• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir Komite Hak Anak terhadap Hak Partisipasi

Anak Inklusif bagi

Bagian 5: Partisipasi Anak sebagai Hak Asasi Manusia 5.1. Konsep dan Prinsip Partisipasi Anak

5.4. Tafsir Komite Hak Anak terhadap Hak Partisipasi

penting proses dan tahapan pembuatan kebijakan. Konsep hak partisipasi anak menekankan bahwa partisipasi tersebut tidak hanya tindakan karena ada aktivitas tertentu

(momentary), namun seharusnya partisipasi anak diletakkan dalam keseluruhan proses.

Dengan demikian karena anak dilibatkan sejak awal maka intensitas pertukaran perspektif dan pengalaman antara anak dan orang dewasa dalam pengembangan kebijakan, program dan tindakan lain yang relevan dengan konteks kehidupan anak terjalin secara berkelanjutan. Hal yang perlu menjadi catatan bahwa mengekspresikan pandangannya merupakan pilihan bagi anak dan bukan sebagai suatu kewajiban. Dalam kaitan ini, perwujudan Pasal 12 yang menyatakan anak sebagai pemilik hak, artinya anak memiliki hak untuk mempengaruhi kehidupannya, dan bukan hanya hak yang diturunkan karena mereka termasuk kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan atau tidak bergantung terhadap orang dewasa.16

Oleh karena itu, Save The Children menekankan bahwa partisipasi anak mencakup proses maupun capaian, maka partipasi anak merupakan pelaksanaan dari prinsip kepentingan terbaik bagi dirinya. Dengan kata lain partisipasi secara esensial menekankan akses pada pembuat kebijakan dan informasi (Afua Twum-Danso, 2003). Pada titik ini, hak anak untuk berpartisipasi dimaknai sebagai perolehan pengakuan yang melegitimasi dua hal, yaitu refleksi kemampuan anak untuk menyuarakan aspirasi atas kehidupannya mereka sendiri dan sekaligus merupakan komponen yang esensial untuk mempersiapkan anak-anal untuk bertanggung jawab dalam masyarakat yang demokratis (ECPAT International, 1999).

5.4. Tafsir Komite Hak Anak terhadap Hak Partisipasi

Terkait dengan hak anak untuk didengar, Komite memberikan catatan sebagai hasil analisis literal terhadap Pasal 12 ayat (1) sebagai berikut:17

1. Frasa ”harus menjamin” (shall assure)

Frasa harus menjamin merupakan istilah hukum yang menguatkan secara khusus peran negara dan negara tidak dapat memperpanjang waktu mengambil diskresi untuk menunda pelaksanaan hak ini. Dengan demikian, negara memiliki kewajiban segera untuk mengambil langkah yang layak untuk mengimplementasikan secara penuh hak ini kepada seluruh anak. Kewajiban ini terdiri dari dua elemen yakni mengupayakan suatu mekanisme yang memastikan pandangan anak terkait dengan semua permasalahan yang berdampak padanya dapat terakomodasi dan memberikan bobot yang seharusnya terhadap pandangan anak.

16

2. Frasa “mampu membentuk pandangannya sendiri” (Capable of forming his or her own

views)

Frasa ini bukan ditujukan untuk membatasi anak dalam mengungkapkan pandangannya, namun justru menekankan kewajiban negara untuk menilai sejauhmana kapasitas anak dapat menyatakan opini otonomnya. Artinya negara tidak boleh mulai dengan asumsi bahwa anak tidak memiliki kemampuan untuk menyatakan pandangannya. Selanjutnya Komite menekankan bahwa Pasal 12 tidak mengatur penentuan batas usia bagi anak untuk mengekspresikan pandangannya. Di samping itu komite mendesak negara untuk menghapus hukum dan praktik yang membatasi hak anak untuk didengar terhadap semua masalah yang berdampak pada kehidupannya.

3. Frasa “hak untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas” (The right to express

those views freely)

Bebas dimaknai bahwa anak dapat mengekspresikan pandangannya tanpa tekanan dan dapat memilih apakah mereka akan menggunakan hak untuk didengar atau tidak. Bebas juga dimaknai bahwa anak tidak boleh dimanipulasi atau ditundukkan untuk mempengaruhi secara tidak semestinya atau melakukan tekanan. Secara instrinsik frasa ini terkait dengan perspektif anak itu sendiri, oleh karenanya anak memiliki hak untuk mengekspresikan pandangannya sendiri dan bukan pandangan pihak lain. Dengan demikian, negara harus memastikan kondisi yang mendukung pengekspresian hak anak dengan mempertimbangkan individu setiap anak dan situasi sosial dan lingkungan sehingga anak merasa dihargai dan aman ketika mengekspresikan pandangannya secara bebas.

4. Frasa ”semua masalah yang berdampak pada kehidupan anak” (In all matters affecting

the child)

Negara harus memastikan bahwa anak dapat mengekspresikan pandangannya terhadap semua masalah yang berdampak pada dirinya. Hal ini menunjukan kualifikasi kedua hak ini bahwa anak harus didengar terhadap setiap pembicaraan masalah yang berdampak pada anak. Ini merupakan prasyarat mendasar agar pandangan anak dihargai dan dipahami secara lebih luas. Komite mendukung secara luas definisi dari “permasalahan”, yang juga mencakup tidak hanya isu yang secara eksplisit disebutkan dalam KHA. Pengakuan klasul “yang berdampak pada anak” menambah kejelasan bahwa tidak ada mandat politik yang ditujukan untuk membatasi isu anak yang hanya diatur dalam KHA. Pertemuan Tingkat Tinggi Dunia bagi Anak (The World Summit for Children) menunjukkan interpretasi yang luas dari frasa ‘permasalahan yang berdampak pada anak’, termasuk proses sosial yang berada dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini negara harus dengan teliti mendengarkan pandangan anak-anak apakah perspektif mereka dapat mempertinggi kualitas solusi atas permasalahan tersebut.

5. Frasa “pendapat anak diberikan bobot sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak” (Being given due weight in accordance with the age and maturity of the child)

Klausul ini merujuk kapasitas anak diberikan penilaian dalam rangka untuk memberikan bobot terhadap pandangan anak atau mengkomunikasikan kepada anak agar cara pandangannya tersebut dapat mempengaruhi proses yang akan dihasilkan. Pasal 12 menentukan bahwa tidak hanya cukup untuk mendengarkan pandangan anak. Pandangan anak harus secara sungguh-sungguh dipertimbangkan manakala anak telah memiliki kemampuan untuk membentuk pandangannya. Prasyarat pemberian bobot sesuai dengan usia dan tingkat kematangannya harus dipahami pandangan anak tidak seragam karena terkait dengan usia biologis mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi, pengalaman, lingkungan, harapan sosial dan budaya, dan tingkat dukungan berkontribusi terhadap pengembangan kapasitas anak dalam membentuk pandangannya. Untuk alasan ini, pandangan anak harus dinilai dan diuji secara kasuistis

(case by case). Sedangkan kematangan merujuk pada kemampuan untuk memahami

dan menilai implikasi dari suatu permasalahan yang khusus dan dipertimbangkan ketika penentuan kapasitas individual seorang anak. Kematangan memang sulit didefinisikan dalam konteks Pasal 12, hal ini terkait dengan kemampuan anak untuk mengekspresikan pandangannya terhadap permasalahan dengan cara yang layak dan mandiri.

Menurut Komite, untuk mengimplementasikan aturan Pasal 12, mensyaratkan lima langkah untuk mengupayakan realisasi hak anak untuk didengar secara efektif yang meliputi:18

1. Persiapan (preparation)

Langkah persiapan ini mencakup upaya memastikan anak telah diinformasikan mengenai hak mereka untuk mengekpresikan opininya terhadap setiap masalah yang berdampak pada anak dan mengenai dampak dari hasil (outcome) setelah anak mengekspresikan pandangannya tersebut . Lebih jauh, anak-anak juga harus menerima informasi mengenai pilihan cara mengkomunikasikannya apakah secara langsung atau melalui perwakilan. Anak-anak juga harus diinformasikan kemungkinan konsekuensi yang muncul akibat pilihannya tersebut. Dalam hal ini pengambil kebijakan harus mempersiapkan anak-anak secara layak sebelum dengar pendapat, memberikan penjelasan kapan, di mana, bagaimana menempatkan anak sebagai partisipan, dan mengambil pandangan anak sebagai pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Dengar Pendapat (the hearing)

Dalam konteks melaksanakan hak anak untuk didengar, anak harus dimampukan dan didorong, sementara orang dewasa yang bertanggung jawab untuk melakukan dengar pendapat memiliki kemauan untuk mendengarkan dan secara sungguh-sungguh mempertimbangkan pandangan anak.

18

3. Penilaian terhadap kapasitas anak (Assesment of the capacity of the child) Pandangan anak harus diberikan bobot yang semestinya, analisis kasus per kasus menunjukkan bahwa setiap anak memiliki kemampuan untuk membentuk pendapatnya. Apabila anak memiliki kemampuan untuk membentuk pandangannya dengan cara yang layak dan mandiri, maka pengambil keputusan harus mempertimbangkan pandangan anak sebagai faktor yang singnifikan bagi penyelesaian suatu isu.

4. Informasi mengenai bobot yang diberikan terhadap pandangan anak (umpan balik)

(Information about the weight given to the views of the child (feedback)

Sejak anak menikmati haknya untuk menyatakan pandangannya dan diberikan bobot yang layak, pengambil kebijakan seharusnya memberikan informasi kepada anak atas hasil proses tersebut dan menjelaskan bagaimana pandangan anak dipertimbangkan. Umpan balik adalah jaminan bahwa pandangan anak secara formalitas tidak hanya didengar melainkan diambil secara sungguh-sungguh sebagai masukan.

5. Keluhan, Pemulihan, dan Perbaikan (Complaints, remedies and redress)

Legislasi dibutuhkan untuk menyediakan saluran bagi prosedur keluhan dan perbaikan manakala hak anak untuk didengar dan mengungkapkan pandangan tidak dihormati dan dilanggar. Anak-anak dimungkinkan untuk mengajukan keluhannya kepada ombudsman atau seseorang yang memiliki peran terkait pada semua institusi anak, inter alia, sekolah dan pusat layanan anak.

5.5. Belajar dari Partisipasi Anak dalam Proses Penganggaran di Barra Manza,