• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PERTAHANAN NEGARA

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 181-194)

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

PENINGKATAN KEMAMPUAN PERTAHANAN NEGARA

Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara diselenggarakan secara terpadu dan bertahap sesuai dengan kemampuan negara serta diarahkan untuk mewujudkan pertahanan yang profesional dan modern yang mampu menindak dan menanggulangi setiap ancaman. Pembangunan pertahanan negara sampai dengan saat ini baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan yang masih terbatas, terutama perimbangan gelar kekuatan TNI dengan kemampuan Pemerintah Daerahbila dihadapkan dengan tugas, luas wilayah, jumlah penduduk dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya.

Kekuatan personil sebagai salah satu komponen utama TNI, pada saat ini berjumlah 376.375 prajurit yang terdiri dari 288.857 prajurit TNI AD, 59.189 prajurit TNI AL, dan 28.329 prajurit TNI AU. Adapun kondisi alutsista TNI sebagian besar telah berusia tua, yaitu antara 25 sampai dengan 40 tahun. Peralatan tersebut secara kualitas masih jauh dibawah standar dan sacara kuantitas belum memenuhi kebutuhan Tabel Organisasi dan Peralatan (TOP)/Daftar Susunan Personil dan Perlengkapan (DSPP), meskipun secara terus menerus dipelihara dan diperbaiki agar siap dioperasikan.

Komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara yang merupakan bentuk implementasi kesemestaan dalam sistem pertahanan negara, belum dapat dipersiapkan secara fisik mengingat penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komponen Cadangan saat ini sedang dalam proses penyelesaian di Departemen Pertahanan dan diharapkan pada tahun 2006 dapat diajukan ke DPR RI. Sedangkan komponen pendukung masih merupakan kekuatan potensial yang memerlukan pengelolaan lebih lanjut agar pada saatnya nanti pertahanan negara selain mengandalkan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan dapat juga mengandalkan kekuatan dan kemampuan komponen pendukung.

Sementara itu, anggaran pertahanan sampai dengan tahun 2006 baru mencapai 0,93 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau 4,36 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sebagai gambaran pembanding, anggaran pertahanan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara pada umumnya telah mencapai di atas 2 persen dari PDB. Kondisi ideal anggaran pembangunan pertahanan Indonesia dalam periode lima tahun kedepan diharapkan berkisar antara 3–4 persen dari PDB. Rendahnya anggaran pertahanan menyebabkan upaya peningkatan kemampuan pertahanan menjadi samakin sulit, termasuk program peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan prajurit. Untuk itu, pembangunan pertahanan negara diarahkan pada tercapainya kekuatan pokok minimal (minimum essential forces), yaitu tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategi pertahanan yang mendesak.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Belum terpenuhinya minimum essential force Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyebabkan tugas-tugas TNI dalam rangka menegakkan kedaulatan dan keutuhan NKRI masih terkendala. Kurang memadainya kondisi dan jumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), sarana dan prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya meningkatkan profesionalisme TNI. Peralatan militer yang dimiliki kebanyakan sudah usang dan ketinggalan zaman dengan rata-rata usia lebih dari 20 tahun. Dengan

wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan, laut, maupun udara, maka kondisi kuantitas, kualitas, serta kesiapan operasional alutsista yang kurang memadai sangat muskil untuk dapat menjaga integritas dan keutuhan wilayah yurisdiksi secara optimal, terlebih lagi bila timbul permasalahan lain yang tidak terduga, seperti bencana alam.

Keterbatasan dukungan anggaran yang disediakan untuk TNI berdampak pada sulitnya mempertahankan kekuatan dan kemampuan yang ada. Dari alokasi anggaran TNI, sebesar 54 persen diperuntukkan bagi belanja pegawai dan sebesar 27 persen diperuntukkan bagi belanja barang/jasa. Sementara itu untuk kebutuhan pembangunan materiil (belanja modal) dalam upaya memperpanjang usia pakai alutsista yang ada, porsinya hanya 27 persen. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pengembangan TNI ke depan mengingat prosentase terbesar alokasi anggaran TNI digunakan untuk belanja rutin (belanja pegawai dan belanja barang/jasa). Rendahnya alokasi anggaran rupiah untuk pembangunan materiil dihadapkan dengan besarnya anggaran untuk memenuhi kebutuhan dalam pengadaan dan pemeliharaan kesiapan operasional alutsista TNI, menyebabkan pemanfaatan pinjaman luar negeri tidak dapat dihindarkan lagi.

Masih rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan dalam melaksanakan tugas. Rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI merupakan masalah serius karena secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat profesionalisme dan kedisiplinan. Kecukupan kalori dan gizi serta kondisi kesehatan para prajurit sangat penting guna memiliki kemampuan dan keahlian untuk berlatih dan bertempur dengan baik. Disamping itu, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup keluarga dapat mempengaruhi ketenangan dan konsentrasi dalam melakukan tugas operasi dan latihan.Uang lauk pauk (ULP) saat ini hanya cukup untuk 1.700 kalori per hari dari kebutuhan ideal 3.600 kalori per hari. Demikian halnya, besarnya gaji dan asuransi serta tunjangan lainnya, saat ini relatif masih jauh dari mencukupi apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang diembannya.

Belum terwujudnya kegiatan penelitian dan pengembangan nasional yang terpadu dan nyata di bawah kendali pemerintah untuk kepentingan kebutuhan alutsista TNI. Ketergantungan pada teknologi dan industri militer luar negeri yang rawan embargo merupakan

permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Selama ini sumber pengadaan atau pembelian alutsista TNI sebagian besar hanya berasal dari beberapa negara sehingga rentan terhadap pembatasan atau embargo yang diterapkan oleh negara pemasok. Di samping faktor kompatibilitas, terbatasnya variasi sumber pengadaan yang juga merupakan akibat dari ketergantungan terhadap “bantuan” dari beberapa negara tersebut, selama ini sulit dihindarkan. Selain kedua faktor tersebut, mahalnya biaya penelitian dan pengembangan dalam bidang teknologi militer modern menyebabkan tingginya biaya produksi yang bermuara pada tidak kompetitifnya harga jual produk militer dalam negeri. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab kurangnya minat untuk memilih produksi dalam negeri, terlebih lagi bila jumlah kebutuhan/ permintaannya terlalu kecil. Di sisi lain, joint production antara industri strategis nasional dengan industri pertahanan asing tidak mudah direalisasikan karena adanya persyaratan-persyaratan tertentu yang menyangkut aspek politik, ekonomi, dan teknis.

Keterbatasan diplomasi militer sebagai bagian dari diplomasi politik negara untuk kepentingan nasional. Di samping terkendala oleh terbatasnya alutsista, sarana dan prasarana, serta belum mantapnya profesionalisme prajurit TNI, sistem pertahanan negara juga terkendala oleh minimnya perangkat hukum terutama dalam hal diplomasi militer dengan kekuatan militer asing. Kasus pelanggaran wilayah sebagaimana yang terjadi di wilayah perbatasan dan pulau- pulau terluar seperti Blok Ambalat, Pulau Gosong, Pulau Bidadari, Pulau Mangudu, Pulau Sutri, dan Pulau Kukusan merupakan dampak dari belum tersedianya perangkat hukum yang memberikan ketegasan garis perbatasan nasional dan simbol kepemilikan. Di samping itu, dalam tataran pergaulan internasional sebagai akibat rendahnya kemampuan diplomasi militer disertai dengan rendahnya daya penggentar sistem pertahanan menyebabkan partisipasi dalam menciptakan keamanan kawasan, regional, dan internasional kurang dapat diperhitungkan. Hal ini terlihat dari kecilnya peran Indonesia dalam mengatasi krisis persenjataan nuklir Korea Utara.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Pembangunan di bidang pertahanan negara telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mempunyai berbagai kelemahan. Berbagai permasalahan kedaulatan wilayah yang dihadapi saat ini belum dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh Pemerintah. Sementara itu, kondisi perekonomian yang masih kurang menguntungkan, mengakibatkan masyarakat rentan terhadap isu-isu yang berkembang. Kondisi tersebut mempermudah timbulnya konflik vertikal dan horizontal yang berpotensi mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai komponen terkait.

Pembangunan segenap komponen pertahanan negara dilaksanakan dengan lebih terarah dan terpadu dengan melibatkan berbagai unsur terkait. Secara sistematis dan terencana pembangunan komponen pertahanan negara diawali dengan penyusunan dan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran dari Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) serta Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, Undang-Undang RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Selanjutnya, peraturan perundang-undangan tersebut telah diikuti dengan pembenahan kelembagaan dan personel TNI sesuai dengan aspirasi rakyat secara konstitusional.

Dalam upaya meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara, pada TNI sebagai komponen utama pertahanan, telah dilakukan pemantapan terhadap satuan-satuan yang belum standar dan penyesuaian organisasi sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk komponen pendukung yang mencakup spektrum yang lebih luas dititikberatkan upaya inventarisasi/pendataan dan penyiapan berbagai perangkat lunak. Dengan demikian, pembangunan pertahanan dan keamanan telah mencakupi segenap komponen kekuatan pertahanan negara dan kekuatan keamanan negara, dengan bobot intensitasnya pada pembangunan komponen utama TNI dan Polri.

Peningkatan kemampuan pertahanan dilakukan dengan strategi dan perencanaan pertahanan diarahkan pada pembentukan minimum essential force. Upaya untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, pengadaan, pemeliharaan dan penghapusan alutsista. Pengadaan alutsista baru yang pengadaannya dilakukan dengan memanfaatkan pinjaman luar negeri senantiasa diupayakan melalui peningkatan proporsi keterlibatan pemasok lokal dalam rangka pemberdayaan industri pertahanan nasional. Alutsista yang secara ekonomis masih dapat dipertahankan ditempuh melalui upaya repowering, retrofit, dan

refurbishment. Sedangkan alutsista yang sudah tua dan membutuhkan biaya tinggi dalam perawatan diupayakan untuk dihapuskan. Kedua, Kekurangan personil secara kuantitas dipenuhi dengan melengkapi sesuai dengan TOP/DSPP. Sedangkan secara kualitas ditempuh melalui upaya peningkatan profesionalitas prajurit dengan memberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan. Ketiga, Melaksanakan evaluasi dan validasi organisasi sesuai dengan tuntutan tugas.

Untuk mengatasi keterbatasan dukungan anggaran, maka dibuat rencana strategis melalui pendekatan skala prioritas yang diwujudkan secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan yang mencakup dimensi alutsista, sistem, personil, materiil, serta sarana dan prasarana.

Untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, maka langkah- langkah yang ditempuh adalah melengkapi kebutuhan dasar prajurit berupa perumahan, fasilitas kesehatan, uang lauk pauk, serta mengupayakan adanya jaminan sosial dan asuransi yang memadai bagi prajurit TNI yang sedang melaksanakan tugas-tugas operasi maupun prajurit yang akan purna tugas sehingga dapat memberikan kepastian jaminan hidup.

Untuk mengatasi tidak adanya keterpaduan penelitian dan pengembangan nasional, maka segera dibuat dasar hukum dan peraturan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan utamanya industri strategis nasional yang dapat memproduksi peralatan maupun kebutuhan alutsista TNI.

Untuk dapat melaksanakan diplomasi militer dibutuhkan kekuatan penyeimbang yang dimiliki oleh negara-negara tetangga.

Pembangunan kekuatan TNI telah disusun dalam Rencana Strategi Pembangunan TNI.

Dengan berpedoman pada kebijakan tersebut telah dilaksanakan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang menghambat pembangunan dan pengembangan kemampuan pertahanan negara, yaitu antara lain sebagai berikut.

1)

Menyiapkan payung hukum untuk menyinergikan upaya pertahanan dan keamanan negara, serta meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan departemen/instansi terkait agar terwujud satu political will dalam memberdayakan seluruh potensi pertahanan negara.

2)

Meningkatkan kesiapan alutsista melalui program

repowering/retrofit dan pengadaan terbatas melalui sistem satu pintu.

3)

Meningkatkan kemampuan prajurit melalui Pendidikan dan Latihan (Diklat) dengan sarana dan prasarana yang memadai dan mengupayakan peningkatan kesejahteraan secara bertahap.

4)

Meningkatkan kepedulian masyarakat melalui sosialisasi dan pendidikan bela negara.

5)

Perlu segera direalisasikan Undang-Undang batas wilayah kedaulatan NKRI sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 25A serta pemberdayaan kelembagaan pengelola wilayah perbatasan dengan membentuk badan pengelola perbatasan nasional.

6)

Perlu percepatan pemberian nama pulau-pulau yang hingga saat ini belum memiliki nama dan terabaikan sebelum limit yang ditetapkan oleh PBB pada tahun 2007.

7)

Mengatasi ketertinggalan dan meningkatkan kemandirian di bidang teknologi pertahanan melalui pemberdayaan industri strategis dalam negeri dan kerja sama dengan luar negeri dalam rangka alih teknologi.

8)

Mengupayakan peningkatan anggaran secara bertahap sesuai dengan kemampuan negara serta mengelolanya dengan efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Dalam kurun waktu 10 bulan terakhir hasil-hasil penting yang telah dicapai antara lain adalah hal-hal berikut.

1) Dalam pembangunan sistem dan metode di jajaran TNI pada saat ini sedang disusun empat konsep RUU, satu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), tiga Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), tujuh Keputusan Panglima TNI dan peranti lunak lainnya sebagai penjabaran Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

2) Dalam pembangunan personil, telah dilaksanakan rekruitmen, pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan personil. Kondisi personil TNI saat ini berjumlah 440.868 orang terdiri atas 375.669 militer dan 65.199 pegawai negeri sipil (PNS). Rekruitmen dan pemisahan personil dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peningkatan profesionalitas personil ditempuh melalui pendidikan, latihan perorangan, latihan satuan, dan latihan gabungan. Sementara perawatan personil dititikberatkan pada peningkatkan kesejahteraan yang terdiri atas fasilitas kesehatan, perumahan, serta kenaikan ULP.

3) Pembinaan kemampuan dan kekuatan TNI telah dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan melalui pengadaan dan pemeliharaan alutsista. Pemeliharaan alutsista dilakukan dengan kegiatan repowering, retrofit dan pemeliharaan secara berkala untuk memperpanjang usia pakai. Pengadaan alutsista dimaksudkan untuk mengganti atau melengkapi alutsista yang sudah ada dilakukan melalui pembelian alutsista baru secara selektif dengan memberdayakan industri pertahanan nasional. 4) Penggunaan kekuatan TNI dilaksanakan dalam rangka Operasi

Militer Untuk Perang dan Operasi Militer Selain Perang. Tugas- tugas TNI yang dilakukan pada saat ini antara lain: melaksanakan operasi di daerah rawan, pengamanan daerah perbatasan darat, laut, dan udara, penegakan hukum di wilayah laut, dan udara, serta tugas bantuan rehabilitasi/rekonstruksi di Provinsi NAD, Nias dan membantu mengatasi korban bencana alam di Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah.

5) Hasil penelitian dan pengembangan telah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan TNI sesuai spesifikasi matra. Sebagai

contoh, prototype payung udara orang (PUO), alkom spread spectrum, hovercraft, landing craft rubber (LCR), combat system PC-40, SKS Tracking Optic, rudal (Surface to Surface, Ground to Ground dan Ground to Air), roket 70 mm dan 80 mm, Unman Aerial Vehicle (UAV), angkut personil sedang (APS), panser APS, senjata SS-2, adapun gyro digital telah memenuhi persyaratan dan siap digunakan oleh TNI.

6) Terkait dengan wilayah perbatasan, pada tahun 2006 TNI AD telah membangun 23 pos perbatasan. Sedangkan untuk pengamanan pulau terluar telah dibangun 10 buah pos pengamanan di 10 pulau terluar serta telah digelar pasukan pengamanan. Selanjutnya, TNI AL telah membangun 14 pos perbatasan dan pulau terluar, meliputi: Pulau Rondo, Pulau Mangkai, Pulai Berhala, Pulau Nipah, Pulau Sekatung, Pulau Subi Kecil, Pulau Kepala, Pulau Marore, Pulau Danarote, Pulau Dana Sabu, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Sebatik, Pulau Tokong Hiu. Untuk pengamanan pos perbatasan dan pulau terluar tersebut telah digelar pasukan Marinir.

7) Dalam rangka pendayagunaan potensi pertahanan, Pemerintah terus berusaha melaksanakan sosialisasi kesadaran bela negara. Dalam penanggulangan akibat bencana tsunami di Aceh dan Nias, telah dilaksanakan pengorganisasian partisipasi masyarakat dalam wadah kelompok relawan serta pengoordinasian bantuan dari luar negeri khususnya yang berasal dari angkatan bersenjata negara-negara sahabat. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, dalam penanggulangan bencana alam tersebut, TNI telah menunjukkan peran yang sangat proaktif terutama pada tahap tanggap darurat. Bersamaan dengan itu, dalam rangka menyiapkan payung hukum untuk mengatur pelibatan dan peran serta masyarakat dalam bidang pertahanan negara, telah disusun dan disosialisasikan Naskah Akademik RUU Komponen Cadangan dan RUU terkait lainnya.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Dalam rangka meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai serta mengatasi permasalahan yang dihadapi, maka diperlukan tindak lanjut sebagai berikut.

Pelaksanaan percepatan pembangunan kekuatan TNI meliputi pembangunan dan pengembangan pertahanan integratif, pengembangan pertahanan matra darat, laut, dan udara. Dalam pengembangan pertahanan integratif, tindaklanjut yang diperlukan meliputi:

1) Pembangunan gelar kekuatan yang berimbang antara kekuatan TNI dihadapkan kemampuan dan karakter wilayah Pemerintah Daerah, sehingga dapat mendukung tugas, memenuhi kebutuhan keamanan luas wilayah, jumlah penduduk dan memenuhi kebutuhan keamanan terhadap nilai kekayaan nasional yang harus dijamin.

2) Kegiatan integratif yang terdiri dari: (a) melaksanakan revisi peranti lunak guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas organisasi melalui penyempurnaan peraturan/keputusan sesuai dengan undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; (b) peningkatan pembangunan personil TNI dan PNS dalam rangka mempertahankan kekuatan yang ada sebagai upaya memenuhi standar TOP/DSPP dan meningkatkan kesejahteraan prajurit diantaranya kecukupan perumahan, kesehatan, dan jaminan kesejahteraan serta meningkatkan profesionalisme prajurit TNI melalui pembinaan, pendidikan dan latihan agar tugas pokok dapat terlaksana dengan baik; (c) pembangunan materiil yang meliputi: (1) pemeliharaan alutsista terdiri atas senjata, munisi, dan rantis/ranpur; (2) pemeliharaan non-alutsista yang terdiri atas randis/ransus, alkom K4I, alpalsus, alkes, alkomputer, mesin stationer, dan alsintor; (3) pengadaan pesawat tanpa awak; (d) pembangunan fasilitas yang meliputi pembangunan pos pengamanan perbatasan dan pos pengamanan pulau-pulau terluar/terdepan secara bertahap.

3) Peningkatan kesejahteraan prajurit yang diupayakan dapat ditempuh melalui kenaikan ULP prajurit dan pemberian uang makan bagi PNS.

4) Pemberdayaan industri pertahanan nasional dengan mendorong penggunaan produk industri dalam negeri dalam pengadaan alutsista/materiil TNI seperti panser APS, KAL-36, KAL-40, pesawat angkut ringan, semua jenis senjata ringan beserta amunisinya, truk angkut pasukan, sarana angkut laut dan sungai dari jenis inflatable boat dan jenis hovercraft, payung udara orang (PUO). Di samping itu, perlu dilakukannya rekayasa

engineering bidang sistem kontrol yang merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem senjata teknologi yang digunakan TNI.

5) Peningkatan kerjasama militer luar negeri dengan mewujudkan pengendalian kebijakan satu pintu dalam kerja sama internasional dan terbinanya hubungan kerja sama internasional dengan negara-negara sahabat.

Selanjutnya, dalam pengembangan pertahanan matra darat, tindak lanjut yang diperlukan meliputi :

1) Melanjutkan penataan dan validasi organisasi TNI AD, terdiri dari: (a) penyusunan 6 (enam) organisasi baru, yaitu: Pussenarmed, Pusenarhanud, Yonarmed-155/Tarik, Denhub rem, Denkes, dan Denpa Divif/K; (b) validasi 17 (tujuh belas) orgas baru, yaitu: Kodam, Korem, Kodim Koramil, Den Intelpam, Infolahtadam, Seskoad, Secapa AD, Denma Mabesad, Puskodal TNI AD, Pekas, Yonwalprotneg, Denrudal, Bintal Kostrad, Pom kostrad, dan Kum Kostrad; (c) pengesahan 20 (dua puluh) orgas hasil uji coba, yaitu: Zidam, Hubdam, Paldam, Bekangdam, Ajendam, Topdam, Kudam, Kumdam, Pomdam, Itjenad, RSGS Ditkesad, Dislitbangad, Dron Helly- 21/Sena, Dron Helly-11/Serbu, Lanud Ahmad Yani, Denintel, Kostrad, Puslatpur Kodiklat TNI AD, Satdik Seraider Pusdikpassus, dan Puspomad.

2) Pengembangan dan pembangunan alutsista, melalui: (a) Pengadaan alutsista untuk memenuhi TOP/ DSPP satuan secara

bertahap berupa: modifikasi SMB 12,7 mm HBFL ke QCB sebanyak 35 pucuk, peralatan optik sebanyak 322 buah, alpernika sebanyak 8 set, pesawat terbang sebanyak 1 unit, sucad pesawat terbang sebanyak 7 paket, MKK sebanyak 660 ribu butir, dan kapal apung KMC V-24 sebanyak 9 unit; (b) Pengadaan non-alutsista untuk memenuhi TPO/DSPP satuan secara bertahap berupa: ranmor berbagai jenis sebanyak 435 unit, alkes sebanyak 137 unit, altop sebanyak 74 set, alhub/alkomlek sebanyak 1.422 set, alberzi sebanyak 7 unit, alzicil sebanyak 39 unit, alins sebanyak 46 paket, dan alkap munisi sebanyak 415.928 MT/BH/unit/set.

Dalam pengembangan pertahanan matra laut, tindak lanjut yang diperlukan adalah :

1) Melanjutkan program multiyears dan bertahap dalam pengadaan korvet kelas Sigma, kapal perusak kawal rudal, Sewaco kelas Sigma, kapal selam diesel electric (Kilo/Amur), tank amfibi BPM-3F, pemasangan FCS dan rudal C-182, serta pengadaan rudal Exocet MM-40 dan Mistrak.

2) Pembangunan bidang meteriil yang meliputi pengadaan DG KRI kelas Parchim, peralatan senjata elektronika Korvet kelas Sigma, battery Terpedo SUT, rudal Yakont, pemeliharaan tingkat Depo, re-engine, repowering, dan overhaul sejumlah KRI, penghapusan Pesud yang sudah grounded, pemeliharaan harla pesud, dan pengadaan suku cadang untuk mendukung pemeliharaan tingkat Depo pesud dan helly.

3) Pembangunan dan renovasi pangkalan dengan fasilitas pendukungnya disesuaikan dengan tingkat/kelas pangkalan, pembentukan pangkalan Marinir di pangkalan Brandan, Pare- Pare dan Sorong, peningkatan kelas pangkalan yang berada di wilayah perbatasan serta penambahan jumlah pangkalan melalui pembentukan pangkalan baru (Lantamal) di Merauke dan Teluk Bayur, menata kembali gelar pangkalan dengan merelokasi beberapa Lantamal sehingga lebih ideal dalam mendukung geostrategis pendekatan corong.

4) Pengadaan senjata ringan, kendaraan bermotor, kendaraan tempur, alat komunikasi, peralatan navigasi, amunisi dan peralatan pernika, Launcher Anti Tank, rudal Arhanud dan meriam Howitzer, kapsatlap, alsus dan rantis secara bertahap untuk mendukung Yonif, Saharlan dan Yon Taifob Marinir.

Adapun tindak lanjut yang perlu ditempuh dalam dalam pengembangan pertahanan matra udara adalah :

1) Pengembangan organisasi melalui: pembentukan Skuadron Heli VIP/VVIP, validasi organisasi Lanud Eltari Kupang, peningkatan Lanud Tarakan, Lanud Palangkaraya, dan pengembangan Lanud Hang Nadim Batam. Di samping itu dilakukan pula pembentukan Skuadron Teknik di Lanud Supadio Pontianak, Suryadarma di Kalijati, Satuan Pemeliharaan (Sathar) 34 di Lanud Abdul Rahman Saleh,, Satuan Radar (Satrad) Merauke, Satrad Saum Laki dan Timika, serta pembentukan Skadron Paskhas 467 di Medan.

2) Pembangunan materiil yang meliputi: (a) pengadaan pesawat Sukhoi dan Helikopter NAS-332, upgrade dan retrofit pesawat C-130 Hercules; (b) pengadaan suku cadang/engine/avionik pesawat tempur, angkut, latih dan heli (Sukhoi 27/30, F-16, Hawk 109/209, C-130/CN-235, dan Puma/Twin Pack); (c) pengadaan armament dan amunisi pesawat tempur Sukhoi, F-16, F-5, KT-1B, dan OV-10; (d) pengadaan radar GCI/EW dan SOC Kosek I/IV; (e) pengadaan penangkis serangan udara

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 181-194)