 m dan > 10

merupakan kriteria tidak sesuai. Kriteria sesuai berada pada kedalaman 4 – 7 m dan untuk kedalaman 7 – 10 m merupakan kedalaman jarak dasar KJA dengan dasar perairan berada dalam kategori sesuai bersyarat. Dengan memperhatikan data kedalaman kriteria sesuai (4 – 7 m) dan asumsi konstruksi KJA mempunyai tinggi 2 meter, maka memerlukan kedalaman maksimal 9 1,9 m oleh pengaruh tunggang air pasang surut. Berdasarkan peta batimetri untuk kedalaman tersebut umumnya dijumpai pada daerah dengan profil pantai berbentuk slope yakni di bagian selatan dan utara Teluk Weda serta beberapa daerah di sebelah selatan Teluk Weda bagian tengah. Dengan demikian kedalaman perairan dengan dasar jaring umumnya dalam kategori tidak sesuai akibat kedalaman perairan > 10 m.

Perkembangan biota laut sangat dipengaruhi oleh suhu perairan, peningkatan suhu dapat menurun kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon dioksida. Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 28,80 – 31,40oC, berada dalam kategori sangat layak untuk perairan untuk kegiatan budidaya menurut Nybakken (1988), Mulyanto (1992) dan LP Undana (2006). Kondisi kesesuaian tersebut juga dinyatakan oleh Mayunar et al. (1995) yang menyebutkan suhu optimum untuk budidaya ikan adalah 27 – 32oC, sedangkan untuk budidaya rumput laut membutuhkan suhu pada kisaran 20 – 30oC (Mubarak et al. 1990 in Junaidi 2012) dan untuk tiram 20 – 32oC (Atjo 1992 in Junaidi 2012). Hasil pemetaan kelayakan lokasi berdasarkan parameter suhu, menunjukkan bahwa semua lokasi penelitian sangat layak untuk dikembangkan budidaya laut terhadap komoditas ikan, rumput laut dan tiram.

Salinitas perairan Teluk Weda dari hasil penelitian bernilai 26 – 35o/oo untuk perairan laut sedangkan 3 lokasi di sekitar muara sungai bersalinitas 0 – 15o/oo, kisaran salinitas untuk perairan laut ini masih baik untuk kegiatan budidaya baik perikanan, rumput laut maupun tiram karena salinitas optimal untuk budidaya ketiga komoditas tersebut berada pada kisaran 30 – 35o/oo. Khusus untuk budidaya perikanan, nilai salinitas yang dibutuhkan sesuai dengan jenis ikan yang akan dibudidaya. Hal ini disebabkan ikan tertentu membutuh salinitas tertentu pula. Ikan memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas, nilai salinitas yang sesuai untuk ikan berkisar 20 – 34 o/oo (Imanto et al. 1995) beberapa jenis ikan memiliki nilai salinitas berbeda. Kerapu secara umum memiliki salinitas optimum pada kisaran 27 – 34o/oo (Ahmad et al. 1991, Mayunar et al. 1995). Seperti halnya dengan suhu, hasil pemetaan kelayakan lokasi berdasarkan parameter salinitas, menunjukkan hampir keseluruhan wilayah Teluk Weda sesuai dan sesuai bersyarat untuk dikembangkan minawisata Keramba Jaring Apung kecuali disekitar daerah muara sungai yang bersalinitas 0 – 15o/oo dalam kategori tidak sesuai sebagaimana nilai kriteri kesesuaian menurut Nontji (2003), Romimohtarto dan Juwana (1999) serta LP Undana (2006).

Oksigen terlarut merupakan parameter yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara. Peningkatan suhu, salinitas dan tekanan menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya. Mayunar et al. (1995) menyebutkan untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l, namun untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal 3 mg/l. Untuk kepentingan budidaya ikan, oksigen terlarut yang optimal berkisar 5 – 8 mg/l (Ahmad et al. 1991). Hasil penelitian menunjukkan kadar Oksigen terlarut (DO) berkisar 3,38 – 5,08 mg/l, nilai ini

berdasarkan kriteria kesesuai untuk minawisata KJA oleh LP Undana, (2006) berada kategori sesuai bersyarat. Kesesuaian bersyarat tersebut juga senada dengan nilai kadar DO yang diberikan oleh Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk parameter DO, bahwa menunjukkan kondisi kurang baik jika kadar DO di bawah 5 mg/l.

Hasil pengukuran lapangan nilai pH berkisar 6,00 – 7,4 merupakan nilai sangat sesuai menurut LP Undana (2006) untuk minawisata KJA dengan nilai parameter kesesuaian pH 6 – 8. Kategori kesesuaian tersebut juga sesuai dengan parameter kelayakan yang disampaikan oleh Boyd and Lichtkoppler (1979) dalam Mayunar et al. (1995) yang menyebutkan pH optimal untuk budidaya ikan 6,5 – 9,0 dan 7,5 – 8,5 untuk budidaya rumput laut (Utojo et al. 2007, Mubarak et al. 1990) serta 6,75 – 9 untuk tiram mutiara (Atjo 1992). Untuk budidaya tiram mutiara membutuhkan pH optimum pertumbuhannya yang lebih rendah (6,75 – 7,0).

Parameter nitrat, nitrit dan fosfat di perairan untuk keramba jaring apung merupakan parameter penting dalam ketersediaan pakan alami di perairan. Kesesuaian kadar nitrat, nitrit dan fosfat akan memicu proses fotosintesis oleh phytoplankton dan selanjutnya menjadi bagian dari rantai makanan. Selain itu kadar nitrat, nitrit dan fosfat menjadi indikator untuk melihat kesuburan perairan. Berdasarkan data penelitian kadar perairan nitrat berkisar 0,01 – 0,10 mg/l, konsentrasi nitrit berkisar 0,001 – 0,002 mg/l dan konsentrasi fosfat berkisar 0,000 – 0,092 mg/l. Jumlah konsentrasi tersebut secara keseluruhan ketiga parameter berada dalam kategori sesuai untuk minawisata Keramba Jaring Apung menurut Tiensongrusmee et al. (1986) dengan nilai kategori sesuai < 0,1 mg/l.

Parameter jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya pada minawisata keramba jaring apung tidak berbeda dengan kriteria keseusian yang sama pada wisata pancing. Hasil penilaian kesesuai tersebut berada pada kelas kesesuaian sesuai bersyarat dengan jarak aktifitas dan parameter berkisar 300 – 500 m (Bengen et al. 2007). Kriteria kesesuaian tersebut didasarkan pada:

Alur pelayaran yang dilakukan masyarakat umumnya berada jauh dari garis pantai (< 1 km) dengan tujuan menghindari gelombang pantul dari pantai dengan profil pantai yang curam.

Bentuk Teluk Weda yang relatif melengkung, maka alur pelayaran masyarakat berupaya memperpendek jarak tempuh dengan memotong jalur terdekat (tidak mengikuti profil pantai).

Alur masuk dan keluar pelabuhan Kota Weda telah ditetapkan, dimana alur tersebut berada di bagian utara Pulau Kuleyevo (Pulau Imam) yang juga melintas diantara gugusan karang

Secara teknis untuk membuat keramba jaring apung harus berada pada kedalaman minimal 6 m (4 1,9) yang jaraknya berada pada jarak antara 300 – 500 m dari aktifitas penambangan maupun perkampungan masyarakat.

Hasil pemetaan kelayakan masing-masing parameter faktor lingkungan yang selanjutnya di-overlay-kan untuk mengetahui kelayakan berdasarkan parameter pendukung diperlihatklan pada Lampiran 29 dan 30, sedangkan hasil analisis kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung disajikan pada Gambar 34.

Gambar 33 Kesesuaian pemanfaatan keramba jaring apung

Hasil analisis kesesuaian pemanfaatan kawasan keramba jaring apung di Teluk Weda yang sesuai (S) adalah 75,74 Ha, dan sesuai bersyarat (SB) adalah 13,56 Ha dari total luas kesesuaian kawasan keramba jaring apung. Peta kesesuaian pemanfaatan budidaya keramba jaring apung di Teluk Weda disajikan pada Lampiran 31 dan 32.

5.5 Daya dukung