• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PROFIL UMUM TELUK WEDA

4.3 Kualitas Perairan

Kualitas perairan di Teluk Weda memberikan indikasi terjadi perubahan kualitas perairan setiap saat, hal ini akibat dari banyaknya perusahaan pertambangan yang mengangkut hasil eksploitasinya biji nikel yang belum diolah, kemudian diarahkan ke tepi pantai untuk diangkut oleh kapal pertambangan. Hasil pengangkutan tersebut dapat mencemari perairan Teluk Weda karena mengandung bahan fisika dan kimia.

Pengamatan fisik dan kimia dilakukan dengan pengambilan sampel air di perairan dan kemudian diolah di laboratorium, juga diperoleh dari hasil monitoring secara berkala oleh PT Weda Bay Nickel. Hasil analisis laboratorium dan monitoring PT Weda Bay Nickel disajikan pada Tabel 21.

- Parameter Fisika Perairan a. Pasang Surut

Pola pasang surut perairan yang terjadi di sekitar Halmahera Tengah umumnya berpola semidiurnal condong keharian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) dengan nilai bilangan Fomizhal (F) berkisar 0.26 m sampai 1,50 m. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pola pergerakan pasang surut disekitar Halmahera Tengah (Tabel 22). dengan konstanta pasang surut yang ada maka nilai kisaran pergerakan pasang surut di Halmahera Tengah tidak jauh berbeda dengan nilai pasang surut di sekitar lokasi pengamatan pasang surut atau kondisi pergerakan pasang surut sebesar 1.25 Dm (128 cm) tiap pergerakan pasang surut.

Nilai konstanta pasang surut yang terjadi di perairan sekitar Halmahera Tengah (Teluk Salolo) memberikan makna bahwa pasang surut yang terjadi di sekitar Teluk Weda juga berpola semidiurnal. Pada bagian lain keterbukaan wilayah Teluk Salolo yang lebih kecil dibandingkan dengan Teluk Weda maka dapat dikatakan bahwa sistem pertukaran transpor massa air di Teluk Weda lebih besar dibandingkan dengan Teluk Salolo yang berada di perairan Teluk Buli. Dengan demikian bahwa nilai tunggang air pada Teluk Weda jauh lebih besar fluktuasinya dibandingkan dengan Teluk Salolo (DKP 2008).

Tabel 21 Hasil pengamatan kualitas perairan Tahun 2012

No. Parameter kualitas

perairan Minimal Maksimal Rata-rata

1 TSS (mm) 21,00 108,00 58,00 2 TDS (mg/l) 10.224,00 22.190,00 15.707,00 3 pH 8,00 9,00 8,25 4 DO (mg/l) 3,38 5,07 4,32 5 Suhu (oC) 29,00 31,00 30,00 6 Konduktifitas (S/m) 31,00 513,50 146,41 7 Turbiditas (m) 11.260,00 26.470,00 19.780,00 8 Salinitas (o/oo) ppm 20,00 35,00 31,00 9 Nitrat (mg/l) 0,001 0,010 0,004 10 Nitrit (mg/l) 0,001 0,002 0,002 11 Fosfat (mg/l) 0,001 0,009 0,005 12 Aluminium (Al) (mg/l) 0,05 0,05 0,05 13 Arsen (As) (mg/l) 0,0005 0,0007 0,00054 14 Barium (Ba) (mg/l) 0,01 0,16 0,116 15 Boron (B) (mg/l) 0,1 7,6 4,8 16 Kadmium (Cd) (mg/l) 0,005 0,005 0,005 17 Kalcium (Ca) (mg/l) 0,05 503,00 357,41 18 Kromium (Cr) (mg/l) 0,002 0,002 0,002 19 Kobalt (Co) (mg/l) 0,001 0,001 0,001 20 Tembaga (Cu) (mg/l) 0,001 0,001 0,001 21 Besi (Fe) (mg/l) 0,004 0,01 0,0062 22 Timbal (Pb) (mg/l) 0,001 0,001 0,001 23 Magnesium (Mg) (mg/l) 0,05 1.470,00 1.050,01 24 Mangan (Mn) (mg/l) 0,001 0,007 0,0034 25 Raksa (Hg) (mg/l) 0,00005 0,00012 0,000084 26 Nickel (Ni) (mg/l) 0,001 0,004 0,0016 27 Kalium (K) (mg/l) 0,05 389,00 280,41 28 Selenium (Se) (mg/l) 0,0005 0,0005 0,0005 29 Natrium (Na) (mg/l) 0,05 11.100,00 7.808,01 30 Seng (Zn) (mg/l) 0,005 0,005 0,005

Sumber : Hasil Lapangan 2012 dan PT. Weda Bay Nickel 2012

Tabel 22 Konstanta harmonik pasang surut di beberapa wilayah sekitar Kabupaten Halmahera Tengah Lokasi NIL So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 Zo F Tidore A 99 41 40 36 24 47 13 12 11 8 152 0,88 go - 244 216 87 137 207 27 200 216 137 Ternate A 27 22 5 14 10 - - 8 6 90 0,48 go - 185 148 210 91 112 - - 142 81 Sorong A - 41 18 7 23 13 - - 5 8 100 - go - 165 150 185 134 187 - - 150 134 Teluk Salolo A 193 49 27 9 14 12 - 1 7 5 102 0,34 go - 152 219 87 232 119 107 339 219 232 Lelei A 150 59 15 52 22 15 2 3 4 7 150 0,51 go - 109 286 306 295 106 166 198 286 295 - Sumber : DKP Provinsi 2008 b. Suhu

Nilai parameter suhu perairan dari hasil pengukuran, secara umum menunjukkan fenomena alami, dimana makin tinggi pergerakan matahari memberikan nilai yang lebih besar. Suhu diperairan Teluk Weda berkisar antara 29oC – 31oC. Parameter suhu perairan secara spasial menunjukkan fenomena alami, dimana suhu di sekitar muara sungai lebih rendah dibandingkan pada selain daerah tersebut. Secara global parameter kualitas perairan umumnya dipengaruhi oleh massa air laut terbuka (pasifik) yang dicirikan oleh nilai suhu yang lebih tinggi atau dalam kategori perairan hangat. Umumnya bahwa sebaran komunitas mangrove memberikan nilai kualitas perairan yang lebih stabil terhadap suhu perairan yang dipengaruhi oleh pergerakan tinggi matahari .

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Oganisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi 2003).

c. Sirkulasi air laut

Sirkulasi dari arus laut terbagi atas dua kategori yaitu sirkulasi di permukaan laut (surface circulation) dan sirkulasi di dalam laut (intermediate or deep circulation). Arus pada sirkulasi di permukaan laut didominasi oleh arus yang ditimbulkan oleh angin sedangkan sirkulasi di dalam laut didominasi oleh arus termohalin. Arus termohalin timbul sebagai akibat adanya perbedaan densitas karena berubahnya suhu dan salinitas massa air laut. Perlu diingat bahwa arus termohalin dapat pula terjadi di permukaan laut demikian juga dengan arus yang ditimbulkan oleh angin dapat terjadi hingga dasar laut. Sirkulasi yang digerakan oleh angin terbatas pada gerakan horisontal dari lapisan atas air laut. Berbeda dengan sirkulasi yang digerakan angin secara horisontal, sirkulasi termohalin mempunyai komponen gerakan vertikal dan merupakan agen dari pencampuran massa air di lapisan dalam (Nining 2002 dalam Azis 2006).

Arus permukaan laut umumnya digerakan oleh stress angin yang bekerja pada permukaan laut. Angin cenderung mendorong lapisan air di permukaan laut

dalam arah gerakan angin. Arus yang terjadi diteluk Weda dengan kecepatan berkisar 0,07 – 0,49 m/detik dengan kecepatan arus rata-rata 0,26 m/detik. Tetapi karena pengaruh rotasi bumi atau pengaruh gaya Coriolis, arus tidak bergerak searah dengan arah angin tetapi dibelokan ke arah kanan dari arah angin di belahan bumi utara dan arah kiri di belahan bumi selatan. Jadi angin dari selatan (di belahan bumi utara) akan membangkitkan arus yang bergerak ke arah timur laut. Arus yang dibangkitkan angin ini kecepatannya berkurang dengan bertambahnya kedalaman dan arahnya berlawanan dengan arah arus di permukaan.

Arus laut dapat juga terjadi akibat adanya perbedaan tekanan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Perbedaan tekanan ini terjadi sebagai hasil adanya variasi densitas air laut dan slope permukaan laut. Densitas air laut bervariasi dengan suhu dan salinitas. Air tawar yang hangat adalah ringan, sementara air laut yang dingin adalah berat. Pada kedalaman yang besar (di bawah 2000 m),densitas air laut hampir uniform (konstan) jadi variasi densitas umumnya terbatas pada lapisan dekat dengan permukaan (Azis 2006).

Perairan yang densitasnya rendah (hangat) mempunyai permukaan laut yang lebih tinggi daripada perairan yang densitasnya tinggi (dingin) akibatnya terdapat slope (kemiringan) permukaan laut antara daerah densitas rendah dan tinggi, karena adanya slope permukaan laut (juga adanya slope isobar di lapisan-lapisan dalam) tekanan air di daerah densitas rendah lebih besar daripada tekanan air di daerah densitas tinggi. Perbedaan tekanan ini menggerakan massa air di daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Tetapi air tidaklah benar-benar bergerak menuruni slope permukaan laut, akibat pengaruh rotasi bumi atau gaya coriolis gerakan air ini dibelokan ke arah kanan di belahan bumi utara dan ke arah kiri di belahan bumi selatan. Gaya akibat perbedaan tekanan disebut "gaya gradien tekanan" dan gaya ini diimbangi oleh gaya coriolis yang timbul akibat rotasi bumi. Arus yang timbul sebagai akibat kesetimbangan gaya gradien tekanan dan gaya coriolis disebut arus "geostropik". Kecepatan arus geostropik berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Azis 2006).

Seperti dijelaskan sebelumnya, disamping arus laut yang bergerak di permukaan terdapat juga arus yang bergerak di lapisan dalam. Sirkulasi ini dikenal dengan nama sirkulasi "termohalin". Arus di lapisan dalam ini bergerak lebih lambat daripada arus permukaan, namun arus ini memainkan peranan yang penting dalam pertukaran massa air di laut Azis 2006).

Pada teras pertama Teluk Weda kedalaman lapisan campuran (Mixed Layer Depth atau MLD) bervariasi dari 22 meter menjadi 50 meter. Kedalaman MLD dengan ketebalan lebih dari 50 meter diamati pada stasiun 9, dan 12, sedangkan yang dangkal diamati pada Stasiun 10, 11 dan 20 (Gambar 10). Profil suhu vertikal dan salinitas di stasiun teras pertama ditunjukkan pada Gambar 11 (a & b). Pada angka tersebut jelas menunjukkan adanya penurunan panas pada semua kolom air tepat di bawah MLD ke bawah. Pada permukaan MLD suhu berkisar pada suhu 27.72oC (Stasiun 12) pada pesisir barat dari teluk ke (Stasiun 1) sampai suhu 28,20oC di bagian utara. Pada batas terendah dari lapisan campuran atau di bagian atas termoklin suhu bervariasi antara 27,33-27,68oC. Salinitas tercatat lebih tinggi dari 34o/oo pada semua stasiun menunjukkan bahwa teluk ini sangat dipengaruhi oleh Laut Halmahera. Rendahnya nilai salinitas tercatat di stasiun 10, 11 dan 20 menunjukkan bahwa pengaruh dari sungai lebih sedikit

dapat mempengaruhi suhu dan salinitas di permukaan dibandingkan daratan utama. Di teras kedua minimum MLD tercatat sebesar 25 m (Stasiun 2), sementara pada tiga stasiun yang lain, MLD tercatat hampir dua kali lebih tinggi (42-52 m). Profil vertikal suhu dan salinitas di stasiun teras kedua ditunjukkan pada Gambar 12a. Seperti halnya dengan teras pertama penurunan panas terdapat pada semua kolom air tepat di bawah MLD ke bawah. Pada permukaan MLD suhu berkisar antara 27,75oC (Stasiun 13) ke 28,18oC (Stasiun 2). Pada batas terbawah dari lapisan campuran atau di bagian atas termoklin, suhu bervariasi antara 27,04-27,79oC . Salinitas tercatat lebih tinggi dari 34o/oo di semua stasiun. Hal ini menunjukkan tidak ada lapisan salinitas maksimum yang tercatat pada daerah penelitian ini (Gambar 12b) (LIPI dan Weda Bay Nickel 2007).

Gambar 10 Stasiun pengamatan Ocean Profilling di Teluk Weda Sumber : LIPI dan Weda Bay Nickel 2007

Gambar 11 Mixed Layer Depth (MLD) teras pertama di Teluk Weda Sumber : LIPI dan Weda Bay Nickel 2007

Gambar 12 Mixed Layer Depth (MLD) teras kedua di Teluk Weda Sumber : LIPI dan Weda Bay Nickel 2007

Pada sub-basin Teluk Weda, lapisan campuran bervariasi dari 25 meter sampai 57 meter. Kedalaman MLD lebih dari 50 meter terjadi di Stasiun16, 18, 8 dan 5. MLD dangkal terjadi di Stasiun15 dan 3. Profil suhu secara vertikal dan salinitas yang ditunjukkan pada Gambar 12 (a). Pada permukaan MLD suhu berkisar antara 28,35 (Stasiun 3) sampai 27.77oC (Stasiun 14). Pada batas bawah dari lapisan campuran suhu bervariasi antara 26.33 (Stasiun 14) sampai 27,79oC (Stasiun 3). Sangat menarik untuk mengetahui pada titik ini terdapat fenomena pada distribusi vertikal salinitas di sub-basin Teluk Weda. Pada Gambar 13 (b) terlihat bahwa salinitas maksimum terjadi di semua stasiun. Fenomena ini memainkan peranan penting untuk memahami dinamika sirkulasi air di Teluk Weda. Lapisan salinitas maksimum menunjukkan bahwa pada kedalaman antara 100 dan 400 meter yang ada massa air tertentu datang dari luar. Massa air yang masuk ini bisa dari Samudera Pasifik seperti yang ditunjukkan oleh Wyrtki (1961). Jika benar maka massa air ini dikenal sebagai Southerrn Subtropical Bawah Air diidentifikasi oleh salinitas yang maksimum ( 34,6-35,3o/oo ), suhu berkisar antara 24-13oC dan kandungan oksigen yang rendah ( 2,6-3,6 ml/l).

Gambar 13 Mixed Layer Depth (MLD) sub-basin di Teluk Weda Sumber : LIPI dan Weda Bay Nickel 2007

d. Kecerahan

Kecerahan air di Teluk Weda berkisar antara 0.6 meter - 13.72 meter. Pengukuran parameter kecerahan perairan dilakukan pada waktu siang hari dengan kondisi cuaca cerah dan perairan tidak berombak. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah. (Effendi, 2003).

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Jeffries and Mills 1996 in Effendi 2003). e. Konduktivitas

Konduktivitas (Daya Hantar Listrik) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik (konduktor) yang baik (APHA, 1976; Mackereth et al. 1989 in Effendi 2003).

Konduktivitas di Teluk Weda berkisar antara 31,00-513,50 dengan rata-rata konduktivitas 146,41. Hal ini menunjukkan bahwa daya hantar listrik (DHL) di perairan Teluk Weda akan meningkat dengan meningkatnya pH dan salinitas di perairan.

f. Turbiditas

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah Turbiditas (Kekeruhan). Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen.

Turbiditas yang terjadi di perairan Teluk Weda diakibatkan oleh adanya penambangan di kawasan tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya turbiditas 11260-26470 NTU dengan rata-rata 19780 NTU. Dengan demikian berarti bahwa peningkatan turbiditas di perairan Teluk Weda dapat mengurangi produktivitas primer, sehingga akan menurunkan tingkat kesuburan perairan.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan telarut, maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976; Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003).

Lloyd (1985) in Effendi (2003), peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%-50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75% dan 3%-13%.

g. Padatan Total, Terlarut dan Tersuspensi (TSS, TDS)

Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA 1976 in Effendi 2003). Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd 1988 in Effendi 2003).

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan- bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad- jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

Settleable solid adalah jumlah padatan tersuspensi yang dapat diendapkan selama periode waktu tertentu dalam wadah yang berbentuk kerucut terbalik. Padatan terlarut total (Total Dissolve Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao 1992 in Effendi 2003). TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.

TSS di perairan Teluk Weda berkisar antara 21-108 mg/liter dan rata-rata 58 mg/liter, sedangkan TDS berkisar antara 10224-22190 mm dan rata-rata 15707 mm. Berdasarkan nilai TSS dan TDS tersebut menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi yang tinggi tersebut diakibatkan tingkat erosi yang tinggi dan adanya penambangan oleh perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan, serta perubahan tata guna lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan daerah.

- Parameter Kimia Perairan a. Salinitas

Pengukuran sanilitas perairan Teluk Weda selama pengambilan data dilakukan diperoleh nilai salinitas berkisar antara 20 o/oo hingga 35o/oo. Perairan dengan dominasi komunitas mangrove seperti pada wilayah teluk, umumnya massa air yang masuk ke teluk (outflow) memiliki kadar garam yang relatif lebih rendah (rata-rata 31o/oo) dibandingkan kadar pada perairan dengan substrat berbatu (berkisar 32 o/oo– 34 o/oo).

Parameter salinitas perairan secara spasial menunjukkan fenomena alami, dimana salinitas di sekitar muara sungai lebih rendah dibandingkan pada daerah selain daerah tersebut. Secara global parameter kualitas perairan umumnya dipengaruhi oleh massa air laut terbuka (pasifik) yang dicirikan oleh nilai salinitas yang lebih tinggi atau dalam kategori perairan hangat. Umumnya bahwa sebaran komunitas mangrove memberikan nilai kualitas perairan yang lebih stabil terhadap nilai parameter salinitas (bernilai 31 o/oo – 32 o/oo).

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (boyd 1988 in Effendi 2003). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan

oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (o/oo).

Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 o/oo, perairan payau antara 0,5 o/oo– 30 o/oo, dan perairan laut 30 o/oo - 40 o/oo. Pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 o/oo - 80 o/oo. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.

b. pH

Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) mengemukakan bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol (0). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif.

pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banya ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia yang terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengn amonium (Tebbut 1992 in Effendi 2003).

Pengukuran pH di perairan Teluk Weda berkisar antara 8-9 dengan rata-rata pH sebesar 8,25, ini berarti proses biokimia perairan berlangsung dengan baik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny and Olem 1994 in Effendi 2003).

c. Oksigen Terlarut (DO atau Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin 2000).

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut diperairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries and Mills 1996 in Effendi 2003).

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle 1968 in Salmin 2005). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet 1970 in Salmin 2005).

Kandungan oksigen terlarut di perairan Teluk Weda berkisar antara 3,38- 5,07 ppm dengan rata-rata 4,32 ppm, ini menunjukkan bahwa dengan kandungakn oksigen terlarut yang demikian dapat dilakukan kegiatan wisata bahari dan kegiatan budidaya (keramba jaring apung dan rumput laut). Hal ini sesuai dengan Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 51 tahun 2004 yang menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (KLH 2004).