• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia atau peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab 1 pasal 1. Pendidikan didefenisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menwujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Menurut Whiterington dalam Slameto (1998:2) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkahlaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh pendidik kepada perkembangan peserta didik untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan

lebih awal. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap siswa dimana diperoleh informasi melalui guru kelas, orangtua bahkan dari siswanya sendiri, hal-hal apa yang menjadi penyebab permasalahan belajar tersebut.

Di dalam proses pendidikan itu selain adanya program ataupun metode pembelajaran juga terdapat peserta didik yang berperan penting dalam proses penerimaan pelajaran. Di Indonesia peserta didik atau disebut dengan siswa sangat banyak jumlahnya meliputi tingkatan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum dengan tingkat usia yang bervariasi. Umumnya siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama memiliki usia sekitar 12-16 tahun. Menurut Santrock (2002:23), usia tersebut tergolong ke dalam usia Remaja (adolescence) dimana periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa. Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, jumlah remaja usia 15-24 tahun sebanyak 2.514.109 orang. Sedangkan jumlah remaja di Indonesia mencapai sekitar 65 juta jiwa atau 25 persen dari 258 juta jiwa jumlah penduduk di Indonesia. Mengingat jumlah dan proporsinya yang besar ini maka pengetahuan, pandangan, cara berpikir, sikap dan keputusan remaja sangat berpengaruh, tidak hanya bagi kelompok remaja itu sendiri namun bagi seluruh penduduk dan terutama keluarga yang tidak hanya berpengaruh pada masa depan, namun juga pada masa sekarang yaitu di bangku sekolah tingkat SMP.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, dimana terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilewati (Hurlock, 2000:209). Tugas perkembangan tersebut, seperti perubahan fisik, psikologis, sosial, dan moral. Remaja kebanyakan tidak siap menghadapi tugas perkembangan yang terjadi sehingga akan menimbulkan berbagai permasalahan. Pada umumnya remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan teman sebaya dibandingkan orangtua dan mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebayanya (Papalia, 2009: 49-50).

Karakter interaksi dalam keluarga pun mulai berubah pada masa remaja. Remaja mengalami tekanan antara ketergantungannya terhadap orang tua dan kebutuhan untuk menjadi individu yang mandiri. Orang tua pun sering memiliki perasaan yang bercampur aduk dalam diri mereka, mereka menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi mandiri tetapi mereka menyadari bahwa sulit untuk dapat melepas anak mereka menjadi mandiri.

Orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya dan salah satu dari keinginan orangtua tersebut misalnya adalah pencapaian akademik (academic

achievement) yang baik seperti nilai yang bagus dan peringkat kelas yang tinggi

formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.

Al-Abrasyi (1970), dalam wacana pendidikan Islam mendefinisikan pendidikan sebagai suatu usaha untuk mempersiapkan individu agar dapat hidup di kehidupan yang sempurna. Sedangkan Syekh Musthafa al- Ghulayani, mengungkapkan:

Artinya: “Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia ke dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh dan menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat sehingga menjadi watak yang melekat ke dalam jiwa, sehingga hasilnya berupa keutamaan dan kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa” (Al Abrasyi, 1970:137).

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita- cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Tujuan pendidikan tersebut akan tercapai jika dilakukan dengan proses belajar mengajar baik itu di lingkungan sekolah ataupun di tempat lainnya.

Usaha pencapaian agar peserta didik sampai pada kondisi yang diinginkan tentu menempuh berbagai cara, melewati berbagai kondisi dan mengikuti beberapa prinsip yang menjadi aturan dalam belajar. Namun harus disadari bahwa ditengah-tengah antara kondisi awal sampai kondisi tujuan terdapat beberapa hal yang menjadi rintangan baik datang dari siswa maupun dari luar siswa itu sendiri. Rintangan atau hambatan yang dialami siswa tersebut dalam psikologi pendidikan disebut dengan permasalahan belajar atau kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat diterjemahkan sebagai hambatan atau gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.

Kenyataan yang selalu dialami oleh siswa apabila mengalami kesulitan belajar maka berpengaruh pada rendahnya semangat belajar dan akhirnya turunnya prestasi yang diperolehal Hal ini tentu harus dicari jalan keluarnya, namun demikian sebagai langkah awal penelusuran terhadap penyebab kesulitan belajar ataupun permasalahan belajar merupakan hal penting untuk diketahui dan dipetakan

perilaku siswa yang baik namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar sehingga menampilkan perilaku yang kurang baik dimana hal tersebut tidak sesuai dengan harapan Visi dan Misi dari sekolah ini.

B. KECEMASAN

Orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya salah satu dari keinginan orangtua tersebut adalah pencapaian akademik yang baik seperti nilai yang bagus dan peringkat kelas yang tinggi. Namun pada kenyataannya harapan seperti ini dapat memberikan tekanan dan beban berlebih pada anak dan terlebih bagaimana harapan ini diberikan melalui pengasuhan (parenting) yang dilakukan.

Tekanan dan beban berupa harapan dan keinginan dari orangtua dapat membentuk karakter dan kepribadian anak, namun bila orangtua memberikan stimuli berupa harapan yang diluar batas kemampuan anak dan diberikan secara agresif, terdapat kemungkinan anak hanya akan merasa tertekan dan terbebani oleh harapan orangtua yang mana hanya akan membuat si anak berusaha keras hanya demi menyenangkan orangtuanya dan terhindar dari hukuman. Ini menye-babkan si anak kehilangan esensi dasar tentang belajar dan kenapa belajar itu penting serta untuk apa belajar itu dilakukan. Terlebih-lebih, tekanan dan beban ekstra dapat menyebabkan anak mengalami berbagai macam stres psikologis seperti kelelahan belajar dan kemarahan pada orangtuanya sendiri sehingga menyebabkan pencapaian akademiknya memburuk.

Adapun siswa yang mengalami kesulitan beajar tersebut akan mengalami perbedaan penghayatan tentang kondisi kejiwaannya dimana masalah kesulitan belajar terkadang membuat siswa tersebut mengalami kecemasan dan akhirnya mengarah kepada stress.

Kondisi di atas memicu munculnya konflik dan frustrasi pada siswa. Dalam hal ini siswa tersebut mengalami perubahan perilaku yang tadinya ceria berubah menjadi pemalu bahkan ada siswa yang tadinya pendiam berubah menjadi siswa yang perilakunya sulit untuk dikendalikan karena selalu berbuat masalah di kelasnya.

Konflik dan frustrasi merupakan suatu kondisi yang bisa membuat siswa mengalami stress meskipun cara mereka mengahadapinya berlainan.Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan terhadap situasi dan kondisi yang dihadapinya. Adapun siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut akan mengalami perbedaan penghayatan tentang kondisi kejiwaannya dimana masalah kesulitan melalui beberapa aturan dan disiplin dalam belajar. Namun pada kenyataannya

harapan seperti ini dapat memberikan tekanan dan beban berlebih pada anak dan terlebih bagaimana harapan ini diberikan melalui pengasuhan (parenting) yang dilakukan.

Salah satu usaha orang tua untuk menjadikan anak-anaknya berhasil dalam pendidikan adalah memasukkannya ke sekolah-sekolah terbaik, bahkan banyak orang tua yang memasukkan anaknya ke sekolah Islam agar anaknya tidak hanya memiliki prestasi akademik saja namun juga memiliki perilaku ataupun akhlak yang baik. Salah satu sekolah Islam adalah Sekolah Islam Terpadu dimana sekolah ini didirikan sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan Islam yang diintegrasikan dengan pendidikan ilmu pengetahuan umum, juga sebagai wadah yang membentuk siswa muslim yang berprestasi tinggi dan berakhlak mulia.

Visi SMP Islam Terpadu adalah membentuk siswa yang berprestasi tinggi dan berakhlak karimah. Adapun visi tersebut dijabarkan dalam misi SMP Islam Terpadu yaitu mendidik dan memperlengkapi anak dengan kemampuan Intelektual, Sosial Emosional dan Spiritual.

Berbagai prestasi yang dihasilkan oleh siswa diantaranya perlombaan olahraga antar sekolah, olimpiade matematika untuk tingkat nasional, dan lain-lain, namun tidak semua siswa yang dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik di sekolah dengan mengikuti berbagai kegiatan dan perlombaan, harapannya dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah berikut metode pengajaran untuk menjadikan siswa berakhlakul karimah serta berprestasi baik, ada juga siswa yang mengalami permasalahan belajar, dimana perilaku yang ditampilkan oleh siswa di sekolah yaitu hasil belajar rendah di bawah rata-rata, menunjukkan sikap tidak wajar seperti menantang guru, tidak mau menyelesaikan tugas yang diberikan guru, membolos, mengganggu bahkan menjadikan situasi kelas gaduh saat ada pelajaran. Kesulitan belajar yang dialami siswa diantaranya permasalahan keluarga, penyesuaian diri yang kurang baik, kurang mandiri, gangguan emosi bahkan kesulitan belajar lainnya yang mempengaruhi nilai akademik siswa sehingga diperlukan diadakan suatu metode khusus untuk mengatasi permasalahan belajar tersebut.

Walaupun demikian, sangat diharapkan tujuan pembelajaran SMP Islam Terpadu untuk membentuk siswa berprestasi dan berakhlakul karimah dapat tercapai dengan baik. Namun ada kalanya tujuan tersebut tidak dapat tercapai dikarenakan terdapat hambatan yang dialami oleh siswa. Untuk mengatasi permasalahan belajar yang dialami oleh siswa di SMP Islam Terpadu dimana harapannya Visi dan Misi sekolah dapat lebih banyak membantu pembentukan

psikiater, menjelaskan bahwa Pengalaman keyakinan agama dapat dimanfaatkan dalam upaya pencegahan permasalahan kesehatan jiwa (Hawari, 2002:48). Psikoterapi Islam juga dapat diartikan sebagai upaya mengatasi beberapa problem kejiwaan yang didasarkan pada pandangan agama Islam. Psikoterapi Islam mempercayai bahwa keimanan dan kedekatan terhadap agama akan menjadi kekuatan yang sangat berarti bagi kebaikan dalam menyelesaikan masalah kejiwaan seseorang. Mencegah berbagai masalah kejiwaan dan menyempurnakan kualitas manusia di samping pendekatan psikospiritual (dengan keimanan dan kedekatan kepada Allah). Psikoterapi Islam juga disandarkan penggunaan alat fikir dan usaha nyata manusia untuk memperbaiki diri. Psikoterapi Islam tidak semata-mata membebaskan orang-orang dari penyakit, tetapi juga perbaikan kualitas kejiwaan seseorang.

Pemahaman dan pengalaman agama yang keliru dapat menyebabkan konflik dan kecemasan pada diri seseorang. Sebaliknya pemahaman dan pengalaman agama yang benar dapat menyelesaikan konflik dan kecemasan sehingga terapi kognitif secara Islam dapat digunakan untuk dapat membantu seseorang berpikir, memproses dan mengevaluasi masalah sehingga dirinya dapat tenang dan mengurangi ketegangan batinnya. Oleh karena itu Psikolog yang memiliki pemahaman keagamaan mempunyai peran penting dalam terapi psikoreligius agar berdampak positif bagi kliennya.

Dengan demikian psikoterapi kognitif Islam yang dimaksud disini adalah proses Bimbingan Konseling Islami dengan cara memperbaiki cara pandang siswa dari sudut pandang pendekatan Islam sesuai tuntunan Alquran dan Hadis terhadap permasalahan dari kesulitan belajar yang dialami siswa remaja di SMPIT dimana berlangsung perubahan pikiran, kebiasaan, dan tingkah laku, yang sebelumnya tidak benar (irrasional) dimana siswa memperoleh pikiran-pikiran yang keliru tentang dirinya sendiri, orang lain, kehidupan dan berbagai masalah yang dihadapinya, sehingga menyebabkannya gelisah, dan dapat merubah perilaku yang tadinya menghindari masalah saat berhadapan dengan masalah dengan harapan mampu meredakan kegelisahannya dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam di dalamnya.

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa suatu bentuk psikoterapi religius bisa menjadi efektif untuk klien Muslim yang menderita kecemasan, depresi, dan perasaan kehilangan. Keyakinan irasional akan diidentifikasi dan dimodifikasi atau digantikan dengan keyakinan-keyakinan yang berasal dari Islam dimana hal tersebut merupakan penggabungann antara terapi Kognitif dengan terapi religius yaitu dengan penggunaan tema-tema religius. Dalam memperlakukan pasien-pasien yang mengalami kecemasan dan depresi melalui psikoterapi religius, belajar terkadang membuat siswa tersebut mengalami kecemasan dan akhirnya

mengarah kepada stress. Beberapa siswa yang tergolong di dalam usia remaja mengatakan bahwa mereka mengalami kegelisahan, kegugupan, kepala sering sakit, tengkuk terasa berat, tangan atau anggota tubuh yang bergetar, susah tidur, banyak berkeringat, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdebar keras, khawatir akan masalahnya tidak terselesaikan, waspada yang berlebihan, dan lain sebagainya. Bila ditinjau dari sudut pandang DSM (Diagnostik Statistic Manual) yang dikeluarkan oleh APA (Asosiasi Psikologi Amerika) yang merupakan ciri-ciri dari kecemasan (Nevid, 2005:164).

Freud mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud,kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Sundari, 2005:50).

Kecemasan dalam pandangan Islam yang ada di AlQur’an menyimpulkan bahwa gangguan kecemasan adalah suatu kondisi individu mengalami antara lain kondisi kesempitan jiwa (QS. Al Hijr : 97-99), ketakutan (QS. Al Ahzab: 19), kegelisahan (QS. Al Maarij: 20), berkeluh kesah (QS. Al Naziat: 19-22), ketakutan yang berlebihan (QS. Al Ahzab: 26), kepanikan (QS. Al Anbiya: 103), kebingungan (QS. Al Hajj: 1-2), hilang akal (QS. Al Hajj: 2).

C. PSIKOTERAPI KOGNITIF ISLAMI

Salah satu upaya yang bisa digunakan untuk mengubah perilaku dan juga pola pikir siswa yang irrasional menjadi pikiran dan keyakinan lebih rasional adalah dengan pendekatan religius bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar, dalam hal ini adalah dengan memberikan suatu metoda Bimbingan Konseling Islami yang merupakan Psikoterapi Kognitif secara Islam yang dapat dilakukan di sekolah dan termasuk ke dalam terapi mental modern, yaitu Terapi Mental Islami (Zahrani, 2005:16).

Emha Ainun Najib (2005:127) menjelaskan “psikoterapi Islam adalah sebagai proses baik penyembuhan, pencegahan, pemeliharaan maupun pengembangan jiwa yang sehat dengan melalui bimbingan Alqur’an dan As-Sunnah Nabi SAW. yang dimaksud di sini adalah jalan penyehatan hidup jasmani rohani, sehat dalam perspektif yang lengkap dan komprehensif, jiwa dan raga, jasmani dan rohani, luar dalam, bumi langit, dunia akhirat. Sedangkan untuk istilah medisnya, Najib menjelaskan bahwa psikoterapi Islam disini lebih berfungsi sebagai tindakan preventif ketimbang kuratif. Sependapat dengan Najib, Dadang Hawari,

Konseling Islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan, tujuan dan konsep-konsep Bimbingan Konseling Islam bersumber. Segala usaha atau perbuatan yang dilakukan manusia selalu membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan bimbingan Islam didasarkan pada petunjuk Alquran dan Hadits, baik yang mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberi bimbingan dan petunjuk.

Dasar yang memberi isyarat pada manusia untuk memberi petunjuk atau bimbingan kepada orang lain dapat dilihat dalam surat al-Baqarah: 2 yang berbunyi:

Artinya: “Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan kepadanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk memberi nasehat (Konseling) kepada orang lain. Firman Allah QS. Al-Ashr:

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya mentaati kesabaran.

E. METODE KONSELING DALAM ISLAM

Islam banyak menggunakan metode konseling diantaranya sebagai berikut, yaitu:

1. Metode Keteladanan

Yang digambarkan dengan suri tauladan yang baik, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Ahzab ayat 21,

Razali et al. (1998) mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif pada pasien dan memodifikasi mereka dengan menggunakan teknik-teknik kognitif yang diarahkan oleh Alquran dan hadits. Mereka juga membahas isu-isu keagamaan dan keyakinan budaya terkait dengan penyakit, dan memberikan nasihat dengan gaya hidup agar dapat berubah mengikuti kebiasaan-kebiasaan Nabi Muhammad.

D. BIMBINGAN KONSELING ISLAMI

Bimbingan dan Konseling di sekolah kini telah memperoleh dasar legalitas yuridis-formal yang lebih kokoh, yakni dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per tanggal 8 Oktober 2014.

Permendikbud ini menjadi rujukan penting, khususnya bagi para Guru BK/Konselor dalam menyelenggarakan dan mengadministrasikan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Secara resmi mulai diterapkannya pola Bimbingan dan Konseling Komprehensif, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b) layanan peminatan dan perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan sistem”.

Anwar Sutoyo (2013:22) menyebutkan bahwa layanan Bimbingan dan Konseling Islami adalah “Upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah dengan cara memberdayakan (empowering) iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rasulnya, agar fitrah yang ada pada individu berkembang dengan benar dan kokoh sesuai dengan tuntunan Allah SWT”.

Sedangkan menurut Lahmudin (2007:17) bahwa Bimbingan Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar individu atau klien tersebut menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kutipan dari sebuah jurnal yang menjelaskan bahwa konseling Islam adalah pertemuan dari unsur konseling dan psikoterapi dengan prinsip utama Islam. Hal ini dapat memberikan tujuan yang luas untuk konseling Islam dengan maksud menyeluruh membantu klien mencapai perubahan positif dalam hidup mereka. Alquran dan sunnah rasul adalah landasan ideal dan konseptual Bimbingan

y7Ï9≡sŒ

Ü=≈tGÅ6ø9$#

Ÿω

|=÷ƒu‘

¡

Ïμ‹Ïù

¡

“W‰èδ

z⎯ŠÉ)−Fßϑù=Ïj9

∩⊄∪

ÎóÇyèø9$#uρ

∩⊇∪

¨βÎ)

z⎯≈|¡ΣM}$#

’Å∀s9

Aô£äz

∩⊄∪

ωÎ)

t⎦⎪Ï%©!$#

(#θãΖtΒ#u™

(#θè=Ïϑtãuρ

ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$#

(#öθ|¹#uθs?uρ

Èd,ysø9$$Î/

(#öθ|¹#uθs?uρ

Îö9¢Á9$$Î/

∩⊂∪

ô‰s)©9

tβ%x.

öΝä3s9

’Îû

ÉΑθß™u‘

«!$#

îοuθó™é&

×πuΖ|¡ym

⎯yϑÏj9

tβ%x.

(#θã_ötƒ

©!$#

tΠöθu‹ø9$#uρ

tÅzFψ$#

tx.sŒuρ

©!$#

#ZÏVx.

∩⊄⊇∪

contoh yang mampu menjadi penjelas akan perilaku yang diharapkan, hingga bisa dibiasakan, dan juga perilaku yang tercela hingga bisa dihindari.

Penggambaran Islam akan Konseling Islami ini dapat menujukkan pandangan Islam akan tabiat manusia, baik konsistensinya maupun peyimpangan perilakunya. Namun hal penting yang bisa digarisbawahi dari semua pandangan ini adalah:  Pada dasarnya, semua manusia itu baik, namun iapun mampu memilih untuk berbuat hal yang buruk dan inilah sebenarnya titik kelemahan manusia.  Sesungguhnya pangkal dasar dari semua kegelisahan adalah ketiadaan dan

juga jauhnya seseorang dari akidah islam.  Perilaku bisa diubah.

 Pemberian konseling disesuaikan dengan keadaan yang ada.

 Menerapkan konseling yang saling melengkapi dan menimbulkan sikap optimis dalam aspek kesehatan, diri dan juga masyarakat.

 Menerapkan konseling yang konsisten dan berkesinambungan disemua fase kehidupan.

 Menerapkan konseling yang memberikan kemudahan di semua aspek kepribadian individu.

F. PROSES KONSELING ISLAMI

Tujuan utama dari adanya konseling Islami adalah menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran agama Islam. Agar manusia memiliki kesadaran akan eksistensi dirinya dan bekerja untuk memperjuangkan hal tersebut dan untuk mengembangkan kemampuannya agar dsapat mengemban tanggung jawabnya dalam hidup dan membentuk nilai dan kecenderungan positif hingga ia dapat mengendalikan dan mengatur perilaku dan interaksinya dengan sesamanya.

Proses dalam konseling Islami:

1. Membangun hubungan yang kuat dan baik yang didasari dengan saling menghargai, membuka diri dan juga saling percaya antara konselor dan kliennya. Konselor membantu klien dalam mengenali permasalahan yang sedang dihadapi klien dan menelaah pikiran klien dalam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapinya dan penyebab permasalahan tersebut, hingga klien dapat menyadari hal tersebut.

2. Diharapkan proses pengakuan atau kesadaran klien akan permasalahan yang dihadapinya, dapat membantu klien dalam menjernihkan jiwanya yang sedang bimbang dan penuh dengan keterguncangan. Sehingga klien

$y㕃r'¯≈tƒ

â¨$¨Ζ9$#

(#θà)®?$#

öΝà6−/u‘

4

χÎ)

s's!t“ø9y—

Ïπtã$¡¡9$#

í™ó©x«

ÒΟŠÏàtã

∩⊇∪

tΠöθtƒ

$yγtΡ÷ρts?

ã≅yδõ‹s?

‘≅à2

>πyèÅÊöãΒ

!$£ϑtã

ôMyè|Êö‘r&