• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Pemangku Kepentingan dalam Perlindungan terhadap Anak: Pendekatan Ekologis

Bagian 4: Mengenal Anak

4.4. Kewajiban Pemangku Kepentingan dalam Perlindungan terhadap Anak: Pendekatan Ekologis

Studi pendekatan ekologi dan pengaruhnya terhadap anak dilakukan oleh Bronfenbrener (1979) dan Garbarino (1989). Hasil studi Bronfenbrenner dan Garbarino mengungkapkan bahwa pendekatan yang melihat lingkungan-lingkungan (layers) dengan aktor dan relasi antaraktor tersebut berpengaruh terhadap kehidupan anak-anak. Diagram berikut mengilustrasikan bahwa dunia sekitar mereka secara ekologis berpengaruh terhadap kehidupan anak-anak.

Pandangan Uri Bronfenbrenner (1979) mengartikulasikan pentingnya hubungan antara anak dengan keluarga dan masyarakat, dan menciptakan perubahan melalui upaya intervensi terhadap lingkungan tempat di mana anak menjalani kehidupan, sementara itu, di satu sisi secara bersamaan mendukung individu anak. Fokus dari pendekatan ekologis adalah orangorang dewasa di lingkungan tempat di mana anak menjalani kehidupan kesehariannya. Artinya pendekatan ekologis ini mengakui bahwa dukungansosial merupakan komponen penting dari praktek intervensi sosial, termasuk perlindungan terhadap anak (Robyn Miller, 2006).

Secara garis besar, sistem jaring hirarki Urie Bronfenbrenner meliputi: pertama, sistem mikro

(microsystem), terdiri dari orang-orang dan ruang sosial tempat di mana seorang anak

menjalin relasi dengan orang-orang yang terdekat. Sistem ini terdiri dari pola-pola aktivitas, peran sosial, dan pengalaman relasi antarpersonal pada lingkungan yang terdekat dengan anak. seperti keluarga, teman, orang yang bertempat tinggal di sekitar rumah dan sekolah.

Kedua, sistem meso (mesosystem) yang terdiri dari relasi yang lebih bervariasi yang

menghubungkan relasi antar sistem mikro yang satu dengan sistem mikro yang lain. Lingkungan mesosistem terdiri dari berbagai hubungan yang menghubungkan antara mikrosistem yang satu dengan yang lain misalnya hubungan antara keluarga dan penyedia layanan kesehatan yang merawat anak. Ketiga, sistem ekso (exosystem), terdiri dari struktur berketetanggaan dan komunitas, termasuk semua jenis relasi kekuasaan lokal yang berdampak pada kehidupan anak. Keempat, sistem makro (macrosystem), terdiri dari pertemuan kekuatan budaya, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi pengalamanpengalaman anak di tingkat lokal. Makrosistem terdiri dari pengaruh besar secara menyeluruh dari budaya, politik, dan ekonomi yang membentuk dan mempengaruhi pengalaman lokal. Anak-anak dipengaruhi tidak hanya oleh orang-orang dan lingkungan sosial di mana mereka berada dalam kontak setiap hari, tetapi juga oleh semua kekuatan-kekuatan yang lebih besar (Caroline Arnold, et.al, 2000).

Level ekologis Keterangan

Sistem mikro Sistem ini merupakan lingkungan sosial dan fisik langsung anak. Dalam konteks ini, anak perlu diberikan kesempatan untuk menjalin relasi proksimal (dengan teman-teman, orang tua, staf pengajar) dan kegiatan yang melibatkan anak seperti membaca, bermain.

Mesosystem Sistem jaringan hubungan antara Microsystems dalam kehidupan seorang anak.

Exosystem Sistem ini mewakili pengaturan masyarakat yang lebih besar di mana anak tinggal. Sistem terdiri dari konteks yang menimpa pengalaman belajar anak, meskipun anak tersebut tidak terlibat langsung.

Sistem makro Sistem merupakan cetak biru masyarakat dan termasuk nilai-nilai budaya, hukum, politik, agama, ekonomi, dan pendidikan inti dari suatu masyarakat tertentu.

Sumber: Stivaros, H., 2007

Berdasarkan pada perspektif sosiologis, pemenuhan hak anak, juga harus memperhatikan lingkungan sosial, termasuk nilai-nilai sosial dan kultural, yang melingkupi kehidupan anak. Menurut Urie Bronfenbrenner anak merupakan bagian dari masyarakat luas sehingga ada kekuatan yang lebih besar dalam masyarakat yang menjadi bagian penting dari ekologi perkembangan anak. Pemahaman konteks lingkungan sosial ini sangat penting untuk

Sistem Makro (Macrosystem Exosystem Mesosystem Sistem Mikro (Microsystem) Anak-anak

melihat mengapa ada kesenjangan antara jaminan yuridis hak-hak anak dengan situasi yang sebenarnya dalam praktik. Lingkungan sosiologis ini menjadi locus di mana relasi kuasa antara anak dengan orang dewasa terjadi, baik di lingkungan keluarga, komunitas, maupun lingkungan sosial yang lebih besar. Lingkungan sosial yang melingkupi kehidupan anak dan berpengaruh terhadap pemenuhan hak anak dapat digambar di bawah ini.

Sumber: Wilhelmina B. Dacanay, et.al, 2006

Apabila merujuk pada pendekatan model ekologis tersebut, maka orang tua, masyarakat, dan negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada anak. Pada prinsipnya perlindungan anak dilandasi prinsip kemitraan dan berbagi tanggung jawab diantara berbagai profesi layanan kemanusiaan, termasuk sekolah dan pusat-pusat layanan

Masyarakat

Sosial-budaya,agama,nilai-nilai, keyakinan dannorma-norma budaya tentang anak-anakdankehidupan keluarga,

gender

Masyarakat setempat (komunitas):

Realitas dan tren,ekonomi karakteristik lingkungan,

norma, perumahan, pekerjaan,sumber daya,jaringan,

pengirimanpelayanan sosial

K eluarga : Dinamika,peran dan polainteraksi, kualitas hubunganorangtua anak, keterhubungandengan keluarga

besar

Anak

latar belakangkeluarga dan status, kepribadiandan tahap

anak lainnya. Namun demikian perlindungan dan layanan terbaik bagi anak berada dalam keluarga sendiri. Apabila orang tua, wali atau amal tidak mau atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk melindungi anak-anak mereka dari bahaya (kerugian), maka tanggung jawab tersebut beralih menjadi tanggung jawab masyarakat. Intervensi negara melalui pengembangan hukum perlindungan anak diperlukan apabila masyarakat juga gagal memberikan perlindungan kepada anak (Department of Education and Early Childhood Development and Department of Human Services, 2010).

Berdasarkan etika dan hukum, perlindungan anak adalah urusan semua orang di setiap tingkat masyarakat di setiap fungsi. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua untuk melindungi dapat diambil alih masyarakat apabila orang tua gagal memberikan perlindungan terhadap anak, (Deborah Daro and Kenneth A. Dodge, 2009). Bahkan apabila orang tua melakukan penelantaran, penyalahgunaan, ekspoitasi, atau salah memperlakukan anak, situasi ini dapat dijadikan alasan anak dipindahkan untuk mendapatkan perawatan alternatif baik sementara maupun tetap. Dalam kasus seperti ini masyarakat dan otoritas lokal tidak boleh diabaikan sebagai sumber daya untuk memberikan perlindungan dasar bagi anak-anak (Wilhelmina B. Dacanay, et.al, 2006).

Dalam kasus tertentu, terdapat aktor lain dalam relasi antara pemegang hak dan pengemban kewajiban, yakni pihak ketiga (third party). Pihak ketiga ini bisa menjadi orang lain, kelompok atau perusahaan (Rolf Künnemann & Sandra Epal-Ratjen, 2005: 41). Apabila merujuk pada DUHAM terdapat frasa yang menyatakan bahwa setiap lembaga masyarakat

(every organ of society) terikat untuk menaati aturan substantif HAM. Meskipun frasa ini

tidak didefinisikan lebih lanjut, namun dapat dimaknai untuk mencakup, baik orang-perorangan (individual), negara maupun entitas bisnis (perusahaan). Pada perkembangan selanjutnya, hukum HAM membuat terobosan penting dalam pembebanan kewajiban bagi kalangan bukan negara (non-state actor). Komite Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa kewajiban untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik mensyaratkan negara untuk melindungi hak asasi seseorang dari pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam melaksanakan kewajibannya tersebut, negara bertanggung jawab untuk mengendalikan entitas bisnis di wilayah yurisdiksinya. Konstruksi penalaran hukum ini hendak mengarahkan bahwa semua orang termasuk perusahaan (korporasi) yang berada dalam yurisdiksi negara diwajibkan untuk menghormati HAM (Rudi M. Rizki, 2012: 18-19).

Selanjutnya, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB pada isu HAM dan perusahaan transnasional dan perusahaan bisnis lainnya telah menekankan bahwa eksistensi tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM terpisah dari tugas atau kapasitas negara. Tanggung jawab tersebut terhadap HAM berlaku secara universal bagi semua perusahaan di semua situasi. Lebih jauh, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB tersebut menyoroti pentingnya upaya mengurangi atau memberikan kompensasi akibat kesenjangan

tata kelola yang diciptakan oleh globalisasi sehingga perusahaan dapat membahayakan HAM (Amnesty

International, 2014: 104). Kerangka kerja yang membingkai keterkaitan perusahaan dengan hak asasi manusia menurut Prinsip-Prinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan Hak Asasi Manusia bertumpu pada tiga pilar dasar, yaitu:

Oleh karena hampir sepertiga penduduk dunia adalah anak usia di bawah 18 tahun dan di banyak negara, jumlah anak dan penduduk muda mencapai 50% dari populasi, maka dari itu