• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Permudaan 1. Hutan Primer

Dalam dokumen Ekspose Hasil-hasil Penelitian i (Halaman 190-199)

Vatica Palaquium

POHON INTI DAN KONDISI PERMUDAAN

C. Keadaan Permudaan 1. Hutan Primer

Kondisi permudaan pada hutan primer di petak pengamatan dapat dilihat dengan melihat kerapatan dan penyebaran jenis-jenis pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Jumlah Individu per hektar dan Penyebarannya pada Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon pada Hutan Primer di PT. TTL

KD KTD K JL

Ekspose Hasil-hasil Penelitian 2011

- 169

Kelompok Jenis Tingkat Permudaan

Semai Pancang Tiang Pohon

KD K F 9546 0,93 1756 0,89 0,85 213 0,81 109 KTD K F 4352 0,91 1123 0,87 145 0,84 37 0,78 K K F 13898 0,92 2879 0,88 0,84 358 0,84 146 JL K F 6743 0,91 1105 0,86 0,85 113 0,81 29 Keterangan :

KD : Jenis Komersial Ditebang, KTD : Jenis Komersial yang Tidak Ditebang, K = KD+KTD, JL : Jenis Lain, K : Kerapatan, F : Frekuensi (Penyebaran)

Pada tabel diatas ditunjukkan bahwa pada jenis komersial ditebang kerapatannya mencapai 9546 individu/hektar dengan penyebarannya mencapai 93% pada tingkat semai, pada tingkat pancang jumlah individu per hektar adalah 1756 dengan frekuensi atau penyebaran mencapai 0,89 atau 89%, penyebaran pada tingkat tiang mencapai 85% dengan kerapatan 213 individu/hektar, sedangkan pada tingkat pohon kerapatannya mencapai 109 pohon/hektar dengan frekuensi penyebaran 94%.

Berdasarkan kriteria Wyatt dan Smith (1963), baik jenis komersial ditebang maupun jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain dapat memenuhi kriteria persyaratan tersebut baik pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.

2. Areal Bekas Tebangan Umur 1 Tahun

Kondisi permudaan pada areal bekas tebangan tahun 2010 pada petak pengamatan dapat dilihat pada kerapatan individu per hektar dan penyebarannya pada tingkat semai, pancang, tiang sampai pohon pada jenis-jenis komersial ditebang, jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain. Tabel di bawah ini menunjukkan keadaan permudaan di petak pengamatan PT. TTL :

Tabel 3. Jumlah Individu per hektar dan Penyebarannya pada Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon pada Areal Bekas Tebangan Umur 1 Tahun di PT. TTL

Kelompok Jenis Tingkat Permudaan

Semai Pancang Tiang Pohon

KD K F 9986 0,95 1786 0,89 0,75 186 0,78 81 KTD K F 7856 0,97 1112 0,78 95 0,67 26 0,88 K K F 17842 0,96 2898 0,75 0,74 271 0,82 107 JL K F 8865 0,95 1056 0,81 0,75 67 0,84 18 Keterangan :

KD : Jenis Komersial Ditebang, KTD : Jenis Komersial yang Tidak Ditebang, K = KD+KTD, JL : Jenis Lain, K : Kerapatan, F : Frekuensi (Penyebaran)

Tabel diatas menunjukkan kerapatan individu untuk jenis komersial ditebang pada tingkat semai sejumlah 9986 individu/hektar dengan penyebaran

170 -

BPK Manokwari

95%, pada tingkat pancang kerapatannya 1786 individu/hektar dengan penyebaran mencapai 89 %, pada tingkat tiang kerapannya 186 individu/hektar dengan penyebaran 75% dan pohon kerapatannya 81 pohon/hektar dengan penyebaran 78%.

Berdasarkan kriteria yang disyaratkan oleh Wyatt dan Smith (1963), baik jenis komersial ditebang maupun jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain pada tingkat semai, pancang tiang dan pohon dapat memenuhi persyaratan yang dtetapkan.

3. Areal Bekas Tebangan Umur 5 Tahun

Kondisi permudaan pada areal bekas tebangan tahun 2006 di lokasi petak pengamatan PT. Tunas Timber Lestari pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon untuk jenis-jenis komersial ditebang, jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Jumlah Individu per hektar dan Penyebarannya pada Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon pada Areal Bekas Tebangan Umur 5 Tahun di PT. TTL

Kelompok Jenis Semai Pancang Tingkat Permudaan Tiang Pohon

KD K F 9997 0,93 1643 0,88 0,85 223 0,89 87 KTD K F 5875 0,95 1332 0,87 0,88 111 0,91 29 K K F 15872 0,94 2975 0,87 334 0,86 116 0,90 JL K F 4987 0,93 1013 0,86 0,85 129 0,91 21 Keterangan :

KD : Jenis Komersial Ditebang, KTD : Jenis Komersial yang Tidak Ditebang, K = KD+KTD, JL : Jenis Lain, K : Kerapatan, F : Frekuensi (Penyebaran)

Tabel diatas menunjukkan kerapatan individu untuk jenis komersial ditebang pada tingkat semai sejumlah 9997 individu/hektar dengan penyebaran 93%, pada tingkat pancang kerapatannya 1643 individu/hektar dengan penyebaran mencapai 88 %, pada tingkat tiang kerapatannya 223 individu/hektar dengan penyebaran 85% dan pohon kerapatannya 87 pohon/hektar dengan penyebaran 89%.

Berdasarkan kriteria yang disyaratkan oleh Wyatt dan Smith (1963), baik jenis komersial ditebang maupun jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain pada tingkat semai, pancang tiang dan pohon dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Ekspose Hasil-hasil Penelitian 2011

- 171

IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, jumlah pohon inti dan kondisi permudaan alam di petak-petak pengamatan pada lokasi penelitian PT. Tunas Timber Lestari di Kabupaten Boven Digul Provinsi Papua menunjukkan keadaan yang layak dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Tebang Tanam Pilih Indonesia (TPTI)

Jumlah pohon inti yang cukup dan kondisi permudaan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon dari kelompok jenis komersial ditebang, jenis komersial tidak ditebang dan jenis lain di petak-petak pengamatan pada areal bekas tebangan menunjukkan kondisi yang memenuhi dan baik secara ekologis. B. Saran

Penerapan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan pembebasan permudaan alam dari tumbuhan pengganggu baik, baik pembebasan vertikal maupun pembebasan horizontal akan dapat menghasilkan tegakan lestari di hutan produksi baik jenis komersial ditebang, jenis komersial tidak ditebang maupun jenis lain.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1989. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.11/Menhut-II/2009, Departemen Kehutanan. Jakarta

Indrawan, Andri. 2002. Penerapan Sistem Silvikultur TPTI pada Hutan Dipterocarpace di HPH PT Hugurya Aceh. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol VIII No 2 75-78 (2002).

Wyatt-Smith, J. 1963. Manual of Malayan Silvicultur Part I-II. Malayan Forest Record No 23. Forest Research Institute of Malay. Kepong, Malaysia.

Ekspose Hasil-hasil Penelitian 2011

- 173

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN TIGA JENIS

TUMBUHAN BERKAYU DI PT MAMBERAMO ALAS MANDIRI (PT. MAM), MAMBERAMO - PAPUA

(THE INFLUENCE OF FERTILIZING TOWARD THREE WOODY PLANT IN PT MAMBERAMO ALAS MANDIRI (PT. MAM), MAMBERAMO – PAPUA)

Oleh :

Rifki Masawa Aulia El Halim dan Relawan Kuswandi

Balai Penelitian Kehutanan Manokwari

Jalan Inamberi – Susweni, Manokwari 98131, Papua Barat Telp. (0986)-213437 / 213440 ; Fax. (0986)-213441 / 213437

ABSTRAK

Pemupukan dilakukan untuk membandingkan efektivitas pupuk menggunakan dua macam perlakuan (UREA dan seresah) telah dilakukan terhadap 3 macam tanaman berkayu yang ditanam di jalan sarad (Skidding) dan diamati selama 3 tahun. Penelitian ini melakukan pengukuran persen hidup untuk mengetahui respon awal tanaman terhadap pemupukan dan pengukuran tinggi tanaman untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel yang diukur dianalisis dengan menggunakan analisis tren dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil pemupukan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan pemupukan UREA dan bahan seresah. Hasil ini menunjukkan adanya kesalahan prosedur dalam proses pemupukan menggunakan UREA.

Kata kunci: Pemupukan, UREA, Seresah.

ABSTRACT

Fertilizing has been done to analyze two kind fertilizer effectivity (UREA and Litter) toward three kind species of woody plants which planted on skidding road and be observed for 3 years. In this research had been measured life percentage to analyze plants first respond on fertilizing method and height growth to analyze the effect of fertilizing on its height growth. Measured variable had been analyze using trend analysis with 95 % confident interval. The result had been shown that there is no differences which happen between fertilizing using UREA and litter, the result showed that there were some error of procedure which occur on UREA fertilizing method.

174 -

BPK Manokwari

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pupuk adalah zat organik atau anorganik yang ditambahkan ke dalam tanah untuk mencukupi satu atau lebih nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Whiter, 2006). Berdasarkan jenisnya pupuk dapat dibagi menjadi 2 yaitu pupuk organik dan anorganik (Wikipedia, 2011). Salah satu pupuk anorganik yang banyak digunakan adalah UREA, yaitu suatu pupuk nitrogen dengan rumus kimia (NH2)2CO dengan kandungan 46%. Meskipun banyak digunakan, tidak berarti pemakaian pupuk membebaskan pengguna dari masalah produktivitas tanaman. Menurut Foth (1990) kesalahan pemakaian pupuk ini dapat berakibat fatal bagi tanaman yaitu terhambatnya pertumbuhan, matinya akar muda dan terbakarnya daun. Kerusakan ini biasanya terjadi akibat kesalahan prosedur dimana UREA ditanam bersama dengan bibit. Berbeda dengan UREA, seresah yang digunakan tidak memiliki banyak efek samping. Dalam penggunaannya, selain bersifat organik, seresah yang nantinya terfermentasi secara alami akan berubah menjadi humus sehingga meningkatkan kesuburan tanah.

Pengujian dua macam pupuk di atas dilakukan terhadap tiga macam tanaman berkayu yaitu Nyatoh, Matoa dan Merbau. Nyatoh atau Palaquium spp adalah jenis kayu komersial yang banyak dijumpai di Papua. Jenis ini biasanya banyak dijumpai tumbuh di daerah tergenang air tawar hingga dataran rendah pinggir pantai. Habitat alaminya dapat dijumpai pada ketinggian 0-160 m di atas permukaan laut. Secara Morfologis jenis ini dikategorikan pohon besar dengan ciri khas kulit bantangnya yang berwarna kecoklatan dengan pengelupasan besar serta getah putih yang dihasilkannya (Suripatty et al, 2004). Matoa (Pometia spp) adalah tanaman berkayu yang menghasilkan buah yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis ini dapat dikenali dari morfologi daunnya yang besar dan asimetris serta buahnya yang berwarna hijau kemerahan. Jenis terakhir adalah Merbau atau Intsia bijuga yang merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara alami di Papua dan menjadi jenis komersil unggulan karena nilai ekonomisnya yang sangat tinggi. Secara fisik, pohon ini dapat dibedakan dengan jenis lainnya berdasar warna daunnya yang hijau tua dengan jumlah anak daun 2 sampai 6. Pada tahun 1992 jenis ini dimasukkan kedalam Appendix II CITES sebagai salah satu jenis yang terancam punah karena over eksploitasi (Thompson&Thaman,2006).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemupukan terhadap tiga jenis tanaman berkayu (Nyatoh, Matoa dan Merbau) di Jalan Sarad(Skidding road).

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada areal Izin Usaha Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Mamberamo Alas Mandiri (PT. MAM), Mamberamo, Papua. PT. MAM

Ekspose Hasil-hasil Penelitian 2011

- 175

adalah perusahaan eksploitasi kayu yg lokasinya berada pada ketinggian 50 - 250 m dari permukaan laut dengan topografi datar sampai berbukit. Jenis tanah yang dijumpai pada areal hutan ini adalah alluvial, organosol dan podsolik coklat kelabu. Struktur tanah daerah ini terdiri dari batuan sedimen dari batuan neogen, alluvial undac dan terumbu koral. Menurut klasifikasi schmidt dan Ferguson iklim daerah ini terrmasuk tipe A. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.010,2 mm, dengan jumlah hari hujan 148,1 hari. Curah hujan rataan bulanan maksimum sebesar 374,9 mm terjadi pada bulan September dengan 11,7 hari hujan dan curah hujan minimum sebesar 175,1 mm pada bulan Oktober dengan hari hujan 8,7 hari (Kuswandi,2010).

III. PROSEDUR PENELITIAN

Pembangunan demplot dilakukan pada areal bekas jalan sarad seluas ±2,5 hektar yang pengamatannya dimulai dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2011. Pada penelitian ini digunakan 3 species tanaman berkayu yaitu Nyatoh, Matoa dan Merbau sejumlah 830 individu yang telah dipapankan di persemaian selama 8 bulan. Pada saat penanaman di lapangan, tiap species dari tiga species tersebut dibagi menjadi dua dan diberikan perlakuan pemupukan yang berbeda dengan menggunakan seresah ±500 gr dan UREA berbentuk granular 100 gr. Pengamatan penelitian ini dilakukan selama 3 tahun, dengan jarak waktu pengamatan tiga bulan (pengamatan pertama), satu tahun (pengamatan kedua) dan sepuluh bulan (pengamatan ketiga). Untuk mengetahui pengaruh pemupukan, pada penelitian ini diukur persen hidup dan laju pertumbuhan tinggi tiap jenis tumbuhan berkayu yang ditanam di jalan sarad. Dalam proses analisis variabel pengamatan, penelitian ini menggunakan analisis tren dengan tingkat kepercayaan 95%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persen Tumbuh, Stagnant dan Mati

Hasil penelitian dengan melihat persentase tumbuh (Gambar 1), berdasar tabel diketahui bahwa pemupukan seresah (90,36%) memiliki persentase tumbuh lebih tinggi dari persen tumbuh UREA (65,73%), sedangkan pada perlakuan lainnya, pemupukan UREA memiliki persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase pemupukan seresah. Meskipun demikian, jika dianalisis lebih teliti menggunakan analisis tren tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf uji 95%.

176 -

BPK Manokwari

-50.00% 0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

Tumbuh Stagnant Mati

Per sen tase Kondisi Litter Urea

Gambar 1. Perbandingan Persen Tumbuh Berdasarkan Cara Pemupukan. Pada Gambar 2, berdasarkan jenisnya, jika diamati lebih teliti diketahui bahwa persentase pertumbuhan paling tinggi dihasilkan oleh Nyatoh (81,18%) diikuti oleh Merbau (86,94%) dan Matoa (64,15%), sedangkan persentase

stagnant dan mati persentase paling tinggi dimiliki oleh jenis Matoa (stagnant = 12,08%; mati = 23,77%) diikuti oleh jenis Nyatoh (stagnant = 10,45%; mati = 8,36%) dan Merbau (stagnant = 5,6%; mati = 7,46%). Jika dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis tren 95%, perbedaan tinggi persentase tersebut tidak menyebabkan variasi yang berarti pada populasi yang diamati.

Gambar 2. Perbandingan Persen Tumbuh Berdasarkan Jenis Tanaman. Berbeda dengan perbandingan pemupukan dan jenis, perbandingan interaksi pada Gambar 3, perlakuan Matoa*UREA (45,29%) menunjukkan perbedaan persen tumbuh yang lebih rendah pada taraf uji 95% antara dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Nyatoh*UREA = 72,96%; Merbau*UREA = 90,52%; Nyatoh*seresah = 91,41%; Matoa*seresah = 88,10%; Merbau*seresah = 89,74%). Sedangkan interaksi yang terjadi pada present

stagnant (Nyatoh*UREA = 18,87%; Matoa*UREA = 23,02%; Merbau*UREA = 18,87%; Nyatoh*seresah = 0%; Matoa*seresah = 0%; Merbau*seresah = 6,84%) ataupun persen mati (Nyatoh*UREA = 8,18%; Matoa*UREA = 34,53%; Merbau*UREA = 3,45%; Nyatoh*seresah = 8,59%; Matoa*seresah = 11,90%; Merbau*seresah = 3,42%) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.

-50.00% 0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

Tumbuh Stagnant Mati

Per sen tase Kondisi Nyatoh Matoa Merbau

Ekspose Hasil-hasil Penelitian 2011

- 177

-50.00% 0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

Tumbuh Stagnant Mati

Per sen tase Kondisi Nyatoh*UREA Matoa*UREA Merbau*UREA Nyatoh*Seresah Matoa*Seresah Merbau*Seresah -50.00 0.00 50.00 100.00 150.00 DH1 DH2 DH3 Per tu m

Dalam dokumen Ekspose Hasil-hasil Penelitian i (Halaman 190-199)