• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Fauzi

D. KOMPETENSI KONSELOR

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang berarti kecakapan dan kemampuan. (J.M. Echols dan Shadily, 2020: 132) Kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka fikir yang menegaskan konteks tugas dan espektasi kinerja konselor. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yanag bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal.

sikap konselor terhadap profesinya serta derajat pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh seorang konselor. Secara umum ada empat yang harus menjadi perhatian oleh seorang konselor:

1. Profesional Responsibility.

Selama proses koseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap konselinya dan dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni;

a. Responding fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk

memberi perhatian penuh terhadap konseli selama proses konseling.

b. Terminating Appropriately, kita harus bisa melakukan terminasi

(meng-hentikan proses konseling) secara tepat.

c. Evaluating the Relationship, relasi antara konselor dan konseli haruslah

relasi yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal.

d. Counselor’s responsibility to themselves, konselor harus dapat membangun

kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia sehat secara spiritual, emosional dan fisikal.

2. Confidential

Konselor harus menjaga kerahasiaan konseli. Dalam etika ini perlu dipahami yang dinamakan privileged communication, artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk membuka percakapannya dengan konseli, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan, hal ini bisa bertentangan dari aturan etika itu sendiri, dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.

3. Conveying Relevant Information to The Person In Counseling.

Konseli berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan mereka jalani. Informasi tersebut adalah:

a. Counselor Qualifications, konselor harus memberikan informasi

tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.

b. Counseling Consequensi, konselor harus memberikan informasi tentang

hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling.

c. Time Involved in Counseling, konselor harus memberikan informasi

kepada konseli berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh konseli. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus mem-butuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya seminggu sekali selama 15 kali dan lain-lain.

menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang diperoleh. Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling.

Secara umum seorang konselor tentunya harus memiliki kualifikasi: 1) nilai, sikap, keterampilan, pengerahuan, dan wawasan dalam bidang profesi

bimbingan dan konseling;

a) Konselor harus terus menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan konseli.

b) Konselor harus memperhatikan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib, dan hormat. c) Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun

peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam kode etik.

d) Konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin tetapi tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material dan finansial tidak diutamakan.

e) Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.

2) pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor. Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan keahlian dan kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan pemerintah kepadanya. Karena profesi konselor merupakan pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian memberikan layanan berupa konseling, maka profesi konselor itu haruslah seseorang yang memiliki keterampilan dan keahlian dalam bidang konseling yang tentunya berlatar belakang pendidikan minimal S-1 Bimbingan dan Konseling dan pendidikan profesi Konselor. (Penjelasan dari Permendikbud No 111/2014, Pasal 1 Ayat 3)

Sebagai tenaga yang profesional maka konselor harus dilaksanakan dengan cara profesionalisme dengan memperhatikan azas, prinsip, strategi dan mekanisme penyelenggaraan konseling. Profesionalisme konselor berarti

teoritik bimbingan dan konseling, 3) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, 4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.

G. DAFTAR PUSTAKA

ABKIN, 2005, Kode Etik Bimbingan dan Konseling, Bandung.

Ahman, 2007, Pengembangan Profesionalisme Konselor di Indonesia, Bandung: UPI. Agus Salim, 2002, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus

Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia (ABKIN), 2013, Panduan Khusus

Bimbingan dan Konseling, Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SD/ MI, SMP/MTS/SMPLB, SMA/ MA/SMALB dan SMK/MAK,), Jakarta.

H. A. R. Tilaar, 1977, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Grasindo. Peraturan Menteri Pendidikan Dan kebudayaan No 111, Tahun 2014, Tentang

Bimbingan dan Konseling. Jakarta.

Prayinto, dkk, 2000, Pembelajaran Melalui Pelayanan BK di satuan Pendidikan, Jakarta.

Prayitno dan Erman Amti, 2009, Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta.

Saam, Zulfan, 2013, Psikologi Konseling, Jakarta: Rajawali Pers.

Tohirin, 2007, Bimbingan dan Konseling di sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Jakarta: Raja Grafindo Persada.

UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 Ayat 6, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Winkel, W.S., 1997, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta:

Gramedia.

d. Alternative to Counseling, konselor harusus memberikan informasi

kepada konseli bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk sembuh, ada faktor lain yang berperan dalam penyembuhan, misalnya ; motivasi dari diri konseli itu sendiri.

4. The counselor Influence, konselor mempunyai pengaruh yang besar

dalam relasi konseling, sehingga ada beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses konseling dan mengurangi efektivitas konseling, hal-hal tersebut adalah:

a. The Counselor Needs, kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang konselor

perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu efektivitas konseling.

b. Authority, pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu

diwaspadai karena akan mempengaruhi proses konseling jika konselinya juga figur otoritas.

c. Sexuality, konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum

terselesaikan akan mempengaruhi konseli, terjadinya bias dalam konseling, dan resistence atau negative transference.

d. The Counselor’s Moral and Religius Values, nilai moral dan religius

yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor terhadap konseli yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang. Itu merupakan standar yang harus dimiliki oleh seorang konselor dalam melaksanakan layanan kepada konseli. Standarisasi profesionalisme konselor didefinisikan sebagai proses menstandarkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan konselor dalam menampilkan layanan profesinya dengan memberikan bahan-bahan yang sesuai dengan pelaksanaan tugas.

F. PENUTUP

Kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli dalam bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, meng-hormati keragaman serta mengutamakan kepentingan konseli dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.

Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional yang meliputi: 1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, 2) menguasai landasan dan kerangka

Proses konseling berlangsung ketika terjadi interaksi antara orang yang mengalami masalah atau kesulitan dalam pengembangan potensinya (konseli) dan orang yang membantu dan membimbing dalam memecahkan masalah atau mengatasi kesulitannya. Berdasarkan hal ini, yang disebut konselor adalah orang yang membantu dan membimbing seseorang yang sedang bermasalah atau mengalami kesulitan sehingga ia mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan aspek historis, konseling sesungguhnya telah ada sejak zaman Rasulullah, banyak sumber yang menunjukkan bahwa nabi Muhammad SAW telah mempraktikkan prinsip-prinsip konseling secara sempurna, sehingga hanya dalam kurun waktu 23 tahun Rasulullah dapat merubah suku bangsa yang mulanya jahiliyah menjadi umat yang bertauhid, berakhlak mulia dan berbudaya tinggi.

Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Konseling dalam perspektif ialah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pengajaran, dan pedoman kepada peserta didik yang dapat mengembangkan potensi akal fikir, kejiwaan, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan baik dan benar secara mandiri. Dalam proses konseling, pengkajian hakikat manusia menurut merupakan jalan terbaik untuk memahami siapakah manusia itu. Dalam pandangan , manusia merupakan makhluk yang terbaik, termulia, tersempurna dibanding makhluk lain. Namun demikian, pada saat yang sama manusia juga memiliki nafsu yang setiap saat dapat membuat manusia terjerumus kemartabat yang rendah, sengsara jika manusia menuruti hawa nafsunya.

Di sinilah pentingnya penggalian konsep konselor secara profesional, yaitu suatu layanan yang tidak hanya mengupayakan mental yang sehat dan hidup bahagia, melainkan bimbingan konseling juga menuntut kearah hidup yang tenang dan tentram sehingga mencapai kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Bimbingan dan konseling ini merupakan satu aktivitas penting dalam mengubah sikap dan perilaku individu, yang dalam prosesnya harus dilaksanakan oleh seorang konselor/pembimbing. Dalam upaya menunjang suksesnya kegiatan pendidikan di sekolah atau pada masyarakat. Konselor yang profesional, melalui pengetahuannya, bimbingan dan konseling sangat penting dilaksanakan konselor yang diberi tugas melaksanakan program bimbingan dan konseling.