3.6. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Anak
3.6.1. Kewajiban Negara dalam Kerangka Pendekatan Berbasis Hak
kewajiban tersebut secara lebih detil dalam The Guidelines for Periodic Report CRC Committee sebagai berikut:
1. Mengambil langkah-langkah guna memastikan terdapatnya koordinasi antara kebijakan ekonomi dan kebijakan layanan osial;
2. Pembagian anggaran publik yang proporsional untuk belanja layanan sosial baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bagi kepentingan anak, termasuk kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan;
3. Terdapatnya kecenderungan kenaikan anggaran publik untuk kepentingan anak;
4. Mengambil langkah-langkah guna memastikan semua kompetensi nasional dan daerah, termasuk para pengambil kebijakan anggaran publik, diorientasikan untuk kepentingan anak serta mengevaluasi penetapan prioritas alokasi anggaran yang ditujukan bagi kepentingan terbaik untuk anak;
5. Memastikan tindakan-tindakan yang telah diambil tidak menimbulkan disparitas antar wilayah dan kelompok anak dan tindakan tersebut dapat menjembatani keterkaitan kebijakan alokasi anggaran publik dengan perlindungan sosial; 6. Memastikan tindakan-tindakan yang diambil berdampak pada anak-anak
khususnya kelompok anak yang tidak beruntung sehingga anak mendapatkan perlindungan terhadap risiko perubahan kebijakan ekonomi termasuk pengurangan alokasi anggaran untuk sektor sosial.
3.6.1. Kewajiban Negara dalam Kerangka Pendekatan Berbasis Hak
Pendekatan berbasis hak (rights based approach) merupakan kerangka kerja konseptual yang mengintegrasikan norma-norma, standar-standar, dan prinsip-prinsip dari sistem HAM internasional ke dalam kebijakan, program, dan proses pembangunan (UNHCR, 2008:2). PBB memaknai pendekatan berbasis hak sebagai relasi antara individu serta kelompok yang memiliki hak yang sah untuk menuntut kepada negara dan pelaku bukan Negara yang dilekati dengan kewajiban. Relasi ini mengidentifikasi pembawa hak (rights holders) dan hak yang melekat padanya dengan pengemban kewajiban (duty bearers). Pendekatan ini juga berkaitan dengan upaya untuk memperkuat kapasitas subyek hak untuk menuntut haknya serta pengemban kewajiban untuk memenuhi kewajibannya. Sedangkan Mary Robinson, menyatakan bahwa pendekatan berbasis hak memiliki nilai tambah karena menyediakan kerangka normatif kewajiban bagi negara sehingga setiap warga negara memiliki kekuatan hukum untuk menuntut negara agar bertanggung jawab melaksanakan kewajibannya
(William G. O’Neill 2003).
Pendekatan berbasis kedermawanan (Charity Approach)
Pendekatan berbasis kebutuhan (Needs Approach)
Pendekatan berbasis hak (Rights-Based Approach)
Fokus pada masukan input/masukan bukan pada hasil/capaian
(outcome)
Fokus pada input dan hasil Fokus pada proses dan hasil
Menekankan pada peningkatan kedermawanan
Menekankan pada kebutuhan Menekankan pada realisasi hak
Mengakui tanggung jawab moral si kaya terhadap si miskin
Mengakui kebutuhan sebagai dasar tuntutan/klaim yang valid
Mengakui hak-hak individu dan kelompok untuk mengajukan tuntutan/ klaim secara hukum dan moral terhadap pengemban kewajiban
Individu dipandang sebagai korban
Individu adalah objek dari intervensi pembangunan
Individu dan kelompok yang diberdayakan untuk mengklaim hak-hak mereka
Individu layak mendapatkan bantuan
Individu layak mendapatkan bantuan
ndividu berhak mendapatkan bantuan
Fokus pada manifestasi permasalahan
Fokus pada penyebab langsung masalah
Fokus pada penyebab struktural dan manifestasi permasalahan
Sumber: Jakob Kirkemann Boesen & Tomas Martin, 2007
Berdasarkan pengertian di atas, maka fokus utama dari pendekatan berbasis hak adalah membangun relasi antara pembawa hak dengan pengemban kewajiban. Dengan demikian, pendekatan berbasis hak berpijak pada dua strategi untuk mendorong pemenuhan hak asasi manusia (Cecilia Ljungman, 2005), yaitu:
1. Penguatan pengemban tugas (strengthening duty-bearers) untuk melakukan pemenuhan kewajiban-kewajibannya;
2. Pemberdayaan pemegang hak (empowering rights-holders) untuk mendapatkan hak-haknya.
Indikasi pemegang hak telah berdaya apabila seseorang telah dilanggar hak asasinya dapat mengajukan tuntutan (klaim). Selain itu, orang tersebut menggunakan mekanisme nasional yang apabila hak-haknya dilanggar seperti mekanisme yudisial, administrasi, legislatif atau lainnya (Manfred Nowak, 2005:13-14).
Pendekatan berbasis hak meliputi tiga hal berikut:
1. Tujuan utama dari program pembangunan adalah untuk realisasi lebih lanjut dari setiap hak;
2. Prinsip dan standar hak asasi manusia memandu semua program dalam semua proses dan tahapannya;
3. Fokus pendekatan berbasis hak pada penguatan kapasitas pembawa hak dan pengemban
tugas (kewajiban) Sumber:
Program on International Health and Human Rights, Harvard School of Public Health and the Gender, Human Rights and Culture Branch of the UNFPA Technical Division (GHRCB), 2010
Dalam konteks perlindungan anak, maka secara konseptual pendekatan berbasis hak anak hak memiliki tiga elemen, yaitu:
1. Anak sebagai subyek yang dilekati hak (rights-holders);
2. Negara sebagai pengemban kewajiban utama (primary duty-bearers);
3. Masyarakat sipil sebagai “aktor-aktor lain” yang berperan untuk mendorong proses pemenuhan hak.
Berdasarkan pendekatan berbasis hak anak, maka semua anak tanpa kecuali merupakan subyek yang dilekati hak, sementara Negara dibebani kewajiban untuk untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) hak-hak anak. Kemudian apabila Negara mempunyai kewajiban legal (legal-obligation) untuk melindungi dan memenuhi hakhak anak maka ”aktor-aktor yang lain” mempunyai kewajiban moral
(moral-obligations) sesuai dengan prinsip dan norma yang terkandung dalam KHA. Artinya pihak
ketiga atau ”aktoraktor yang lain” ini berperan sebagai sebagai ”penyandang tugas secara moral” atau moral duty-bearers yang memperjuangkan pemenuhan hak anak di tingkat lokal, nasional, regional atau pun internasional untuk mendorog tercapainya tanggung jawab yang lebih luas dalam mempromosikan dan melindungi HAM (Cecilia Ljungman, 2005).
Anak sebagai pemegang hak dalam konteks hak anak dapat dikatakan berdaya apabila anak telah mencapai kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Anak bisa mengenali permasalahan kehidupannya; 2. Anak bisa menyuarakan permasalahan dan harapan; 3. Anak bisa membangun dan mengelola organisasi; 4. Anak bisa berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
Lebih jauh, pendekatan berbasis hak anak hendak menegaskan eksistensi hukum anak yang dilekati hak-hak subyektifnya (subjective rights) sebagai anak yang unik dan spesifik sampai batas usia 18 tahun dan meneguhkan kewajiban Negara (the duty of the state) untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak anak.
Dalam kerangka pendekatan berbasis hak atau rights-based approach menurut Joachim Theis (2004) terdapat tiga kewajiban utama negara yang terbagi dalam:
1. Kewajiban untuk menghormati (to respect) mengharuskan negara menahan diri untuk tidak campur tangan dalam penikmatan atas hak-hak asasi manusia.
2. Kewajiban untuk melindungi (to protect) mengharuskan negara mencegah pelanggaran atas hak-hak asasi manusia oleh pihak ketiga.
3. Kewajiban untuk memenuhi (to fulfil) mengharuskan negara untuk mengambil tindakantindakan legislatif, administratif, anggaran, hukum, dan semua tindakan lain yang memadai guna memenuhi sepenuhnya atas hak-hak asasi manusia.
Kewajiban negara untuk memenuhi menurut Mahesh Patel (2001:21) dibagi menjadi dua kewajiban sebagai berikut:
1. Kewajiban memenuhi melalui fasilitasi (facilitate-fulfill) membutuhkan kehendak politik negara untuk mengadopsi langkah legislatif, administratif, anggaran, yudisial, promosi dan langkah-langkah lain menuju perwujudan hak;
2. Kewajiban memenuhi melalui penyediaan (provide-fulfill) membutuhkan negara untuk secara langsung memberikan bantuan atau jasa untuk mewujudkan penikmatan hak.
Sumber: Joachim Theis (2004) dan Mahesh Patel (2001) Pendekatan Berbasis Hak Kewajiban Menghormati Kewajiban Melindungi Kewajiban Memenuhi Memfasilitasi Menyediakan
Selain ketiga kewajiban tersebut, Dubravka Bojic Bultrini (2014: 5-7) menyatakan bahwa pemerintah juga memiliki dua kewajiban, yang terdiri dari:
1. Kewajiban untuk mengadopsi langkah-langkah (Obligation to adopt measures) Negara harus mengambil, langkah-langkah konkret yang diarahkan untuk mencapai realisasi penuh dan progresif hak asasi manusia dan harus mengamankan setidaknya pada tingkat minimal suatu hak asasi manusia. Langkah-langkah yang diambil ini dapat berupa langkah legislatif, administratif, ekonomi, keuangan, pendidikan, dan sosial. Pemerintah juga harus mengalokasikan jumlah maksimal sumber daya yang tersedia, dan harus dipastikan bahwa sumber daya yang dapat diinvestasikan untuk memenuhi tujuan ini tidak dialihkan ke daerah lain;
2. Kewajiban untuk tidak melakukan diskriminasi (Obligation not to discriminate) Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu elemen fundamental dari hukum hak asasi manusia internasional. Universalitas hak asasi manusia berarti prinsip dan norma hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa kondisi atau batasan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, kelahiran atau kondisi sosial lainnya. Kewajiban untuk tidak melakukan diskriminasi bersifat segera berlaku dan tidak tunduk pada implementasi progresif.
3. Kewajiban untuk bekerja sama dan memberikan bantuan internasional
(Obligation to cooperate and provide international assistance)
Kerjasama dan bantuan internasional sangat penting untuk merealisasikan secara penuh hak asasi manusia.
Pemegang Hak versus Pengemban Kewajiban (Tugas)
Siapa Pemegang Hak Siapa pengemban Kewajiban Mengingat sifat universal HAM, maka setiap
individu adalah pemegang hak dan berhak atas hak-hak yang sama tanpa pembedaan
berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, usia, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, asal usul kebangsaan, etnis, atau sosial, disabilitas yang disangdang, kekayaan , kelahiran atau status lainnya, seperti orientasi seksual dan status perkawinan.
Pengemban kewajiban meliputi:
Terutama aktor negara dan lembaga di berbagai tingkat pemerintahan;
Aktor non-negara tertentu yang memiliki tanggung jawab dalam menanggapi aktor-aktor lain yang melaksanakan hak mereka.
Selain langsung mendapatkan manfaat dari program, pemegang hak hak harus memiliki kapasitas untuk:
Mempergunakan haknya;
Merumuskan tuntutannya (klaim); dan Mencari pemulihan, termasuk ganti rugi
apabila haknya dilanggar
Pengemban kewajiban harus:
Mengidentifikasi tugasnya dalam kaitannya dengan pembawa hak yang spesifik;
Melaksanakan kewajiban dalam menanggapi tuntutan pemegang hak.
Sumber:
Program on International Health and Human Rights, Harvard School of Public Health and the Gender, Human Rights and Culture Branch of the UNFPA Technical Division (GHRCB), 2010
Keterkaitan timbal balik antara pemegang hak dan pengemban kewajiban dalam kerangka pendekatan berbasis hak dapat digambar melalui diagram berikut.
Sumber: http://www.unfpa.org/rights/approaches.html