• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 140-147)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR

Pembangunan kebudayaan diupayakan untuk menjawab permasalahan budaya bangsa yang memerlukan penyelesaian baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Pembangunan kebudayaan diharapkan dapat: (1) menemukenali akar ketegangan/konflik, solusi dan antisipasinya untuk memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (2) mengidentifikasi nilai-nilai kebangsaan dan strategi perkuatannya untuk memperkukuh NKRI; (3) mengkompilasi nilai-nilai positif dan produktif dalam rangka memantapkan kebudayaan nasional yang terwujud dalam setiap aspek kebijakan pembangunan, dan (4) memetakan seluruh pemangku kepentingan dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan sehingga dapat menyamakan persepsi terhadap permasalahan dan rekomendasi kebijakannya.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Krisis yang melanda bangsa Indonesia pada dasawarsa terakhir ini lebih disebabkan oleh kebijakan pembangunan ekonomi yang tidak didukung oleh pranata sosial budaya yang memadai. Akibatnya pemulihan krisis ekonomi berjalan lamban dan bahkan berkembang

menjadi krisis moral, sosial, politik, dan krisis multidimensional yang berkepanjangan dan memicu timbulnya penguatan orientasi kelompok, etnik, dan agama yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa. Keadaan ini menunjukkan adanya kelemahan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya.

Selain itu, timbulnya ketegangan antarkelompok masyarakat serta munculnya kerawanan sosial juga berpotensi merusak integrasi bangsa. Ketegangan yang menimbulkan konflik merupakan indikasi rendahnya rasa saling percaya dalam masyarakat. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh semakin terbatasnya ruang publik yang dapat diakses dan dikelola oleh masyarakat multikultur dalam menyalurkan aspirasinya.

Pada saat yang bersamaan, terpaan arus globalisasi yang begitu deras telah mempersatukan dunia dalam satu budaya global yang berdampak pada semakin menipisnya batas negara dan budaya. Globalisasi bukan hanya memunculkan harapan saling kesepahaman antarbudaya tetapi juga melahirkan kekhawatiran terhadap perbenturan antarbudaya (class-civilization). Dalam konteks praktis, muncul kecenderungan untuk mengadopsi budaya global yang negatif dengan cepat, namun mengalami keterlambatan dalam mengadopsi budaya global yang positif dan produktif, serta bermanfaat untuk pembangunan dan karakter bangsa. Keadaan ini menunjukkan lemahnya sikap dan daya kritis sebagian besar masyarakat yang mengakibatkan kurangnya kemampuan masyarakat dalam menyeleksi nilai dan budaya global sehingga terjadi pengikisan nilai-nilai budaya nasional yang positif.

Di sisi lain, globalisasi yang ditandai pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berpengaruh terhadap dinamika sosial dan budaya masyarakat sehingga nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia cenderung semakin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Krisis moral tersebut juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman, lemahnya sikap dan semakin terbatasnya perilaku yang berdasarkan atas etika kehidupan berbangsa. Keadaan ini

menunjukkan telah terjadi krisis identitas nasional pada Bangsa Indonesia.

Selanjutnya, kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan sejarah dan budaya bangsa. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan pasca diberlakukannya otonomi daerah telah memberikan indikasi menurunnya kualitas pemeliharaan dan pengelolaan kekayaan budaya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran, komitmen, dan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan kekayaan budaya, baik kemampuan fiskal maupun kemampuan manajerial. Pengelolaan kekayaan budaya belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) sehingga kualitas layanannya kurang optimal.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL

YANG DICAPAI

Dalam rangka menjawab permasalahan tersebut maka upaya pengembangan kebudayaan diarahkan melalui kebijakan: (1) pengembangan berbagai kreasi untuk membuka terjadinya dialog kebudayaan; (2) perluasan ragam pendekatan dalam memperkukuh ikatan kebangsaan baik secara emosional maupun rasional; dan (3) pengarusutamaan budaya dalam berbagai aspek pembangunan.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya dan menciptakan keserasian hubungan baik antarunit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya nasional, dalam bingkai keutuhan NKRI, antara lain adalah: (1) pengembangan metoda dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis; (2) pengembangan materi/bahan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat; (3) pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan antara lain melalui pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transportasi dan komunikasi lintas daerah dan lintas budaya; dan (4) pemetaan ruang publik untuk memperkuat modal sosial.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan keragaman budaya adalah: (1) pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis dalam rangka mengatasi persoalan bangsa khususnya dalam rangka kebersamaan dan integrasi; (2) pelaksanaan kegiatan Jelajah Budaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keanekaragaman budaya pasca tragedi Tsunami; (3) penyusunan Peta Budaya Indonesia secara digital dalam program database berikut pelatihan khusus melalui training of trainers (ToT) bagi tenaga operatornya untuk melayani kabupaten/kota; (4) sosialiasi direktori/buku keanekaragaman budaya bangsa dan tempat-tempat unggulan daerah yang berpotensi menjadi lokasi pembuatan film internasional bagi orang asing di Indonesia. Usaha ini bertujuan agar Indonesia yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan budaya dapat lebih dikenal dunia perfilman internasional; (5) pembuatan film kolosal “Syekh Yusuf” untuk memberikan pemahanan bagi generasi muda mengenai perjuangan Syekh Yusuf dalam melawan penjajah dan membela bangsa; (6) persiapan untuk mengikuti Festival Film Internasional di Busan, Korea Selatan dan Taiwan; dan (7) pengiriman misi kesenian ke berbagai negara sahabat, seperti: Papua New Guinea, Afrika Selatan, dan Perancis, dalam rangka meningkatkan kerjasama kebudayaan dan meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional.

Untuk memperkukuh jati diri dan ketahanan budaya nasional diperlukan filter yang mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan mampu memfasilitasi teradopsinya budaya asing yang bernilai positif dan produktif. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain adalah: (1) penelaahan metoda aktualisasi nilai moral dan agama; (2) pelaksanaan revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk pengembangan budaya maritim; dan (3) pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai- nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa, seperti: orientasi pada peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan penerapan IPTEK.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya untuk mengembangkan nilai budaya adalah: (1) pelaksanaan Festival Seni Budaya Indonesia 2006 melalui kegiatan Gelar Budaya Sulawesi

Selatan di Makassar, Gelar Budaya Spiritual di Denpasar dan Festival Nasional Musik Tradisi Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta yang diikuti oleh wakil kelompok musik tradisional dari seluruh Indonesia; (2) penyusunan revisi Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1992 tentang Perfilman sebagai dasar pengembangan Perfilman Nasional di masa yang akan datang; (3) penganugerahan penghargaan kebudayaan bagi pelaku dan pemerhati kebudayaan untuk mendorong partisipasi aktif dalam pengembangan kebudayaan nasional; dan (4) pelaksanaan Musyawarah Nasional tentang Pelajaran Sejarah dalam rangka mendukung pembentukan kepribadian bangsa utamanya dalam konteks multikultur.

Selanjutnya, untuk meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya dan meningkatkan sistem pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya, agar aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi dan pengembangan kebudayaan, dilakukan serangkaian kegiatan yaitu: (1) pelestarian kekayaan budaya yang meliputi sejarah, benda purbakala, dan benda cagar budaya; (2) pengembangan Pusat Kebudayaan Nasional; (3) pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan antara lain peta budaya dan dokumen arsip negara; (4) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pengelola kekayaan budaya; (5) peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pembenahan sistem manajerial lembaga- lembaga yang mengelola kekayaan budaya sehingga memenuhi kaidah tata pemerintahan yang baik (good governance); (6) pengembangan peranserta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan kekayaan budaya; (7) review peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (8) transkripsi dan transliterasi naskah kuno; dan (9) pembuatan film kolosal tentang Indonesia.

Hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan kekayaan budaya adalah: (1) penulisan Sejarah Kebudayaan Indonesia dan penulisan Sejarah Pemikiran untuk memperkaya pengetahuan kita tentang kebudayaan Indonesia. Penulisan ini disesuaikan dengan data baru yang aktual, berbagai temuan, pendapat dan analisa bahkan teori- teori baru tentang dinamika kebudayaan Indonesia; (2) penyelenggaraan pendidikan multikultur di daerah konflik melalui dialog yang didasari oleh rasa saling menghargai dan saling percaya serta untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai yang ada di

masyarakat agar dapat dipahami keberadaannya sebagai suku bangsa atau etnis yang tersebar di seluruh wilayah tanah air dan tidak menjadikan perbedaan sebagai sekat yang mendiskreditkan kelompok lain dalam dikotomi masyarakat mayoritas dan minoritas; (3) pelaksanaan kegiatan Lawatan Sejarah di Makassar dengan tema ”Pelayaran Makassar Selayar merajut simbol-simbol Maritim Perekat Bangsa”; (4) penyusunan ensiklopedi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maritim di Indonesia; (5) pelaksanaan koordinasi penanganan perlindungan benda cagar budaya dan survey arkeologi bawah air; (6) penyelenggaraan Sidang ke-40 ASEAN- Committee on Culture and Information (ASEAN-COCI) di Mataram; (7) penyusunan Pedoman Museum Situs sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat dalam mendirikan museum; (8) pelaksanaan koordinasi dalam rangka Ratifikasi UNESCO: Convention on The Protection of Underwater Cultural Heritage untuk mengetahui posisi RI dalam menentukan kebijakan pelestarian dan pengelolaan peninggalan bawah air; (9) sosialisasi/kampanye Peningkatan Apresiasi Masyarakat terhadap Museum yang diselenggarakan di Museum Kartini Jepara dan Museum Kraton Kasepuhan Cirebon; (10) pemberian bantuan kepada Museum NTT berupa penataan dan pameran tetap beserta sarananya tentang Manusia Purba Flores (Homo Floresiensis); (11) penggalian dan penelitian situs Trowulan yang dilanjutkan dengan kegiatan pameran Peninggalan Sejarah dan Purbakala Situs Trowulan bekerjasama dengan Yayasan Kebudayaan Indonesia-Jepang (NIHINDO), (12) konservasi dan rehabilitasi Istana Tua Sumbawa beserta kawasannya; (13) penyelenggaraan Arung Sejarah Bahari I (Ajari I) untuk memupuk semangat nasionalisme dan cinta lingkungan alam khususnya bahari yang didukung oleh kapal TNI Angkatan Laut ”Tanjung Kambani”; (14) penyelenggaraan Pameran Kebudayaan Islam untuk meningkatkan citra peradaban Islam di Indonesia yang berjudul “Crescent Moon: Islamic Arts and Civilization of South East Asia” di Adelaide dan Canberra, Australia; dan (15) penyusunan revisi atas UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya untuk menyikapi adanya perubahan paradigma dalam pelestarian, pengelolaan dan pemanfataan Benda Cagar Budaya.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang masih akan dihadapi di masa mendatang, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan kebudayaan adalah: (1) aktualisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penguatan ketahanan budaya dalam menghadapi derasnya arus budaya global sehingga dapat menyeleksi penyerapan budaya global positif dan produktif yang bermanfaat untuk pembangunan dan karakter bangsa; (2) sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dan strategi penguatannya untuk memperkukuh NKRI; (3) pelaksanaan kerja sama yang sinergis antar berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (4) peningkatan pembangunan karakter dan pekerti bangsa; (5) pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai tradisi; (6) revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur sehingga mampu menjadi rujukan identitas lokal dan nasional yang konstruktif bagi pembangunan watak dan jati diri bangsa; (7) pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa; (8) pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis sehingga terjadi kesepahaman yang akan memperkukuh NKRI; (9) pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat sehingga perbedaan dapat disikapi secara arif dan positif; (10) pelestarian dan pengembangan ruang publik sebagai modal sosial untuk memperkuat interaksi dan komunikasi antar masyarakat; (11) pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan yang mampu memberikan gambaran peta pembangunan kebudayaan; (12) peningkatan sinergi di antara lintas pelaku pembangunan kebudayaan dalam pengelolaan kekayaan budaya; (14) pengembangan nilai sejarah, geografi sejarah dan pengelolaan peninggalan kepurbakalaan dan peninggalan bawah air; (15) pengembangan/ pengelolaan permuseuman dan pendukungan pengelolaan museum daerah; (16) pelestarian fisik dan kandungan naskah kuno; dan (17) perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; pengelolaan koleksi deposit nasional, dan pengembangan statistik perpustakaan dan perbukuan.

BAB 4

PENINGKATAN KEAMANAN,

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 140-147)