• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seorang Profesional di Bidang Konseling

G. PROFESIONALITAS KONSELOR DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN

Seorang konselor secara umum, profesionalitasnya memiliki dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basis) dari kiat (arts) pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan (enabling competencies) yang digunakan oleh konselor untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dengan sudut pandang psikologik, antropologik, sosiologik, filosofik, serta berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling, baik yang berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan konseling sepanjang perjalanannya sebagai bidang pelayanan profesional.

Kompetensi Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a) mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pepelayananbimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. Pembentukan kompetensi akademik calon konselor ini merupakan proses pendidikan formal jenjang S-1 bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan jiazah akademik Sarjana Pendidikan dengan kekhususan bimbingan dan konseling.

Kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik dalam Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang berorientasi pada pengalaman lapangan.

Kompetensi profesional konselor adalah kiat dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan yang lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesi Konselor (PPK), di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program PPK ini bermuara pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.

baik materi dan keterampilan yang telah diberikan pada saat proses pendidikan yang dilakukan melalui program pendidikan parajabatan, program penyetaraan ataupun pendidikan dalam jabatan seperti penataran (Prayitno & Erman Anti, 2004: 343). Dengan diberikannya materi dan keterampilan maka para calon konselor akan bisa melakukan proses konseling sesuai dengan apa yang telah diberikan pada saat persiapan menjadi seorang konselor.

3. Akreditasi

Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi dan akreditasi tersebut diselenggarakan secara baik dan perlu terlebih dahulu diterapkan standar pendidikan konselor yang berlaku secara nasional dan penyusunannya menjadi tugas bersama organisasi profesi bimbingan dan konseling dan pemerintahan (Prayitno & Erman Anti, 2004: 348). Jadi akreditasi ini sangat penting untuk menghasilkan lulusan dengan kopetensi yang telah ditetapkan dan juga sebagai penentuan kelayakan program yang akan diselenggarakan.

4. Kualifikasi

Berikut akan diuraikan beberapa kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, di antaranya:

a. Memiliki nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, serta wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling.

b. Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor. c. Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, dan wawasan yang harus dimiliki

konselor adalah sebagai berikut:

1) Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya.

2) Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.

3) Konselor wajib memiliki rasa tanggungjawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tingkahlaku profesional. 4) Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi, dan tidak meng-utamakan kepentingan pribadi, termasuk material, finansial, dan popularitas. Konselor wajib terampil dalam menggunakan teknik dan prosedur khusus dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah (Mashudi, 2012: 254).

d. Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling

4. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling a. Memahami berbagai jenis dan metode penelitian

b. Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling c. Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling

d. Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan pihak di luar profesi bimbingan dan konseling

Berbeda dengan seorang konselor, tugasnya adalah menyelesaikan masalah serta memperhatikan nilai-nilai dan moralitas . Khususnya konselor di lembaga pendidikan, tugasnya adalah membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami oleh klien yakni anak didik atau siswa.

Sebagai konselor di lembaga pendidikan, adalah orang yang dijadikan teladan bagi anak didik, sudah tentu konselor menjadi barometer bagi anak didik (Samsul Munir Amin, 2013: 259). Kepribadian konselor menentukan corak npelayanan konseling yang dilakukannya, dan dapat menentukaan hubungan antara konselor dan konseli dalam bentuk kualitas penanganan masalah, dan pemilihan alternatif pemecahan masalah.

Maka peran konselor adalah memberikaan bimbingan kepada anak didik dengan maksud agar anak didik mampu mengatasi permasalahan sediri. Bagi konselor yang muslim meskipun telah memenuhi persyaratan sebagai konselor secara professional namun sangat diperlukan bagi konselor yang muslim menambahkan kriteria proses konseling-nya sesuai dengan ajaran Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, bukan hanya karena berdasarkan pekerjaannya.

Namun tidak menafikan, jika seorang konselor dalam melaksanakan bim-bingannya, mampu mengkolaborasikan antara bimbingan secara umum dengan bimbingan sesuai dengan arahan dan tuntunan yang berlandaskan Qur’an dan as Sunnah.

H. PENUTUP

Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Jadi, menjadi seorang konselor bukanlah hal yang mudah. Konseling tidak bias dilakukan oleh sembarang orang. Seorang konselor yang professional Keutuhan kompetensi tersebut mencakup: (1) memahami secara mendalam

konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan, (5) yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.

Sementara itu standar kualifikasi akademik profesional konselor dibangun melalui pengalaman praktek menerapkan kompetensi akademik yang terefleksikan dari kualifikasi akademik. Dengan demikian, standar kualifikasi akademik konselor adalah tamatan program pendidikan Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling dimana kualifikasi akademik dan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pendidikan profesional konselor.

Secara umum pengembangan profesionalitas bagi konselor adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional dan Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan professional, dengan cara sebagai berikut:

a. Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional lain. b. Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode

etik profesional konselor

c. Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli.

d. Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan

e. Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi f. Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor 2. Berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan

konseling dengan cara berikut:

a. Memahami tujuan dan berperan aktif dalam organisasi profesi untuk pengembangan diri dan profesi bimbingan dan konseling

b. Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pepelayanan bimbingan dan konseling

3. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling a. Memahami berbagai jenis dan metode penelitian

b. Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling c. Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling

Lubis, Lahmuddin. 2007. Bimbingan Konseling. Jakarta: Hijri Pustaka Utama. . 2009. Bimbingan Konseling dalam persepektif. Bandung: Citapustaka. Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Mashudi, Farid. 2012. PsikologiKonseling. Yogyakarta: IRCiSoD., Munir Amin, Samsul. 2013. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Amzah. Prayitno dan Erman Anti. 2004. Dasar-DasarBimbingandanKonseling. Jakarta:

RINEKA CIPTA.

Sutoyo, Anwar. 2007. Bimbingan dan Konseling (Teori dan Praktik). Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling (Studi Karir). Yogyakarta: Andi. itu tidak hanya orang yang cakap dalam berbicara, tetapi juga memiliki kompetensi

pendidikan yang baik.

Kompetensi profesional konselor adalah kiat dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan yang lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesi Konselor (PPK), di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program PPK ini bermuara pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.

Keutuhan kompetensi tersebut mencakup: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan, (5) yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.

I. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. Abu. 1997. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra. Akhyar Lubis, Saiful. 2007. Konseling, Yogyakarta: Elsaq Press.

Asy’ari, Ahmad dkk. 2004. Pengantar Studi . Surabaya: IAIN Sunan Ampel. Bafadal, Ibrahim. 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta:

Bumi Aksara.

Djumhur, I. dan Mohammad Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: Ilmu.

Daryanto, t.t. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: APPOLO. Adz-Dzaki, Hamdani Bakran. 2001. Psikoterapi dan Konseling. Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru.

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan terjemah-Nya. Bandung: Diponegoro. Faqih, Aunur Rahim. 2000. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: UII Press.

. 2011. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Mizan. Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers.

Junus, Mahmud. 1994. Terjemahan Al-Qur’an Al Karim. Bandung: Al-Ma’arif. Ketut, Dewa. 2000. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Keberadaan pembelajaran sebagai satu dari proses pendidikan memerlukan bantuan berbagai ilmu pengetahuan agar dalam prosesnya dapat mencapai tujuan. Pembelajaran merupakan proses menciptakan iklim yang memungkinkan anak secara psikologis melakukan kegiatan belajar atau perilaku mental dalam dirinya. Kegiatan belajar yang terjadi pada diri anak dapat berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas. Selain anak berinteraksi dengan guru atau tenaga pendidik yang melaksanakan kegiatan mendidik, membelajarkan, membimbing, dan melatih maka guru pembimbing dan atau konselor bertanggung jawab untuk memudahkan anak menyelesaikan masalah dalam tugas perkembangannya. Kehadiran konselor dalam penyelenggaran layanan konseling merupakan keniscayaan yang perlu dipenuhi oleh lembaga pendidikan, sebab konselor memiliki peranan strategis untuk membantu memaksimalkan pengembangan potensi anak menuju kedewasaan yang sejati. Sebab konselor yang bertugas memberikan berbagai layanan kepada siswa untuk memastikan tidak ada hambatan dalam perkembangan anak sehingga tugas perkembangan anak dapat berjalan dengan baik. Secara bertahap karakteristik perkembangan anak dalam pembelajarannya dapat ditunjukkan melalui perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Kini, memasuki dasa warsa kedua abad ke-21, konseling harus melanjutkan kebaikan yang dilakukan dalam merespon berbagai hambatan anak untuk dapat diatasi dengan baik. Solusi yang difokuskan dan model terapi singkat akan memajukan pencapaian kebutuhan pertumbuhan klien yang beragam. Konseling juga sebagai gerakan menuju integrasi teori konseling sebagai indikator kemajuan paedagogik, psikologi, dan komunikasi pada abad ke 21. Di satu sisi pelaksanaan bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk mampu melaksanakan tugas memaksimalkan pencapaian tujuan Bimbingan dan konseling agar anak mampu secara maksimal mengembangkan dirinya, memiliki konsep diri yang jelas, percaya diri, empati, kreativitas, kecerdasan emosi, dan merencakan masa depan yang terbaik sesuai ukuran-ukuran kemampuan yang potensial dalam dirinya. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling. Secara garis besar ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan konseling, yaitu: (1) faktor klien, (2) faktor konselor, (3) faktor metode atau pendekatan yang digunakan (Saam, 2013:4).

Ada enam fungsi teori yang membuat konseling bersifat pragmatis, yaitu: 1. Teori membantu konselor memperoleh kesatuan dan hubungan dalam

keragaman eksistensi

2. Membantu konselor untuk melaksanakan hubungan mereka dalam pandangan yang luas