• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN YANG DIHADAP

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 148-165)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN PENANGGULANGAN

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAP

Kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan susila, intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi. Sementara itu, pencapaian tingkat profesionalisme aparat penegak hukum yang belum optimal, disamping menyebabkan belum meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum, juga menyebabkan banyaknya sumber kriminalitas yang tidak dilaporkan oleh masyarakat. Sementara tara itu kondisi kesadaran hukum masyarakat yang rendah sebagai akibat tingkat pendidikan yang belum memenuhi harapan masyarakat dan kekurangresponan aparat menanggapi laporan masyarakat menyebabkan timbulnya kecenderungan main hakim sendiri dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hukum tertentu.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin mengglobalnya dunia menyebabkan kejahatan transnasional seperti terorisme, pencucian uang, perompakan, pembalakan liar, pencurian ikan, penambangan liar, kejahatan ekonomi lintas negara, penyelundupan senjata api, perdagangan manusia (perdagangan anak- anak dan perempuan), ataupun perdagangan narkoba semakin kompleks dan semakin tinggi intensitasnya. Letak geografis yang strategis pada persimpangan dua benua dan dua samudera, menyebabkan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung dapat terlibat aktif dalam permasalahan kejahatan transnasional. Masih lemahnya penjagaan wilayah perbatasan dan pintu-pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih terbatasnya kerja sama internasional di bidang kejahatan transnasional menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan transnasional. Organisasi kejahatan yang tidak terbatas pada suatu negara, menjadikan suatu tindak kejahatan dapat dikendalikan dari suatu negara yang letaknya berjauhan.

Sementara itu tindak kejahatan narkoba sebagai bagian kejahatan transnasional yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun oleh orang asing yang beroperasi di Indonesia baik sebagai pengedar maupun pengguna, kondisinya semakin memprihatinkan. Moral manusia pelaku kejahatan narkoba sudah tidak takut lagi terhadap sanksi hukuman berat yang telah dijatuhkan. Demikian juga

para pengguna masih enggan untuk melakukan terapi dan rehabilitasi, karena masih terbentuknya opini bahwa hal tersebut dianggap sebagai aib yang selanjutnya akan menghambat proses pengentasan korban- korban penyalahgunaan narkoba. Keresahan masyarakat semakin meningkat seiring merebaknya tindak kriminal yang dilakukan oleh pengguna narkoba. Pada umumnya pengguna narkoba merupakan golongan pemuda baik yang masih duduk di bangku sekolah maupun perguruan tinggi yang merupakan kelompok usia produktif. Sedangkan pengedarnya adalah orang-orang yang memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba. Masih tingginya kejahatan narkoba ini mengindikasikan bahwa berbagai lembaga dan perangkat hukum yang ada belum dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam menangani permasalahan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Hukuman yang berat (mati) dan langkah preventif maupun kuratif yang telah dilaksanakan belum dapat menurunkan kejahatan narkoba secara signifikan. Bahkan kejahatan narkoba telah merambah kepada anak-anak yang sedang duduk di bangku sekolah dasar sehingga dampaknya sangat membahayakan masa depan pemuda Indonesia baik di perkotaan maupun di tingkat kecamatan dan desa.

Meskipun di beberapa wilayah pascakonflik seperti Maluku, dan Poso masih ditemui berbagai upaya untuk mendorong terjadinya konflik komunal, namun kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi konflik tidak muncul ke permukaan. Semakin meningkatnya toleransi masyarakat terhadap keberagaman dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam beraktivitas, menjadikan upaya adudomba SARA antarkelompok masyarakat sulit dilakukan. Didukung oleh meningkatnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah-daerah pascakonflik, kegiatan pembangunan dan perekonomian semakin menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, terutama gangguan pelayaran penumpang maupun barang belum menunjukkan gejala penurunan. Tingkat kejadian pembajakan (piracy) di laut intensitasnya masih tinggi dan sulit diatasi oleh aparat penegak hukum. Bahkan karena keterbatasan kemampuan aparat keamanan Indonesia dalam menangkap pelaku pembajakan yang

mengganggu pelayaran kapal-kapal niaga di perairan Selat Malaka, sempat memunculkan kekhawatiran dan keinginan internasional untuk turut mengamankan Selat Malaka tersebut. Oleh karena itu, TNI AL sebagai unsur penegak kedaulatan di laut serta TNI AL dan Polri sebagai unsur penegak hukum di laut, kemampuannya perlu ditingkatkan guna mampu melakukan tugas penegakan kedaulatan dan penindakan pelanggaran hukum di laut. Di samping itu, belum efektifnya pelaksanaan koordinasi keamanan laut sebagai akibat belum terciptanya harmonisasi peran dan fungsi lembaga di ruang laut merupakan salah satu kendala dalam rangka peningkatan pengawasan dan pengamanan pengelolaan sumber daya alam di laut.

Lemahnya sistem pengawasan dan pengamanan pengelolaan sumber daya alam, telah mengundang pihak-pihak tertentu termasuk pihak asing untuk memanfaatkannya secara ilegal baik berupa illegal logging, illegal minning maupun illegal fishing yang mengakibatkan kerugian negara mencapai ratusan triliun setiap tahunnya. Banyaknya kapal-kapal asing tanpa dokumen resmi yang ditangkap di perairan Indonesia baik yang melakukan penangkapan ikan, penambangan, atau pengapalan kayu-kayu glondong menunjukkan bahwa kejahatan terhadap sumber daya alam relatif belum menunjukkan gejala penurunan. Di bidang kehutanan, pembalakan liar merupakan ancaman yang paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai US$5,7 miliar atau setara dengan Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka, terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas kepada kehidupan manusia dan sekitarnya, yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan. Semakin maraknya pencurian kayu ini melibatkan pelaku yang berperan aktif dalam memfasilitasi perdagangan kayu hasil pembalakan liar, yang dilakukan oleh pelaku-pelaku baik WNI maupun WNA yang berasal dari negara-negara tetangga sehingga sudah merupakan kejahatan transnasional. Upaya untuk mengatasi masalah pencurian kayu ini adalah suatu usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan sangat luas dan sulit tersentuh. Namun demikian upaya penegakan hukum yang tegas diharapkan mampu memutus jaringan pembalakan liar baik di dalam negeri maupun antar

negara. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis Pemerintah telah mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.

Kejahatan perdagangan manusia yang merupakan salah satu bentuk kejahatan yang meresahkan dan menjadi perhatian masyarakat internasional. Sampai dengan saat ini sudah dilakukan penindakan secara intensif mulai dari hulu sampai hilir dan cukup banyak kasus- kasus yang berhasil diungkap, termasuk penggagalan percobaan penyelundupan 140 anak dari Indonesia ke luar negeri (Syria dan Australia). Namun potensi meningkatnya kasus-kasus perdagangan manusia masih cukup besar sehingga perlu terus dilakukan upaya pencegahan dan penanganan secara intensif.

Berkenaan dengan kondisi tersebut, maka tantangan yang dihadapi dalam rangka meningkatkan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas adalah menurunkan tingkat kriminalitas agar aktivitas masyarakat dapat berjalan secara wajar. Keberhasilan dalam menurunkan tingkat kriminalitas akan menjadi landasan bagi keberlangsungan pembangunan bidang-bidang lainnya. Di samping itu, profesionalitas aparat keamanan dalam menyelesaikan kasus- kasus kriminal, mengungkap jaringan kejahatan transnasional, mencegah terjadinya konflik komunal, mengamankan laut dari gangguan keamanan dan pencurian kekayaan negara merupakan determinan penting bagi kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap iklim investasi di Indonesia.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL

YANG DICAPAI

Langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas adalah sebagai berikut.

1) Peningkatan koordinasi dan kerja sama antara TNI dan Polri dalam penanganan gangguan keamanan negara.

2) Peningkatan profesionalitas institusi yang terkait dengan keamanan negara, meliputi: Polri, TNI, Departemen Kehutanan,

Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla).

3) Perkuatan keterpaduan kegiatan dan operasi bersama keamanan di laut.

4) Intensifikasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

5) Intensifikasi pencegahan dan penindakan hukum terhadap

trafficking in persons.

6) Peningkatan koordinasi pengamanan di wilayah perbatasan. 7) Penguatan peran aktif masyarakat dalam menciptakan

keamanan dan ketertiban masyarakat melalui upaya perpolisian masyarakat (community policing).

8) Peningkatan kegiatan sosialisasi terhadap peraturan perundangan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum.

9) Peningkatan penyidikan dan perlindungan hutan melalui operasi intelijen dan operasi represif pengamanan hutan serta menyempurnakan penatausahaan hasil hutan dengan revisi peraturan-peraturan yang ada.

Dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir hasil-hasil penting yang telah berhasil dicapai adalah sebagai berikut:

1) Peningkatan kualitas intelijen telah diupayakan melalui pengembangan jaringan pos intelijen wilayah pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan pos intelijen wilayah provinsi, kabupaten/kota. Adapun peningkatan kerja sama internasional di bidang intelijen telah ditempuh melalui koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kerja sama institusi intelijen negara-negara Association of South East Asia Nations (ASEAN) dengan pertukaran informasi intelijen.

2) Intensitas keamanan berita rahasia negara senantiasa diupayakan melalui perkuatan jaring komunikasi sandi instansi pemerintah. Kustomisasi prototipe sistem sandi sebagai Fully National Algorithm (FNA) dan modifikasi peralatan sandi serta pemantapan hasil penelitian dan pengembangan materiil persandian yang didukung dengan ketersediaan peralatan laboratorium, serta penetapan perangkat lunak persandian merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya memberikan jaminan keamanan bagi lalu lintas pengiriman berita rahasia negara. Di samping itu, dilakukan pembinaan perangkat lunak persandian yang meliputi: (1) penyusunan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara; (2) kontribusi dalam penyusunan Cyber Law atau Digital Signature Law

sebagai upaya pencegahan agar Indonesia tidak semakin tertinggal dan terisolir dari dinamika perkembangan perdagangan internasional yang mensyaratkan kepastian landasan hukum transaksi perdagangan secara elektronik; (3) pengembangan aspek pengamanan informasi sektor publik/privat untuk mengantisipasi penerapan transaksi perdagangan secara elektronik di masa mendatang (E- Commerce, E-Government, E-Banking, E-Payment, Tele- Medicine, Tele-Education); (4) pengkajian rancang bangun sistem dan peralatan persandian yang spesifik untuk kepentingan persandian nasional.

3) Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara lain: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, Maluku, dan Sulawesi (Poso, Morowali, Mamasa, dan Tentena), telah dilaksanakan operasi penegakan hukum dan operasi terpadu antara Polri, TNI, dan pemerintah daerah. Sementara itu, dalam menyelesaikan konflik vertikal di Provinsi NAD, Polri telah menggelar operasi penegakan hukum yang merupakan bagian dari lima program operasi terpadu. Berhasilnya penyelenggaraan Pemilu 2004 di Provinsi NAD merupakan suatu indikator bagi pemulihan keamanan di wilayah tersebut. Meskipun masih terjadi kerawanan yang bersifat fluktuatif, secara umum konflik yang terjadi di Poso dan Maluku telah dapat dipulihkan dari darurat sipil ke tertib sipil yang didukung

oleh segenap unsur aparatur negara dan masyarakat yang telah mampu memelihara dinamika situasi.

4) Pengungkapan perkara dari 4 (empat) golongan jenis kejahatan dari tahun 2004 sampai dengan 2006 (Januari s/d Juni) adalah sebagai berikut : (a) kejahatan konvensional tahun 2004 dilaporkan sebanyak 127.995 kasus dan telah disidangkan di pengadilan sebanyak 54.020 kasus atau rata-rata penyelesaian kasusnya sebanyak 42,20%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak 161.671 kasus dan telah diungkap sebanyak 72.888 kasus atau 54,08%, dan pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 80.889 kasus dan diselesaikan 35.392 kasus atau 43,75% ; (b)

kejahatan transnasional tahun 2004 dilaporkan sebanyak 5.779 kasus dan telah diselesaikan 5.770 kasus atau 99,84% , tahun 2005 dilaporkan sebanyak 3.441 kasus dan telah diselesaikan 3.471 kasus atau 100,87% yang ditambahkan dari sisa kasus tahun sebelumnya, dan pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 3.243 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 3.032 kasus atau 93,76% ; (c) kejahatan kekayaan negara tahun 2004 dilaporkan sebanyak 320 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 207 kasus atau 64,68%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak 3.049 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 2.335 kasus atau 76,58%, dan pada tahun 2006 dilaporkan 2.006 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 1.573 kasus atau 79,06% ; dan (d) kejahatan

berimplikasi kontijensi tahun 2004 dilaporkan sebanyak

135.229 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 55.098 kasus atau 40,83%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak 168.308 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 78.789 kasus atau 46.81%, dan pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 273 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 69 kasus atau 25,27 %.

5) Penanganan kejahatan narkoba sampai dengan 10 bulan terakhir ini, terdapat 16.609 kasus yang melibatkan 28.917 tersangka dan sejumlah barang bukti. Hukuman berat juga telah diterapkan dari tahun 1999 sampai 2006 sudah 44 orang divonis hukuman mati. Untuk mengintensifkan penanggulangan narkoba di seluruh Indonesia, BNN telah melaksanakan program Pencegahan, Penegakan Hukum, Terapi dan Rehabilitasi, Penelitian Pengembangan dan Informatika serta

Kelembagan. Selain itu Badan Narkotika Nasional telah membentuk 31 Badan Narkotika Propinsi dari 33 Propinsi di seluruh Indonesisa dan 291 BNKabupaten/ Kota dari 440 kabupaten/ kotamadya.

6) Telah terjalin kerja sama internasional dalam rangka menjawab tantangan global dan semua bentuk gangguan keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara (borderless crime), kerja sama internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum di dunia untuk bangkit memerangi kejahatan yang bersifat trans nasional. Kerja sama internasional teknis profesional penanggulangan kejahatan juga telah dilakukan dengan Jerman (GSG), Jepang (JICA), Inggris (SIS) dan Amerika Serikat (ICITAP, ATA, DEA, IOM) serta Australia (Aus AID). Selanjutnya, dalam rangka memberikan perlindungan bagi WNI yang berada di luar negeri, maka telah ditempatkan perwira penghubung di berbagai negara, antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Australia.

7) Upaya penindakan kasus-kasus korupsi terus digalakkan di seluruh Indonesia dengan pola penindakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu dan dengan penekanan kepada upaya mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin. Untuk itu kerjasama Interpol terus diintensifkan baik dalam upaya pengejaran pelaku ataupun penyelamatan aset negara yang dibawa lari ke luar negeri.Dalam upaya pengembalian kerugian negara pada Sidang Regional Conference ICPO INTERPOL ke-19 tanggal 19 April 2006 di Jakarta telah diusulkan dan diterima untuk disepakati dalam sidang ICPO 2007 bahwa korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional yang menjadi sasaran kerjasama Interpol dan akan ditindaklanjuti dengan mendirikan Akademi Anti Korupsi di Wina bekerjasama dengan Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC).

8) Kejahatan terhadap kekayaan negara, khususnya pembalakan liar pada tahun 2004 tercatat 896 kasus dengan tersangka 1.885 orang, barang bukti sebanyak 223.385,51 m3 kayu dan alat yang digunakan berupa 109 kapal, 320 truk, serta 258 alat berat dan ringan berupa trailer, dan lain lain. Sebanyak 625 kasus telah

selesai diproses dan 273 kasus dalam proses penyidikan. Pada tahun 2005 telah digelar operasi hutan lestari dengan jumlah laporan 363 kasus, tersangka 488 orang, dan kasus yang telah diselesaikan sebanyak 60 kasus. Tindak pidana korupsi yang ditangani sejak tahun 2002 sebanyak 1.009 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 400 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp8.576.596.837.278,00 dan yang berhasil dikembalikan sebanyak Rp161.467.153.655,00.

9) Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal sebagai salah satu prioritas pembangunan di bidang kehutanan. Adapun hasil yang telah dicapai antara lain: adalah pelatihan polisi hutan 130 orang, dan PPNS 56 orang, melaksanaan kegiatan operasi pengamanan hutan: (1) Sandi Wanalaga I di Kalimantan Barat dengan hasil 25 kasus; (2) operasi pengamanan hutan di TN Betung Kerihun menghasilkan tiga orang tersangka dengan barang bukti kayu tebangan 3.000 batang kayu serta operasi Pengamanan Hutan di Taman Nasional Gunung Palung dengan tersangka/terdakwa 46 orang (23 kasus), yang sebagian besar telah mendapat vonis antara 1 sampai dengan 8 bulan ditambah denda; (3) Operasi Hutan Lestari I di Kalimantan Timur, menangani 106 kasus 134 tersangka dengan barang bukti kayu bulat 101,46 m3 disita oleh negara dan Operasi Imbangan menangani 99 kasus dengan 116 tersangka serta barang bukti kayu 17.567 batang dan 84.036,75 M3, alat angkut air 26 unit alat berat 117 unit; (4) Operasi Hutan Lestari II di Papua menangani 173 orang tersangka (WNI 159 orang dan WNA 14 orang). Barang bukti yang disita meliputi: kayu bulat 72.310 batang (sekitar 385.580 m3), kayu olahan 20.116 m3, dokumen 361 buah, dan peralatan sebanyak 1.269 unit terdiri dari alat berat, kapal, mobil, tongkang, tugboat, chainsaw dan alat lainnya 298 unit serta Operasi Imbangan sebanyak 232 kasus, tersangka 249 dengan barang bukti kayu 39.730 batang dan 9.788,15 M3, alat angkut air 26 unit dan alat berat 13 unit; (5) penanganan terhadap penyalahgunaan wewenang jabatan penatausahaan hasil hutan dan kasus pemalsuan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) yang melibatkan aparat kehutanan, keamanan

dan oknum swasta di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimanatan Selatan, Riau, Jambi, Jawa Timur, Papua dan Jakarta; (7) Operasi Wanabahari untuk menangkap KM Caraka Jaya Niaga III-23 bermuatan 34 peti kemas kayu tanpa SKSHH serta KMV Iloeva yang bermuatan 48 peti kemas kayu; (8) penangkapan KM berbendera Kroasia di Irian Jaya Barat dengan dokumen susulan dari Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Teluk dengan jumlah kayu sebanyak 7.121,24 m3.

10) Penyempurnaan penatausahaan hasil hutan dilakukan dengan revisi peraturan-peraturan yang ada, dan pengawasan dan pemeriksaan Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang diduga terkait dengan kegiatan illegal logging; melakukan sosialisasi dan konsolidasi implementasi Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia; melakukan kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang kehutanan dan tindak pidana pencucian uang; menggalang kerjasama internasional dalam forum Asian Forest Partnership (AFP), proyek penegakan hukum Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT), serta kerjasama dengan Cina, Jepang, Inggris, Korea Selatan, dan Norwegia. Di samping itu, untuk mengawal penegakan peratutan di bidang kehutanan, telah dibentuk Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di 10 provinsi dan 5 Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Manggala Agni di 5 provinsi rawan kebakaran hutan.

11) Dalam rangka penanggulangan pencurian ikan (illegal fishing), telah dilakukan upaya pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan sistem monitoring, controlling,

and surveilance, yang terdiri dari: (1) pemasangan transmitter dalam rangka pengembangan vessel monitoring system dengan sasaran kapal perikanan Indonesia yang berukuran lebih dari 100 GT dan seluruh kapal perikanan asing. Sampai saat ini telah terpasang sebanyak 1.439 buah transmitter; (2) pembangunan

pos pengawas dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengawasan di 5 lokasi yaitu Belawan, Jakarta, Pontianak, Bitung dan Tual; dan (3) kerjasama operasional pengawasan dengan TNI AL dan Polri serta operasi pengawasan oleh kapal pengawas DKP. Selain itu, juga dilaksanakan persiapan pembentukan pengadilan Khusus Perikanan, perbaikan pelayanan perizinan dan perlu dibentuk wadah koordinasi tindak pidana dibidang perikanan meliputi Penyidik Polri, PPNS Departeman Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Penyidik TNI-AL.

12) Dalam rangka perbaikan pelayanan perizinan telah dilakukan penggantian surat izin dengan model baru sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan menyederhanakan proses perizinan yang semula 16 hari kerja menjadi 7 hari kerja, dan membuat proses perizinan menjadi satu atap, dan penggantian bentuk dan format perizinan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 Tahun 2006.

13) Untuk penanganan pemalsuan dokumen izin usaha penangkapan ikan telah dilakukan pencabutan izin usaha penangkapan kepada 155 kapal eks-asing berbendera Indonesia yang melakukan pemalsuan deletion certificate (penghapusan status bendera kapal dari negara asal ke Indonesia).

14) Selanjutnya, guna mendukung kendali operasional telah dibangun sistem operasional yang menjadikan jaringan dasing (on-line) di seluruh jajaran dengan Markas Besar. Hal tersebut juga didukung pembangunan manajemen informasi sistem yang memungkinkan penyampaian data secara waktu nyata (real time). Seluruh jaringan dapat dikendalikan dari satu ruangan kendali pusat krisis (crisis centre) di Markas Besar dan terhubung ke seluruh Polda secara dasing (on-line), bahkan dapat terhubung dengan tempat kejadian perkara dengan sistem komunikasi bergerak.

15) Dalam rangka kerja sama pendidikan, telah dikirim sebanyak 1.082 personel Polri untuk menempuh pendidikan di mancanegara serta kerja sama dengan negara-negara donor

(partnership) dan kerja sama operasional, terutama dengan negara-negara yang berbatasan langsung, khususnya Malaysia, Filipina, Timor Leste, Australia, dan Selandia Baru.

16) Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) telah dilakukan hampir di seluruh Polda, sehingga sampai saat ini di setiap Polda telah terbentuk SPN kecuali di Polda Kepulauan Riau dan Polda Bangka Belitung. Untuk menyesuaikan kebutuhan penambahan personel Polri maka pola pendidikan telah diubah dengan pola 5 bulan pembelajaran di kelas, 5 bulan magang/pelatihan kerja di lapangan dan 1 bulan pembulatan. Dengan pola itu maka setiap tahun dapat dilaksanakan dua gelombang pendidikan pembentukan bintara, sehingga jumlah personel Polri semakin mendekati rasio yang diharapkan.

17) Untuk lebih meningkatkan kemampuan Polri dalam rangka mencegah dan mengantisipasi ancaman terorisme dan narkoba di seluruh wilayah Indonesia, maka secara organisatoris saat ini di setiap Propinsi telah digelar Polda kecuali Propinsi Irian Jaya Barat. Disamping itu hampir di setiap Polda telah dibentuk Direktorat Narkoba dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Dennsus 88 AT). Sedangkan untuk meningkatkan pelayanan para wisatawan telah dibentuk Direktorat Pam Pariwisata untuk Polda Bali dan Polda Yogyakarta.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Dalam upaya peningkatan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas diperlukan pengembangan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara; pengembangan Sistem Pengamanan Rahasia Negara; pengembangan sumber daya manusia (SDM) Kepolisian; pengembangan sarana dan prasarana kepolisian; pengembangan strategi keamanan dan ketertiban; pemberdayaan potensi keamanan; pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; kerja sama keamanan dan ketertiban; penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; pencegahan dan

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 148-165)