• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 99-121)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

A GENDA M ENCIPTAKAN I NDONESIA YANG A DIL DAN D EMOKRATIS

28. Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial

Upaya peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial diarahkan untuk menangani masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, meningkatnya jumlah anak jalanan, pekerja anak, pengangguran, kriminalitas, serta mereka yang mengalami bencana alam. Selain itu, pemerintah terus menerus melakukan pengembangan dan perbaikan sistem jaminan sosial agar dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Permasalahan sosial yang dihadapi antara lain: (a) kemiskinan, pada tahun 2004 diidentifikasi sebanyak 14,8 juta jiwa tergolong fakir miskin (b) keterlantaran, baik yang dialami oleh anak- anak dan lanjut usia (lansia), jumlah anak terlantar sekitar 3,3 juta anak dan rawan terlantar tercatat 10,3 juta jiwa sedangkan jumlah lansia terlantar sebanyak 3.092.910 jiwa; (c) kecacatan, jumlah penyandang cacat pada tahun 2004 adalah sebanyak 1.847.692 orang dan jumlah penyandang cacat eks penderita penyakit kronis sebanyak 216.148 orang; (d) ketunaan sosial, terdiri atas gelandangan dan pengemis sebanyak 87.356 orang, tuna susila sebanyak 87.536 orang, bekas warga binaan pemasyarakatan sebanyak 118.183 orang, korban penyalahgunaan Napza sebanyak 245.774 orang dan penyandang HIV/AIDS sebanyak 10.156 orang; (e) bencana alam, pada tahun 2006 telah terjadi 274 kali bencana alam berskala besar di wilayah Indonesia dengan korban bencana; (f) bencana sosial, meliputi kejadian seperti kebakaran, kecelakaan perahu, korban konflik yang secara simultan masih sering terjadi.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut pemerintah telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk antara lain: (a) program perbantuan usaha kepada fakir miskin sebanyak 197.920 KK atau 19.772 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) (b) pembinaan terhadap 130.288 anak terlantar, 92.100 anak jalanan, dan 22.850 anak nakal serta pelayanan kesejahteraan sosial kepada 31.840 orang lanjut usia terlantar; (c) pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi 66.580 orang penyandang cacat dan 12.130 anak cacat. Khusus untuk masalah kecacatan, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 3604/M.PPN/05/2006 tanggal 19 Mei 2006 tentang perencanaan pembangunan yang memberi aksesibilitas pada sarana dan prasarana umum bagi penyandang cacat. Dalam edaran tersebut ditegaskan bahwa masyarakat dan pemerintah wajib menyediakan aksesibilitas pada sarana dan prasarana umum yang meliputi aksesibilitas pada bangunan umum, pertamanan, dan pemakaman umum, serta angkutan umum. Penyediaan aksesibilitas ini dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan oleh penyandang cacat, hal ini menunjukkan kesungguhan Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada penyandang cacat; (d) pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi 8.575 orang tuna sosial (terdiri atas wanita tuna susila, gelandangan, pengemis dan bekas narapidana), dan 8.200 orang korban penyalahgunaan Napza; (e) bagi korban bencana alam, pemerintah menyediakan bantuan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, papan dan fasilitas bantuan tanggap darurat dan bantuan pemulangan/terminasi, serta stimulan bahan bangunan rumah termasuk kepada korban bencana Tsunami dan gempa bumi di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias, berupa bantuan darurat bagi 406.156 jiwa/100.000 KK; (f) bagi korban bencana sosial, pemerintah antara lain memberikan dan menyalurkan bantuan tanggap darurat sebanyak 2.667.531 jiwa bagi korban konflik sosial, pemulangan pengungsi/terminasi sebanyak 54.020 KK atau 371.535 jiwa di 13 propinsi, pemberian santunan sosial bagi korban ledakan bom sebanyak 60 orang dan bantuan sosial bagi sebanyak 69.405 jiwa pekerja migran.

Dalam rangka mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat miskin pada waktu pemerintah dengan terpaksa harus

menaikan harga BBM dalam negeri, pemerintah memberikan Subsidi Langsung Tunai (SLT) kepada rumah tangga miskin (RTM) di seluruh Indonesia yang akan dilaksanakan sampai akhir September 2006. Pemberian subsidi langsung tunai ini merupakan program pemberian uang tunai terbesar di dunia menyangkut 19,2 juta rumah tangga miskin.

Untuk selanjutnya, akan ditingkatkan koordinasi kerja antar instansi di tingkat nasional dan daerah serta akan dilaksanakan penataan sistem dan standar pelayanan minimal bagi bidang kesejahteraan sosial. Termasuk memperbaiki penanganan korban bencana alam agar bantuan dapat disalurkan dengan tepat waktu dan dalam jumlah yang memadai. Berkaitan dengan sistem jaminan sosial pemerintah akan terus mengembangkan dan memperbaiki sistem yang ada.

29. Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil

Berkualitas serta Pemuda dan Olah Raga

Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olah raga memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional terutama dalam peningkatan kualitas SDM. Pada tahun 2005, jumlah penduduk diperkirakan mencapai 220 juta orang, atau menempati urutan keempat terbesar di dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 84,3 juta orang atau 38,3 persen tergolong pemuda (usia 15-35 tahun). Berdasarkan Human

Development Report 2005, kualitas SDM Indonesia yang diukur

melalui Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

hanya menempati peringkat ke-110 dari 177 negara di dunia.

Pembangunan keluarga kecil berkualitas diarahkan untuk menangani permasalahan antara lain lemahnya kelembagaan keluarga berencana (KB) di kabupaten/kota, berkurangnya mekanisme operasional dan pelayanan di tingkat lini lapangan, belum tersedianya akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (KB-KR) secara meluas di daerah miskin, berkurangnya jumlah petugas lapangan KB (PLKB), rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, belum maksimalnya fasilitas pelayanan kesehatan primer dalam melayani KB-KR, terbatasnya peran Pos Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), dan lemahnya pemberdayaan kelompok

ekonomi produktif. Dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan dihadapkan pada belum adanya produk hukum dalam bentuk undang-undang sebagai landasan yuridis dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan, belum terintegrasinya peraturan antarsektor dalam pemanfaatan dokumen penduduk yang berakibat adanya dokumen penduduk ganda, dan masih banyaknya kartu tanda penduduk (KTP) ganda/palsu dan ketidaktertiban kepemilikan dokumen penduduk lainnya.

Pembangunan pemuda dihadapkan pada lemahnya koordinasi antardepartemen/lembaga, belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah, rendahnya akses dan kesempatan pemuda, serta partisipasi pemuda dalam berbagai bidang pembangunan, rendahnya kemampuan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan di kalangan pemuda, dan semakin maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda. Di samping itu, perhatian juga diberikan pada lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan olah raga di tingkat nasional dan daerah, lemahnya kelembagaan dan manajemen pembinaan olah raga, terbatasnya jumlah dan sebaran tenaga keolahragaan yang berkualitas, banyaknya alih fungsi prasarana olah raga yang menyebabkan semakin sempitnya ruang publik untuk aktivitas olah raga, khususnya di daerah perkotaan, dan menurunnya prestasi atlet Indonesia di ajang kompetisi internasional.

Dalam kaitan itu, langkah-langkah kebijakan pembangunan keluarga kecil berkualitas diarahkan untuk menata kembali program dan kelembagaan KB; menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga serta akses dan kualitas pelayanan KB-KR; dan meningkatkan promosi, perlindungan, dan upaya perwujudan hak-hak reproduksi serta kesetaraan dan keadilan gender di bidang KB. Untuk meningkatkan peranan pemuda dalam pembangunan ditempuh langkah-langkah kebijakan antara lain diarahkan untuk mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan; memperluas kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan; meningkatkan peran serta pemuda; meningkatkan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan; dan melindungi segenap generasi muda dari bahaya penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, HIV/AIDS, dan

penyakit menular seksual. Selanjutnya di bidang olah raga, upaya diarahkan antara lain untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen olah raga; meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani, serta membentuk watak bangsa; meningkatkan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi olah raga; dan meningkatkan pola kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi ekonomi olah raga melalui pengembangan industri olah raga.

Hasil-hasil yang dicapai dalam program pembangunan keluarga berencana pada tahun 2005 antara lain adalah pencapaian peserta KB Baru (PB) sebanyak 1,4 juta peserta dengan pemakaian metode kontrasepsi terbanyak Suntikan (56,8 persen) dan persentase pelayanan terbanyak melalui Klinik KB Pemerintah (59,7 persen) yang diikuti oleh pelayanan Bidan Praktek Swasta (31,7 persen); pencapaian peserta KB Aktif (PA) sebanyak 27,3 juta peserta, dengan dua metode kontrasepsi terbanyak Suntikan (45,0 persen) dan Pil (27,3 persen); partisipasi pria dalam ber-KB mengalami peningkatan; pelayanan KB melalui jalur swasta berlangsung di 48,2 ribu tempat pelayanan KB; tingkat prevalensi KB/angka kesertaan ber-KB semakin meningkat mencapai 60,3 persen; unmet need menurun menjadi 8,6 persen; dan angka kelahiran total/TFR menurun menjadi 2,6 anak per wanita. Di samping itu telah terbentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR), Kelompok Keluarga Peduli Remaja (KKPR), dan Kelompok Remaja (KR) di seluruh pelosok tanah air.

Sementara itu, dalam upaya pemberdayaan ekonomi keluarga (usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera/UPPKS) tercatat sebanyak 322,8 ribu kelompok yang terdiri dari 4,7 juta keluarga (sekitar 66,2 persen diantaranya merupakan Pra Keluarga Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I). Dari keluarga yang menjadi anggota UPPKS ini sekitar 2,3 juta keluarga atau 65,6 persen menjalankan usaha. Adapun upaya peningkatan ketahanan keluarga dilakukan melalui wahana kelompok kegiatan Tribina, yaitu kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Lansia (BKL), jumlahnya mencapai 188,1 ribu kelompok dengan anggota sebanyak 4,3 juta keluarga.

Selanjutnya, dalam upaya tertib administrasi kependudukan, telah tersusun RUU tentang Administrasi Kependudukan, dan beberapa peraturan Menteri Dalam Negeri yang terkait dengan administrasi kependudukan; terlaksananya rintisan sistem administrasi kependudukan (SAK) di 22 kabupaten/kota yang terhubung secara nasional (on-line); dan terlaksananya SAK di 26 kabupaten/kota yang terhubung di tingkat lokal namun belum terhubung secara nasional (off-line). Selain itu, terdapat sejumlah 217 kabupaten/kota (161 kabupaten dan 56 kota) yang telah menerapkan KTP Nasional.

Dalam pembangunan pemuda telah tersusun RUU tentang Pembangunan Kepemudaan; terselenggara pelatihan kader kewirausahaan bagi 5,5 ribu pemuda; terlaksana program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan dengan menempatkan 1,5 ribu pemuda di 32 provinsi; terlaksana pertukaran pemuda Indonesia dengan Kanada, Korea, Australia, serta program kapal pemuda dengan negara-negara ASEAN dan Jepang; dilaksanakannya Program Pertukaran Pemuda antarprovinsi dan Program Kapal Nusantara sebagai bagian dari upaya meningkatkan pembangunan karakter bangsa; terlaksananya Program Pemuda Bersih Narkoba dan HIV/AIDS “Pantas Juara” serta pelatihan Kelompok Pemuda Sebaya (KPS); dilaksanakannya Program Rumah Olah Mental Pemuda Indonesia (ROMPI); dan dilaksanakannya pemilihan pemuda pelopor dan pemuda kreatif di berbagai bidang seperti teknologi tepat guna, seni dan budaya.

Pembangunan olah raga juga semakin maju dengan disahkannya UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional; tercapainya prestasi di beberapa cabang olah raga diantaranya gelar juara dunia dan regional pada cabang bulutangkis, tinju, karate, taekwondo, balap mobil, dan atletik; serta terselenggaranya berbagai kegiatan dan kompetisi olah raga bekerja sama dengan instansi pemerintah, LSM, dan dunia usaha.

Tindak lanjut yang akan ditempuh dalam pembangunan keluarga kecil berkualitas dan pelaksanaan Program KB Nasional ke depan adalah meneguhkan kembali program KB di daerah; menjamin kesinambungan program; meningkatkan kapasitas sistem pelayanan KB; meningkatkan kualitas dan prioritas program; meningkatkan penggalangan dan pemantapan komitmen, dukungan regulasi dan

kebijakan, serta pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan. Selanjutnya penataan administrasi kependudukan akan lebih ditingkatkan sosialisasi dan penerapan sistem serta operasionalisasi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan, serta mendorong pemanfaatan data registrasi penduduk.

Untuk lebih mendorong pembangunan pemuda, upaya lanjut akan ditingkatkan antara lain mempercepat penyelesaian RUU tentang Pembangunan Kepemudaan mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; meningkatkan pendidikan dan keterampilan bagi pemuda; meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan bagi pemuda; dan melindungi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan bahaya destruktif yang lain, termasuk pornografi dan pornoaksi.

Pembangunan olah raga akan lebih didorong melalui: sosialisasi UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan peraturan pelaksanaannya serta melakukan sosialisasi budaya olah raga ke berbagai lapisan masyarakat; mewujudkan kebijakan dan manajemen olah raga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olah raga secara terpadu dan berkelanjutan; meningkatkan budaya dan prestasi olah raga secara berjenjang; memberdayakan dan mengembangkan iptek dalam pembangunan olah raga; meningkatkan pemberdayaan organisasi olah raga; dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan olah raga.

30. Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama

Pembangunan bidang agama diarahkan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kehidupan beragama, terutama terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana ibadah; rendahnya kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama termasuk kualitas pendidikan agama yang ditujukan kepada anak usia sekolah; penyelenggaraan ibadah haji belum memadai yang mengakibatkan kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan haji; lembaga sosial keagamaan yang belum dapat berperan sebagai agen perubahan sosial khususnya untuk masyarakat

sekitar; serta masalah kerukunan umat beragama yang belum dapat diwujudkan dengan baik.

Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kehidupan beragama berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui pembangunan sarana dan prasarana keagamaan berupa tempat ibadah terutama di daerah terkena bencana alam dan kerusuhan sosial serta wilayah terisolir. Kegiatan lainnya adalah penguatan lembaga pranata keagamaan; penguatan status hukum tanah wakaf, tanah gereja, pelabapura, dan vihara; pembinaan untuk pengelolaan dana sosial keagamaan; pembangunan gedung Balai Nikah dan Penasehatan Perkawinan, dan pengadaan kitab suci berbagai agama.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan haji, pada tahun 2005 telah dilakukan antara lain (a) seluruh jemaah haji yang terdaftar dapat diberangkatkan ke tanah suci; dan (b) seluruh jemaah haji dapat menempati pemondokan di Makkah dan Madinah serta menempati perkemahan di Arafah dan Mina. Sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, pada musim haji tahun 2006, biaya tidak langsung penyelenggaraan haji yang semula ditanggung oleh jamaah dialihkan bebannya kepada Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan haji.

Untuk mewujudkan kerukunan intern dan antar umat beragama, telah dilaksanakan berbagai kegiatan antara lain mengadakan forum silaturahmi tokoh-tokoh berbagai agama; memberikan fasilitas kepada badan musyawarah umat beragama di berbagai daerah; memberikan pelayanan bimbingan konseling bagi korban paska kerusuhan dan konflik sosial; pembinaan jaringan kerja sama antarumat beragama; dan internalisasi ajaran agama dan sosialisasi pendidikan berwawasan multikultural bagi guru-guru. Pemerintah juga menyempurnakan beberaoa peraturan antara lain revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1969 yang kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Penyempurnaan SKB tersebut dimaksudkan untuk

mengatasi persoalan yang sering timbul di lapangan dalam pendirian rumah ibadah.

Dengan memperhatikan tantangan ke depan dan hasil yang telah dicapai di atas, pembangunan agama akan diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai bentuk pemenuhan hak-hak dasar rakyat dalam memeluk agamanya serta beribadat sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Penyediaan sarana dan prasarana keagamaan khususnya di daerah terpencil dan peranan tempat-tempat peribadatan sebagai pusat bagi pendalaman dan pemahaman nilai-nilai ajaran agama serta pengembangan kegiatan-kegiatan keagamaan akan ditingkatkan baik yang bersifat ritual keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Penyelenggaraan pelayanan ibadah haji akan terus ditingkatkan antara lain dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha serta mengurangi komponen biaya tidak langsung yang ditanggung oleh jamaah.

Kerukunan baik intern dan antaumat beragama akan terus ditingkatkan dengan peningkatan kerja sama kelembagaan baik internal maupun eksternal; peningkatan kerukunan yang hakiki di kalangan elit dan pemuka agama; pembangunan dan penataan kembali aliran-aliran keagamaan; peningkatan kerukunan pada kelompok atau segmen generasi muda; pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat setelah terjadinya konflik sosial melalui penyuluhan dan bimbingan keagamaan; serta peningkatan kerja sama intern dan antarumat beragama di bidang sosial ekonomi, dan budaya.

31. Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian

Fungsi Lingkungan Hidup

Peran ganda SDA sebagai modal pembangunan ekonomi dan sebagai penopang sistem kehidupan menuntut pengelolaan yang seimbang antara aspek pemanfaatan dan aspek pelestariannya, untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Tantangan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup pada umumnya terkait dengan tingginya potensi konflik kepentingan antarpihak serta lemahnya kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat.

Bencana banjir dan kekeringan serta mewabahnya berbagai penyakit terjadi akibat terganggunya tatanan lingkungan. Pertambahan

jumlah penduduk yang tinggi membutuhkan dukungan infrastruktur dan ruang yang lebih luas. Pemenuhan kebutuhan ini menimbulkan konflik kepentingan dan terjadinya perubahan pemanfaatan lahan. Di perkotaan, pertumbuhan penduduk menyebabkan volume sampah yang semakin meningkat dan menimbulkan masalah dalam pengelolaannya. Selain itu, masalah pencemaran air, udara, bahan beracun dan berbahaya (B3), dan limbah B3 juga menjadi persoalan lingkungan utama yang dapat menurunkan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kualitas hidup masyarakat.

Terjadinya bencana alam akhir-akhir ini menyadarkan bahwa Indonesia berada pada wilayah yang rawan bencana. Pengelolaan fenomena alam secara baik sangat membantu perencanaan di berbagai sektor. Untuk itu, pembangunan di bidang meteorologi dan geofisika tidak hanya diarahkan untuk mengantisipasi bencana saja, namun juga diarahkan untuk kegiatan yang produktif seperti pertanian, perkebunan, perikanan, perencanaan konstruksi, pertahanan dan keamanan, dan pariwisata.

Dalam rangka perbaikan pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, di bidang kehutanan telah diterapkan beberapa kebijakan prioritas yaitu rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, serta pemantapan kawasan hutan.

Dalam setahun terakhir telah dilakukan peninjauan kembali kawasan hutan perairan untuk 7 provinsi, penataan batas dan penetapan kawasan di 150 kawasan suaka alam, melaksanakan 5 kajian tata ruang dalam rangka pemantapan kawasan hutan, pembuatan peta potensi sumber daya hutan Pulau Sumatra, penetapan organisasi baru 16 taman nasional, penyusunan kebijakan rehabilitasi satwa yang dilindungi, pengendalian tumbuhan dan satwa liar, pengembangan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan sistem deteksi dini, dan penyusunan model Sistem Informasi Penanggulangan Kebakaran Hutan. Selain itu, telah dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan di 420 kabupaten/kota di 33 provinsi, penanganan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis, penanganan daerah sangat kritis yang berbatu dan tandus, pelestarian jenis tanaman unggulan lokal yang mulai langka pada 8 provinsi, penyusunan kajian dan rencana induk rehabilitasi ekosistem mangrove di wilayah NAD, kampanye

cinta lingkungan, dan reklamasi hutan bekas areal tambang seluas 990,2 hektar. Selanjutnya telah dilakukan peningkatan keefektifan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam secara ilegal, bimbingan teknis perencanaan pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm) di 15 provinsi, pembangunan fasilitas pelatihan pemadaman kebakaran, pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan SDA yang berkelanjutan termasuk kearifan lokal, dan peningkatan akses informasi kehutanan.

Pembangunan kelautan terus ditingkatkan. Dalam tahun 2005 dan 2006 telah dilakukan: (a) pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan dengan penerapan sistem pemantauan, pengendalian, dan pengawasan (Monitoring, Controlling and Surveillance), yang terdiri dari pengembangan sistem pemantauan kapal (Vessel Monitoring System) melalui pemasangan 1.439 buah transmitter, pembangunan pos pengawas dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengawasan, kerja sama operasi pengawasan dengan TNI-AL dan POLRI serta operasi pengawasan oleh kapal pengawas Departemen Kelautan dan Perikanan, dan persiapan pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan; (b) pengelolaan sumber daya laut dan pesisir terpadu dalam kerangka desentralisasi yang dilaksanakan di 15 provinsi dan 42 kabupaten/kota dan Program Mitra Bahari di 26 provinsi; (c) penyusunan Kebijakan Kelautan Nasional dan RUU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir; (d) pembangunan pulau-pulau kecil, melalui pengadaan sarana listrik tenaga surya, alat komunikasi, pengadaan sarana air bersih, perbaikan ekosistem pulau-pulau kecil, toponimi (identifikasi dan penamaan pulau), dan penyiapan rencana aksi/rencana kerja secara terpadu antarsektor; (e) peningkatan pengelolaan benda muatan kapal tenggelam dan penyiapan revisi Keppres No.107/2000; (f) konservasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut melalui pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang di 8 provinsi yang meliputi 12 kabupaten/kota, pemantapan Kawasan Konservasi Laut Daerah seluas 1,5 juta hektar, penyiapan penyusunan Perpres tentang pengelolaan ekosistem mangrove, dan pengelolaan kawasan konservasi Laut Sulu Sulawesi; (g) upaya mitigasi bencana lingkungan laut dan Gerakan Bersih Pantai dan Laut; (h) Penyusunan tata ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil pada skala regional, provinsi, kabupaten/kota dan kawasan, serta penyusunan rencana detail lokasi kawasan unggulan; dan (i) pengembangan riset kelautan.

Hasil-hasil penting yang telah dicapai di bidang sumber daya energi, mineral, dan pertambangan, antara lain adalah ditetapkannya penyesuaian Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam Negeri dan tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, pengembangan 8 wilayah kerja baru termasuk yang diperpanjang kontrak, pemasangan pipa gas bumi Sumatra Selatan- Jawa Barat (Grissik – Pagardewa – Labuhan Maringgai - Muara Bekasi - Rawamaju) dengan total panjang 650 km, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan energi secara efektif dan efisien, terwujudnya Museum Geologi sebagai pusat geoedukasi dan geowisata teridentifikasinya potensi panas bumi sebesar 27 Gigawatt ekuivalen (Gwe) yang tersebar di 253 lokasi, tersedianya neraca sumber daya panas bumi nasional, neraca sumber daya batubara nasional, dan neraca sumber daya dan cadangan mineral nasional. Di samping itu, telah dilaksanakan pemantauan, peringatan dini dan tanggap darurat bahaya letusan gunung api, pemantauan daerah rawan bencana gerakan tanah dan daerah rawan bencana gempa bumi, sesar aktif di Selat Sunda, pemetaan daerah rawan tsunami, dan penyuluhan

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 99-121)