• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zunidar

A. PENDAHULUAN

Dalam banyak fenomena dunia pendidikan di sekolah, menunjukkan bahwa tidak semua anak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Ada sebagian anak yang malas dalam belajar, kurang motivasi masuk ke kelas, tidak maksimal menyelesaikan tugas belajar yang diberikan guru, bahkan ada yang tidak masuk ke sekolah padahal mereka pergi dari rumah. Begitu pula ada pula yang suka melawan guru, bermain-main dan mengganggu teman di kelasnya, sehingga akhirnya pembelajaran terhambat kemajuannya dan tidak efektif. Itu artinya keberlangsungan pembelajaran bisa saja menghadapi masalah-masalah krusial yang memerlukan pemecahan belajar berkenaan dengan tugas perkembangan anak untuk memastikan pengetahuan anak bertambah, sikapnya berubah, dan keterampilannya meningkat yang berguna dalam memecahkan masalah kehidupan anak yang dihadapi sebagai indikator anak mencapai derajat kecerdasan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dijelaskan bahwa keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikem-bangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.

Dalam konteks peran sekolah, pendidikan menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kesempatan kerja berkembang dengan cepat pula sehingga para siswa memerlukan bantuan dari pembimbing untuk menyesuaikan minat dan kemampuan mereka terhadap kesempatan dunia kerja yan selalu berubah dan meluas (Nurihsan, 2009:2).

dapat menjadi mandiri dan semakin dewasa karena mampu memecahkan masalah kehidupannya.

Sedangkan konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli mampu memahami diri dan lingkungan, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya (Nurihsan, 2009:10).

Konseling adalah suatu upaya yang dilakukan dengan empat mata atau suatu upaya bantuan yang eilakukan dengan empat mata atau atau tatap muka antara konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras uni dan manusiawi dilakukan dalam suasana keahlian dan didasarkan atas norma-norma yang berlaku (Sukardi, 2008:3).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling adalah layanan membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli sehingga anak mampu mencapai perkembangan yang optimal dan menjadi lebih dewasa.

Layanan konseling sangat dibutuhkan murid, baik yang menghadapi kesulitan belajar maupun dalam memahami diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol diri, memiliki kematangan dalam memahami lingkungan dan belajar membuat keputusan. Setiap murid memerlukan bantuan dalam mempelajari cara membuat keputusan memacahkan masalah, memiliki kematangan dan memahami nilai-nilai. Semua murid memerlukan rasa dicintai dan mencintai, dihargai, memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kemampuannya dan memiliki kebutuhan untuk memahami kekuatan pada dirinya (Budiamin, 2009:13). Dalam perspektif kajian ini dapat ditegaskan bahwa bimbingan dan konseling adalah proses memberikan bantuan perkembangan anak secara profesional dan edukatif agar perkembangan anak mencapai kondisi yang maksimal untuk mengatasi masalah dan interaksi dengan lingkungan kehidupannya yang lebih luas secara mandiri dan bertanggung jawab.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Sebagai proses dan program maka bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang jelas. Apalagi dalam konteks profesi yang programnya diatur sesuai undang-undang dan peraturan yang menjadi pedoman kebijakan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Dalam Permendikbud nomor 111 tahun 2014, dijelaskan bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu konseli mencapai 3. Memberikan kepada konselor panduan operasional dengan pekerjaan dan

membantu mereka dalam mengevaluasi pengembangan mereka sebagai profesional

4. Membantu konselor fokus atas data relevan dan menceritakan apa yang harus dicari

5. Teori membantu konselor menilai klien dalam modifikasi efektif perilaku mereka

6. Membantu konselor pendekatan lama dan baru untuk memproses konseling (Thompson, 2003:3).

Dengan begitu, fungsi teori dalam pelaksanaan konseling difokuskan untuk memudahkan konselor membantu konseli melaksanakan tugas konseling dan membawa anak kepada mengeliminir masalah-masalah yang dihadapi dalam setipa layanan konseling secara komperehensif. Dalam konteks ini, manajemen sekolah harus dipastikan mampu mengarahkan pelaksanaan konseling benar-benar efektif dengan menyediakan konselor yang profesional melalui pendidikan dan latihan yang terencana, terarah dan terpadu dalam pengembangan sumberdaya manusia, baik guru maupun tenaga kependidikan.

Tulisan ini berusaha memaparkan mengenai keterampilan konselor yang perlu dikembangkan dalam memaksimalkan efektivitas pencapaian tujuan konseling yang dilaksanakan di setiap sekolah.

B. MEMAHAMI KONSEP DASAR KONSELING

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya untuk dapat bertindak secara wajar (Sukardi, 2008:1-2).

Pendapat lain menegaskan bahwa bimbingan adalah pelayanan dalam bentuk bantuan dan dukungan psikologik yang profesional untuk semua siswa (Setaiawan, 2010:2).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses bantuan terhadap anak untuk memaksimalkan perkembangannya agar anak memahami dirinya dalam interaksi dengan kehidupan yang luas dan bertindak secara wajar sesuai dengan norma yang berlaku. Itu artinya bimbingan dapat mengantarkan anak yang sedang berkembang dalam segala potensinya

C. KOMPONEN-KOMPONEN BIMBINGAN DAN KONSELING

Komponen-komponen konseling diantaranya konselor, konseli dan masalah. Konselor merupakan tenaga profesional yang membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif prilakunya (Nurihsan, 2009:10).

Untuk menjadi konselor, seseorang haruslah memiliki beberapa persyaratan. Petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi: 1) kepribadian, 2) pendidikan, 3) pengalaman dan 4) kemampuan. Berdasarkan kualifikasi ini, setidaknya untuk memilih atau mengangkat konselor di sekolah/ madrasah harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan kepribadian, pendidikan, pengalaman dan kemampuan (Tohirin, 2015:115).

Pertama, berkenaan dengan kepribadian, seorang konselor haruslah memiliki

kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor sangat berkaitan dengan pembentukan prilaku dan kepribadian klien. Melalui konseling diharapkan terbentuk prilaku positif (akhlak baik) dan kepribadian yang baik pula pada diri klien.

Dalam keadaan tertentu, konselor merupakan model dalam upaya pemecahan masalah siswa (klien). Ada satu teori dalam konseling yaitu counseling by

modeling yaitu konseling melalui percontohan. Teori konseling ini menempatkan

peran model atau contoh sebagai langkah untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Dalam konsep Islam, akhlak yang baik merupakan metode utama yang digunakan dalam pengajaran dan hal ini tidak terlepas dari konsep konseling. Nabi Muhammad SAW merupakan sosok konselor utama dalam Islam. Nabi Muhammad mencerminkan contoh teladan yang baik dalam kehidupan sebagaiman yang termaktub dalam Q.S. Al Ahzab ayat 21 sebagai berikut:

Artinya:”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab ayat 21).

Keteladanan utama pribadi Rasulullah sehingga dakwah yang dilakukannya berhasil adalah sifat lemah lembut. Dalam surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar,

sosial dan karir.

Adapun tujuan bimbingan dan konseling, mencakup: (1) mengadakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif, dan memuaskan khususnya di sekolah, (2) memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini tercapai maka individu mencapai integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia belajar menerima tanggung jawab berdiri sendiri dan memperoleh integrasi perilaku, (3) penyelesaian masalah. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa individu-individu yang mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya. Di samping itu, biasanya siswa datang kepada konselor karena ia percaya bahwa konselor dapat membantu penyelesaian masalahnya, (4) mencapai keefektivan pribadi. Dalam konteks ini pribadi yang efektif adalah keberadaan pribadi yang sanggup memperhitungkan diri, waktu dan tenaganya serta bersedia memikul risiko-risiko ekonomik, psikologis, dan fisik, (4) mendorong individu untuk mengambil keputusan yang penting bagi dirinya. Di sini jelas bahwa pekerjaan konselor bukan menentukan keputusan yang harus diambil oleh klien atau memilih alternatif dari tindakannya. Karena keputusan ada pada diri klien sendiri. Ia harus tahu mengapa dan bagaimana melakukannya. Oleh sebab itu, klien harus belajar mengestimasi konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, risiko-risiko dan sebagainya. Individu juga belajar memperhatikan nilai-nilai dan ikut mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan (Nurihsan, 2009:12).

Cara atau saluran yang amat penting untuk memberikan bantuan pada seorang siswa melalui apa yang disebut dengan interaksi adalah hubungan dengan orang lain baik itu hubungan bersifat resmi, maupun tidak resmi, secara tatap muka maupun jarak jauh, dalam suasana perseorangan (pribadi) maupun kelompok. Hubungan dengan orang-orang lain ini sangat penting dan perlu, terutama sekali apabila masalah yang dihadapi siswa (si terbimbing) mengandung aspek hubungan seperti itu (Sukardi dan Kusmawati, 2008:3).

Dari pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah memaksimalkan pengembangan dan aktualisasi potensi anak agar tugas perkembangannya berjalan efektif mencapai kedewasaan anak sebagai manusia yang bertanggung jawab kepada Tuhan dan lingkungannya.

ô‰s)©9

tβ%x.

öΝä3s9

’Îû

ÉΑθß™u‘

«!$#

îοuθó™é&

×πuΖ|¡ym

⎯yϑÏj9

tβ%x.

(#θã_ötƒ

©!$#

tΠöθu‹ø9$#uρ

tÅzFψ$#

tx.sŒuρ

©!$#

#ZÏVx.

∩⊄⊇∪

penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: 1) Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan, 2) Berpendidikan profesi konselor.

Ketiga, berkenaan dengan pengalaman. Selain pendidikan yang mutlak

harus dimiliki oleh seorang konselor, pengalaman juga menjadi acuan bagi kualifikasi konselor. Konselor yang memiliki kualifikasi pendidikan S1 bimbingan konseling namun masih minim pengalaman akan berbeda pelayanan yang diberikan dari konselor yang memiliki kualifikasi pendidikan D3 bimbingan konseling namun telah 10 tahun menjadi konselor. Pengalaman menjadi tolak ukur jam terbang seorang konselor dalam kaitannya dengan pemberian layanan konseling bagi siswa.

Keempat, konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam

sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang yang berimplikasi pada proses optimalisasi potensi siswa. Sehingga jelas bahwa kualifikasi konselor mutlak ada untuk menjalankan tugas sebagai konselor.

Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa tidak semua orang dapat menjadi konselor dalam pemecahan masalah dari klien. Maka dari itu, peningkatan kualitas konselor menjadi suatu keniscayaan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas konselor harus menjadi perhatian utama khususnya perguruan tinggi. Komponen konseling selanjutnya adalah klien. Klien merupakan pihak yang diberikan layanan bantuan oleh konselor. Asumsi yang diberikan kepada klien adalah bahwa klien adalah fitrah dan tidak dianggap sebagai orang yang sakit mental, tetapi memiliki kemampuan untuk memilih tujuan, membuat keputusan dan menerima tanggung jawab. Asumsi berikutnya adalah bahwa adakalanya klien belum memahami dirinya sehingga berbuat salah, melanggar atau menyimpang dari norma. Selanjutnya, hal-hal yang mengangkat faktor klien yang mempengaruhi keberhasilan konseling antara lain: a) keterbukaan klien, b) pemehaman klien akan dirinya, c) pemahaman klien tentang permasalahannya, d) keinginan dan motivasi klien untuk berubah dan e) komitmen klien untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan atau terapi yang akan dilaksanakan (Saam, 2013:25). Selanjutnya, komponen berikutnya adalah masalah yang dihadapi. Dalam konteks ini, keberadaan konselor menjadi sangat strategis dalam membantu klien memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini hanya mungkin dilaksanakan secara efektif manakala konselor benar-benar profesional.

Allah untuk diteladani umatnya betapa sifat lemah lembut rasulullah dalam proses kehidupannya, yaitu:

Artinya:” Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS.3:159).

Dalam konteks ini, urusan yang dimaksud adalah peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya. Hal berkenaan dengan penegasan bahwa keseluruhan persoalan kehidupan pribadi dan umat menjadi tugas risalah Muhammad SAW untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam (Islam rahmatan lil ‘alamin). Aktualisasi dari konsep kepribadian bagi konselor yaitu ikhlas, jujur, objektif dan simpatik serta menjunjung tinggi kode etik profesi konselor. Sifat-sifat ini perlu dibina sejak seseorang dipersiapkan untuk menjadi konselor melalui pendidikan profesi. Dalam praktik konselor dilatihkan berbagai keterampilan konselor supaya menjadi tenaga konselor profesional, dengan pengetahuan akademik, kepribadian, dan komunikasi yang integral sehingga profesi konselor menjadi pilihan profesi yang berguna dalam membantu anak-anak dalam menjalankan fungsi perkembangannya, yaitu mengantarkan anak pada kematangan atau kedewasaan.

Kedua, berkenaan dengan pendidikan, seorang konselor selayaknya memiliki

pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling pada strata (S1, S2 maupun S3) atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan kegiatan konseling. Hal ini menjelaskan bahwa konselor merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan khusus yang didapatkan dari pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan konseling. Berdasarkan Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dijelaskan bahwa konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik stratasatu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi

$yϑÎ6sù