• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Memilih Pendekatan Supervisi Pengajaran

Sebenarnya apabila semua guru sama (karakter dan kemampuannya) tentu akan mudah untuk menentukan pendekatan supervisi pengajaran yang efektif. Namun kenyataannya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru-guru dan perilaku guru apalagi karakter dan sikap guru adalah tidak sama. Blumberg (1974) menemukan ada sekelompok guru yang memiliki persepsi yang positif terhadap orientasi supervisi kolaboratif, tetapi kelompok guru yang lain justru sangat positif terhadap orientasi yang non direktif. Sementara Harris (l975) menemukan guru-guru merespons secara

DUMMY

positif terhadap orientasi yang direktif. Zin (1977) menemukan bahwa 35% guru memilih cara kli nis, 46% guru memilih cara perilaku dan 19% memilih model kesehatan mental. Sementara Mantja menemukan bahwa guru lebih menyukai terbukanya kesempatan mengungkapkan gagasan dan menanggapi balikan. Guru tidak menyukai apabila hanya menerima balikan begitu saja. Ini berarti supervisi kolaboratif dan non direktif lebih disukai oleh guru-guru.

Sebenarnya tidak ada satupun orientasi perilaku supervisi yang paling efektif untuk semua guru. hal ini sangat tergantung oleh karakteristik guru, seperti tingkat kemampuan, kebutuhan, kematangan profesional dan karakteristik personal lainnya. Sementa ra itu Glickman (l98l) menyebutkan ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh seorang supervisor dalam menentukan orientasi/pendekatan yang akan digunakan yaitu tinggi rendahnya tingkat: komitmen kerja guru (teacher’s commitment) dan kemampuan berpikir abstrak (level of abtracting thinking)

Adapun ciri-ciri guru yang memiliki komitmen yang tinggi atau rendah dapat diidentifikasi dari perilaku yang ditunjukkan oleh guru sebagai berikut: Tingkat Komitmen (level of commitment)

Rendah Tinggi

Sedikit perhatian terhadap murid Sedikit waktu dan tenaga yang dikeluarkan Perhatian utama adalah mempertahankan apa yang ada

Tinggi perhatian terhadap murid

Banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan Bekerja sebanyak mungkin untuk orang lain/staf

Sedangkan ciri guru-guru yang mempunyai abstraksi yang tinggi atau rendah dapat diidentifikasi dari ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

Abstraksi (level of abstraction thinking)

Rendah Tinggi

Bingung menghadapi masalah

Tidak tahu apa yang dapat dilakukan Selalu tampak tidak mampu, dengan berkata seperti tolonglah saya…

Hanya mempunyai satu respons terhadap masalah

Bisa memikirkan masalah dari berbagai segi/ perspektif

Dapat membuat banyak alternatif perencanaan Bisa memilih satu alternatif dan memikirkan langkah-langkahnya secara tepat

Biasa terhadap masalah, karena selalu memiliki solusi terbaik

Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka guru dapat digolongkan dalam 4 (empat) kategori sebagai berikut:

DUMMY

ABSTRAKSI TINGGI Kuadran III Analytical Observer RENDAH Kuadran I

Droup Out Teachers

Kuadran II Unfocused Teachers ABSTRAKSI RENDAH KOMITMEN TINGGI Kuadran IV Profesional

Tipe guru yang berada pada kuadran 1 (drop out teachers) adalah mereka yang mempunyai komitmen rendah dan abstraksi rendah. Ia termasuk guru yang tidak bermutu karena hanya melakukan tugas rutin tanpa tanggung jawab dan perhatiannya hanya sekadar untuk mempertahankan pekerjaannya yang ada. Hal itu dia lakukan sekadar untuk mempertahankan pekerjaan agar tidak diberhentikan.

Dia memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya. Ia tidak tertarik untuk memikirkan perubahan yang perlu dibuat dan hanya puas dengan melaksanakan tugas rutin, meskipun orang sedang melakukan perubahan besar-besaran dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, guru

droup out ini hanya mengerjakan apa yang telah dia lakukan selama ini tanpa

ada upaya perbaikan apalagi pembaruan. Dia tidak merasa perlu adanya perkembangan atau usaha pening katan personal maupun profesional.

Tipe guru yang berada pada kuadran 2 (unfocused teachers) adalah guru yang mempunyai komitmen yang tinggi, tapi rendah abstraksinya. Dia merupakan guru yang antusias dan penuh perhatian dan bekerja keras, berdisiplin dalam bekerja serta semangat yang tinggi. Tetapi dia merupakan guru yang tidak memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapai dalam proses pembelajaran apalagi untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan tugasnya, baik masalah yang dihadapi siswanya dalam belajar maupun yang dihadapinya sendiri dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Kalau ada masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran, guru semacam ini akan kebingungan bagaimana menyelesaikannya dan harus berbuat apa. Untuk itu dia cenderung mencari orang lain untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Akibatnya

DUMMY

guru semacam ini jarang sekali menyelesaikan suatu tugas dan usaha peningka-tan belajar mengajar secara tuntas.

Tipe guru yang berada pada kuadran 3 (analytical observers) yaitu guru yang memiliki komitmen rendah terhadap tugas, tetapi guru ini memiliki abstraksi tinggi. Dia merupakan guru yang inteligen (pintar, cerdas) mampu memberikan gagasan, pemikiran dan ide-idenya yang baik, yang dapat dilakukan dalam kelas atau sekolah secara keseluruhan untuk keber hasilan sekolah. Tetapi dia tidak memiliki kemauan dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan atau mengaplikasikan gagasannya dalam proses pembelajaran yang dia lakukan sendiri. Dia tahu apa yang seharusnya ia kerjakan untuk peningkatan proses belajar mengajar, tetapi tidak bersedia mengorbankan waktunya, energi dan perhatiannya khusus untuk melakukan tugasnya terse but. Tipe guru yang tergolong analytical observer ini sering memberikan kritik yang tajam terhadap apa kebijakan kepala sekolah tentang sekolah atau tentang proses pembelajaran secara kritis dan sering secara terbuka. Di samping itu juga dia sering memberikan analisis dan kritik yang tajam kepada guru lain dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menurut dia belum baik dan mungkin strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru lain tidak akan meningkatkan hasil belajar secara optimal. Tetapi dia hanya pintar memberikan analisis dan kritik saja, pada bidang tugasnya sendiri hal tersebut tidak dapat dia lakukan seperti apa yang dia katakan tersebut. Dengan kata lain dia hanya pintar mengkritik tetapi tidak mampu bekerja. Guru semacam ini sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sekolah sehari-hari.

Guru pada kategori ini juga termasuk guru yang gagal dalam melaksanakan pembelajaran, meskipun dia mampu memberikan analisis yang tajam dan kritis serta mampu melihat kesalahan orang lain dalam melaksanakan proses pembelajaran, tetapi kalau dia diminta untuk melakukan pembelajaran seperti yang dia katakan ternyata dia juga gagal.

Tipe guru yang berada pada kuadran 4 (profesional teachers) yaitu guru yang mempunyai komitmen yang tinggi dan abstraksi yang tinggi. Guru tipe ini disiplin, energik, antusias dalam melaksanakan tugas. Dia aktif secara kontinu men ingkatkan dirinya, siswanya bahkan membantu orang lain. Disamping itu dia juga dapat memikirkan ten tang tugas, mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran, menganalisis masalah serta mempertimbangkan alternatif, membuat pilihan yang rasional dalam menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapinya. Hal lain yang juga tampak dari guru profesional ini adalah kemampuan yang tinggi dalam mengembangkan rencana tindakannya dalam proses pembelajaran dengan mempertimbangkan berbagai hal sehingga dapat menghasilkan siswa yang berprestasi.

DUMMY

Guru pada tipe kuadran 4 ini selalu berusaha mengajak siswanya maupun teman sejawatnya untuk menunaikan tugas kewajibannya dalam merencanakan berbagai alternatif, membuat program yang rasional serta melaksanakan kegiatan secara efektif. Dia tidak hanya mampu mencetuskan ide-ide, aktivitas maupun sarana penunjang, tetapi ia juga terlihat secara aktif dalam melaksanakan suatu rencana sampai selesai. Guru yang masuk dalam tipe kategri IV (profesional) ini pada dasarnya adalah seorang guru pemikir dan sekaligus sebagai pelaksana (he is thinker and doer).

Dari penjelasan tentang kriteria untuk menentu kan pendekatan yang tepat tersebut di atas, kita akan dapat menjawab pertanyaan tentang pendekatan mana yang paling baik dalam supervisi pengajaran. Sebab mencocokkan pendekatan yang tepat adalah berdasarkan kategori guru sebagaimana yang diuraikan pada bagian di atas. Pendekatan supervisi yang cocok bagi supervisor berdasarkan kategori guru di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 1 yaitu guru yang memiliki komitmen rendah dan rendah abstraksi (teacher’s drop out) maka pendekatan yang paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor dalam membina guru semacam ini adalah pendekatan direktif. Dalam menerapkan pendekatan direktif maka perilaku supervisor ditunjukkan dengan 5 (lima) macam perilaku yaitu:

 Mengklarifikasi masalah-masalah yang dihadapi guru baik melalui pertemuan awal maupun melalui observasi kelas.

 Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide pemecahan masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

 Mendemonstrasikan atau memberikan contoh dengan praktik langsung di hadapan guru-guru bagaimana cara melakukan pembelajaran yang baik untuk pemecahan masalah yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang profesional.

 Menetapkan standar pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah. Supervisor harus sudah memiliki standar untuk disampaikan kepada guru-guru yang dibinanya.

 Memberikan reinforcement kepada guru agar ia melaksanakan tugas

yang diberikan dengan baik dan benar.

2. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 2 yaitu: guru yang abstraksinya rendah, tetapi komitmennya tinggi (Unfocused worker) pendekatan yang

DUMMY

paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor pada saat membina guru dalam kategori unfocused worker adalah kolaboratif dengan penekanan pada penyajian gagasan dari supervisor (Colla boratif orientation with

emphasis on presenting supervisor ideas). Mengapa hal ini perlu dilakukan

karena pada kategori ini guru sudah komitmen tetapi abstraksinya yang rendah, sehingga mereka perlu diberikan wawasan dan pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana kegiatan pembelajaran yang efektif di dalam kelas.

3. Untuk tipe guru yang berada pada kuadran 3, yaitu guru yang memiliki abstraksi tinggi tetapi memiliki komitmen yang rendah (analytical observer). Untuk guru yang termasuk dalam kategori ini maka kepada supervisor yang membinanya disarankan untuk menggunakan pendekatan/orientasi kolaboratif dengan penekanan pada negosiasi (collaboratif orientation with

emphasis on negotiating). Mengapa hal ini dilakukan karena kita ketahui

guru dalam kategori ini memiliki kecerdasan yang bagus, banyak gagasan yang dia miliki dan dia kritis dalam menganalisis perilaku pembelajaran di dalam kelas. Yang dibutuhkan bagi guru semacam ini adalah negosiasi supervisor dengan guru untuk membuat keputusan bersama apa dan bagaimana melakukan perbaikan dalam pembelajaran.

Pada kelompok guru yang berada pada kuadran 2 dan kuadran 3, tampak sama-sama menggunakan pendekatan kolaboratif, yang berbeda hanya pada penekanan perilaku tertentu. Dalam menerapkan pendakatan Kolaboratif ini, maka perilaku supervisor tergambar dalam 4 (empat) macam perilaku pokok yaitu:

 Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru, sehingga bisa dipahami secara utuh, lengkap dan akurat.

 Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide pemecahan masalah yang dihadapi guru dari supervisor selanjutnya dipadukan dengan ide-ide, gagasan dan alternatif pemecahan masalah yang diungkapkan oleh guru.

 Memecahkan masalah, dalam hal ini supervisor bersama-sama guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan menentukan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas.

 Negotiating, yaitu supervisor bersama guru mengadakan negosiasi untuk membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif pemecahan masalah yang terpilih pada perilaku pemecahan masalah.

DUMMY

4. Untuk guru yang berada pada kuadran 4 yaitu guru yang memiliki komitmen dan abstraksi tinggi (professionals), maka orientasi/pendekatan yang paling tepat adalah non-direktif.

Dalam menerapkan pendekatan non-direktif ini, maka perilaku supervisor hanya mengarahkan guru untuk memahami dan memecahkan masalahnya sendiri. Dalam pendekatan ini guru bertindak sebagai penentu tentang tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada pembelajaran yang akan dilaksanakannya di masa yang akan datang. Gurulah yang harus merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan dengan apa yang akan dilakukannya. Secara aplikatif beberapa perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut:

1) Supervisor mendengarkan dan mendiskusikan aspek-aspek pengajaran yang menjadi perhatian guru.

2) Supervisor mendorong guru agar mengemukakan permasalahannya 3) Supervisor mengklarifikasi dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada guru.

4) Apabila guru bertanya tentang pemecahannya, maka supervisor mempresentasikan gagasannya tentang pemecahan masalah belajar dan pembelajaran.

5) Supervisor bertanya kepada guru mengenai pemecahan yang akan dilakukan oleh guru.

Perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satu pendekatan, orientasi perilaku supervisor yang paling baik dan paling cocok untuk semua guru. Baik tidaknya, cocok tidaknya perilaku yang dipilih supervisor dalam membina guru melalui supervisi sangat ditentukan oleh karakteristik guru yang dihadapi oleh supervisor. Karakteristik tersebut seperti diuraikan pada bagian terdahulu adalah sesuai dengan kuadran guru, dengan kata lain pada beberapa referensi pendekatan supervisi yang paling tepat adalah pendekatan yang sesuai dengan tingkat kematangan guru yang disupervisi.

DUMMY

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan strategis dan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui proses pendidikan yang tepat dan berkualitas, maka suatu bangsa akan mempunyai sumber daya manusia yang memiliki keahlian, terampil, kreatif, inovatif dan produktif yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas manusia yang demikian sangat diperlukan dalam era global dan era desentralisasi sekarang sehingga SDM suatu daerah dapat membangun daerahnya sendiri dan bersaing secara nasional dan global.

Pada era globalisasi dan era informasi dengan tingkat persaingan yang sangat ketat ini maka pembangunan bidang pendidikan, mutlak harus terus-menerus ditingkatkan dan disempurnakan baik kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta lebih-lebih penyempurnaan yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikannya, khususnya manajemen dan penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian diharapkan program pendidikan dan program pembelajaran di tingkat sekolah senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan manusia Indonesia.

BAB

5

MANAJEMEN