• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPA

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 175-181)

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPA

Beberapa langkah yang telah dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah sebagai berikut:

1) Penguatan koordinasi dan kerjasama diantara lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. 2) Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan

dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan.

3) Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi-potensi aksi terorisme.

4) Penguatan peran aktif rakyat dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme.

5) Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme.

Masalah krusial yang selama ini masih menjadi ancaman serius bagi stabilitas keamanan nasional adalah aksi terorisme. Upaya menanggulangi aksi terorisme di Indonesia telah membuahkan pengalaman yang berharga sekaligus kesiapan seluruh potensi bangsa untuk menghadapi terorisme. Sepanjang tahun 2006 tidak terjadi aksi teror bom yang signifikan kecuali peledakan bom yang terjadi di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah.

Terbunuhnya tokoh terorisme berkebangsaan Malaysia Dr. Azhari mengungkap jaringan teroris di Indonesia yang cukup luas, termasuk kegiatan jaringan Noordin M. Top yang telah

mengembangkan sel-sel terorisme di berbagai daerah. Hingga saat ini telah tertangkap ± 330 orang teroris, 260 orang telah diadili dan telah divonis lembaga pengadilan, 5 orang hukuman mati, 4 orang hukuman seumur hidup, 14 orang dalam proses peradilan, dan 13 orang masih dalam proses penyidikan. Hal ini menunjukan keseriusan Indonesia dalam menangani masalah terorisme sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Penanggulangan terorisme di Indonesia, selain telah ada perangkat-perangkat peraturan dan perundang-undangan, telah diterbitkan strategi nasional yang berisikan sasaran dan arah kebijakan untuk menanggulangi terorisme dan melindungi masyarakat dari aksi terorisme.

Pemerintah telah menyiapkan program pemantapan dalam negeri yang bertujuan meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia dalam pencegahan dan penanganan terorisme dengan melibatkan partisipasi dan kerjasama antar instansi, serta seluruh komponen kekuatan bangsa. Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas penanggulangan terorisme dengan melatih dan mengembangkan sistem manajemen, latihan dan legislasi dari berbagai instansi yang terlibat dalam penanganan terorisme.

Kerjasama penanggulangan dan pencegahan terorisme secara lintas negara dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan infrastruktur aturan hukum. Pada tahun 2005, Indonesia telah meresmikan kerjasama bilateral di bidang

counter terrorism diantaranya adalah dengan Polandia telah

ditandatangani Agreement on Cooperation in Combating Transnational Crime and Other Types of Crime dan dengan Vietnam telah ditandatangani MoU on Cooperation and Combating Crime. Secara multilateral, Indonesia terlibat dalam ASEAN – Republic of Korea Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, ASEAN – Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, dan ASEAN – New Zealan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism.

Sementara itu dalam hal peningkatan infrastruktur aturan hukum, Pemerintah bersama DPR pada media Maret 2006 telah meratifikasi dua konvensi internasional yaitu International Convention for Suppression of the Financing of Terrorism (1999) dan International

Convention for the suppression of Terrorism Bombings (1997). Dengan ratifikasi tersebut, bersama-sama dengan masyarakat internasional, Indonesia bertekat turut berperan aktif dalam penanggulangan aksi-aksi terorisme yang bertaraf internasional. Melalui ratifikasi konvensi tersebut, Indonesia dapat meningkatkan kerjasama internasional dalam mencegah peledakan bom dan pendanaan terorisme.

Selanjutnya, pemerintah masih terus melakukan upaya koordinasi, komunikasi, dan kerjasama baik nasional, regional, dan internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja penanggulangan terorisme secara terpadu dan komprehensif. Berkaitan dengan hal tersebut, Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang masih bersifat adhoc perlu ditingkatkan statusnya yang bersifat permanen sebagai Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme (BKPT).

Disamping itu, upaya pencegahan juga dilakukan dengan meningkatkan kemampuan profesionalisme intelijen guna lebih peka, tajam, dan antisipatif dalam mendeteksi dan mengeliminasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat ditimbulkan oleh aksi terorisme. Badan Intelijen Negara (BIN) secara rutin melakukan operasi intelijen termasuk dalam hal pencegahan, penindakan, dan penanggulangan terorisme. Sementara itu, upaya koordinasi seluruh badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam pelaksanaan operasi intelijen terus ditingkatkan. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas informasi intelijen maka dilaksanakan pengkajian atau analisis intelijen tentang perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen sehingga dapat diminimalisasi tingkat kesalahan. Untuk itu, dukungan sarana dan prasarana operasional intelijen di pusat dan daerah terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja intelijen.

Selain dari upaya intelijen, dilakukan juga peningkatan kemampuan profesionalisme kontraintelijen dalam melindungi kepentingan nasional dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan termasuk dalam hal pencegahan dan penanggulangan terorisme. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya, Lembaga Sandi Negara

(Lemsaneg) telah melakukan upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Sandi melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan dalam lingkungan lembaga atau kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri dan luar negeri maupun penyelenggaraan Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN). Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas SDM Sandi yang ada di UTP Instansi Pemerintah telah diselenggarakan Diklat Teknis Sandi dan Diklat Teknis Pendukung lainnya yang diharapkan mampu mendukung kegiatan instansinya dalam operasional Jaring Komunikasi Sandi. Sampai dengan tahun 2006, telah dihasilkan sejumlah 7.662 orang ahli sandi yang terdiri atas Ahli Sandi Tingkat III sejumlah 442 orang; Ahli Sandi Tingkat II sejumlah 1.594 orang; Ahli Sandi Tingkat I sejumlah 3.236 orang; dan Pembantu Juru Sandi (PJS) sejumlah 2.390 orang.

Guna mendukung penyelenggaraan persandian dalam rangka anti terorisme, dilaksanakan gelar Jaring Komunikasi Sandi (JKS) meliputi JKS VVIP, JKS Intern Instansi Pemerintah, JKS Antarinstansi Pemerintah, dan JKS Khusus.

Dalam rangka pemantapan koordinasi pencegahan dan penanggulangan gerakan terorisme, keberadaan petugas urusan terorisme telah ditingkatkan perannya dalam hal penyiapan kebijakan dan koordinasi penanggulangan terorisme di tingkat pusat untuk disinergikan dengan pembangunan kapasitas lembaga dan institusi keamanan masing-masing. Di tingkat daerah, telah dilakukan upaya revitalisasi Badan Koordinasi Intelijen Daerah (Bakorinda) dengan maksud meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan di tingkat lokal sehingga upaya pencegahan akan dapat efektif dilaksanakan. Upaya tersebut didukung dengan peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme, serta restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur pelaksanaan latihan bersama.

Polri sebagai ujung tombak penanganan masalah keamanan dan ketertiban di lapangan telah mengambil langkah-langkah nyata untuk menanggulangi tindak terorisme di Indonesia. Upaya awal yang dilakukan segera pada pascaterorisme adalah penyelidikan perkara dengan pengumpulan barang bukti dan informasi dan dilanjutkan

dengan penyidikan perkara melalui pencarian, penangkapan, pemeriksaan tersangka/saksi, dan penyerahan segera berkas perkara. Selain itu, telah dilakukan juga penyebaran sketsa tersangka pelaku terorisme yang disebarkan ke seluruh penjuru tanah air. Dalam rangka mencapai kemampuan penanggulangan terorisme yang lebih baik, Polri telah membentuk Detasemen Khusus Antiteror atau lebih dikenal dengan nama Densus 88 di Mabes Polri dan diikuti dengan pembentukan Densus 88 di 26 Kepolisian Daerah (Polda) dalam kurun waktu tahun 2004 hingga pertengahan 2005. Masih terdapat 5 Kepolisian Daerah yang masih dipersiapkan pembentukannya yaitu : Banten, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Gorontalo dan Maluku Utara.

Keseluruhan personel detasemen tersebut telah mendapat pendidikan khusus antiteror yang sementara dilaksanakan di Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri dan mengenai personilnya berasal dari gabungan unsur Kepolisian Wilayah dan Brigade Mobil (Brimob). Selanjutnya, sebagai pusat pendidikan antiteror nasional telah dibangun secara khusus fasilitas sekolah antiteror yang dinamai Pusat Latihan Antiteror Internasional (Platina) yang berdiri di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Selain upaya-upaya langsung, Polri juga telah memulai penerapan prinsip-prinsip perpolisian masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi tindak terorisme dengan berusaha mendorong keterlibatan masyarakat dalam memberikan informasi, menjaga lingkungan masing-masing, dan melakukan sosialisasi upaya antiterorisme.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Penanggulangan terorisme ditujukan untuk mengungkap pelaku, motif dan jaringan terorisme dalam waktu yang tidak terlampau lama. Bila pelaku telah terbukti maka perlu dilakukan tindakan tegas, konsisten, tidak memihak, menghindari intervensi politik dan prosedur penanggulangan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Proses peradilan yang jujur, tidak memihak dan adil merupakan prasyarat agar tindakan pemerintah dalam menanggulangi teror tidak menyentuh hal yang sensitif, misalnya menyentuh agama tertentu.

Dalam menghadapi teror yang lingkupnya serta jaringannya bersifat lintas negara, maka penanggulangannya diperlukan kerjasama internasional atas dasar saling menghormati kedaulatan dan terwujudnya ketertiban dunia. Untuk itu perlu upaya membentuk satu satuan anti teror yang profesional dan terpadu, gabungan dari personil anti teror yang ada di TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan Polri tanpa harus membubarkan satuan anti teror yang bersifat kematraan, mengembangkan kerjasama internasional.

Meningkatkan pelibatan peran deteksi dini dan lapor cepat aparatur jajaran komando kewilayahan mulai tingkat koramil dan kodim utamanya di wilayah darat dan perbatasan dengan pembinaan sistem dan metoda yang memadai serta pembinaan kesiapsiagaan operasional satuan komando kewilayahan jajaran TNI.

Meningkatkan terwujudnya jaringan sistem kendali menggunakan sarana dan prasarana komunikasi yang memadai.

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menanggulangi aksi terorisme. Terhadap masyarakat yang secara suka rela membantu aparat dalam penanggulangan teror, perlu diberikan perlindungan dan bila perlu diberikan penghargaan.

Kerjasama dengan negara ASEAN perlu senantiasa ditingkatkan, mengingat hal ini relatif mudah karena sudah ada kerangka kerjasama melalui berbagai forum. Kerjasama dengan negara ASEAN dan negara lain dalam penanggulangan terorisme harus sejalan dan tidak mengorbankan kepentingan nasional. Bentuk kerjasama dapat diwujudkan melalui kerjasama antar institusi pemerintah yang terkait, meliputi kerjasama peningkatan kualitas SDM, teknologi, pendanaan, informasi dan komunikasi. Adapun kerjasama operasional yang sudah mulai dibina antara lain kerjasama intelijen, kerja sama kepolisian internasional.

BAB 7

PENINGKATAN KEMAMPUAN

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 175-181)