• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 56-63)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

A GENDA M ENCIPTAKAN I NDONESIA YANG A DIL DAN D EMOKRATIS

12. Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memiliki dua fungsi yaitu untuk pendidikan politik di daerah dan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien, dan ekonomis. Implementasi kebijakan tersebut dilakukan sesuai amanat UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah selama enam tahun telah mengalami berbagai kemajuan. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang perlu ditangani antara lain dalam aspek penataan peraturan perundang-undangan, penataan kelembagaan pemerintah daerah, peningkatan kualitas dan kapasitas aparatur pemerintah daerah, pengelolaan keuangan daerah, pelaksanaan kerja sama antardaerah, penataan daerah otonom baru (DOB).

Dalam rangka menyempurnakan kebijakan di bidang desentralisasi dan otonomi daerah telah dilaksanakan berbagai upaya sosialisasi kebijakan desentralisasi secara sistematis, baik bagi jajaran aparatur (pusat dan daerah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maupun masyarakat. Selanjutnya telah dan sedang disusun berbagai RPP sebagai pelaksana UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 yang terkait dengan kelembagaan, keuangan daerah, perimbangan keuangan, aparatur pemerintah daerah, perwakilan daerah, pelayanan, sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta pembentukan DOB. Pemerintah terus berupaya dalam penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) masing-masing sektor, dengan penguatan koordinasi antarkementerian/lembaga dan organisasi perangkat pemerintah daerah agar pelaksanaan SPM di daerah nantinya dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Selama Juni 2005 hingga Juni 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada 252 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota). Pelaksanaan pilkada yang berlangsung dengan aman dan tertib telah mendukung demokrasi di tingkat lokal.

Dalam tahun 2006, terkait dengan proses peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur Pemerintah Daerah, beberapa hal telah dicapai, antara lain: terselesaikannya kajian mengenai standar kompetensi aparatur pemerintah daerah, tersusunnya rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah, terselenggaranya fasilitasi diklat kepada pemerintah daerah, pengkajiandan perbaikan pedoman, kurikulum dan modul; serta meningkatnya kemampuan aparatur dalam mitigasi bencana dan penanganan pascabencana.

Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah melakukan pembuatan standar-standar pembiayaan yang baik, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk menjadikan perimbangan keuangan daerah tidak selalu bertumpu pada subsidi. Pemerintah juga telah menyelesaikan Rencana Aksi Nasional Desentralisasi Fiskal (RAN DF), termasuk pemantauan dan pengendalian pelaksanaan RAN-DF, terlaksananya Sistem Informasi Bina Administrasi Keuangan Daerah (SIBAKD) dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) inkubator di 12 provinsi dan 59 kabupaten/kota.

Pencapaian lainnya adalah terselesaikannya beberapa masalah perebutan aset daerah dan kasus batas administrasi daerah di daerah otonom baru; dan terselesaikannya dukungan peraturan perundangan dalam rangka penanggulangan bencana.

Untuk mengoptimalkan potensinya dan meningkatkan pelayanan publik, pemerintah daerah telah didorong untuk bekerja sama dan melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah. Model dan strategi mengenai bentuk kerja sama antardaerah yang efektif sedang disusun guna meningkatkan kemampuan daerah dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Dalam tahun 2006 telah terbentuk forum-forum kerja sama antar pemerintah daerah dalam bidang keamanan, sosial, ekonomi dan pelayanan publik dasar seperti: forum-forum kerja sama antarpemerintah daerah dalam bidang ekonomi dan keamanan di wilayah perbatasan, serta terbentuknya pelaksanaan pelayanan satu atap bagi perizinan investasi dan pelayanan publik dasar.

Berkaitan dengan kebijakan tentang penataan DOB yang lebih komprehensif, Pemerintah sedang menyusun RPP tentang instrumen tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah. Sejalan itu dilakukan upaya untuk mendorong pemerintah daerah induk untuk melakukan pembinaan serta memfasilitasi kepada pemerintah daerah yang baru menjadi daerah pemekaran di 7 provinsi, 114 Kabupaten, dan 27 Kota baru. Selain itu telah dipersiapkan beberapa strategi untuk mempercepat pembangunan di daerah otonom baru.

Terkait dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah telah dilakukan upaya pemulihan sektor pemerintahan dan kelembagaan antara lain: inventarisasi, perbaikan, dan pembangunan kembali fasilitas publik milik pemerintah pusat maupun daerah yang rusak dengan tetap memberikan dukungan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap sektor swasta, mengembalikan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik, menata kembali kapasitas kelembagaan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, memulihkan hak-hak legal/izin usaha yang hilang melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana untuk menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat dalam melakukan usaha. Adapun untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah dibangun beberapa bangunan pemerintahan yang hancur serta terlengkapinya peralatan kantor dan peralatan manajemen bencana.

Terkait dengan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah telah dilakukan pemantapan peraturan pelaksanaan UU yang mengatur otonomi khusus Provinsi NAD, Provinsi Papua, dan Provinsi Irian Jaya Barat) serta penyelarasan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan sektoral yang bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 khususnya untuk mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi, kegiatan berusaha, dan penciptaan lapangan kerja, serta mantapnya pelaksanaan urusan kepemerintahan.

Selanjutnya terus diupayakan penyelesaian grand strategy

otonomi termasuk penjabaran masing-masing elemennya menjadi Rencana Aksi Nasional (RAN). Peningkatan kelembagaan Pemerintah

Daerah didorong agar lebih efektif, efisien, dan akuntabel sesuai prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

Evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada langsung juga terus dilakukan untuk mendukung keamanan, ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah saat ini dan tahun berikutnya.

Untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas aparatur pemerintah daerah telah ditingkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten dalam pelayanan publik dan mendukung peningkatan iklim berusaha dan investasi terutama pada daerah-daerah hasil pemekaran serta bagi aparatur pemerintah daerah tertentu, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Nias, Kabupaten Alor, Kabupaten Nabire, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Barat dalam mitigasi bencana dan penanganan pascabencana. Kapasitas pengelolaan dan kemampuan keuangan pemerintah daerah akan ditingkatkan agar lebih profesional, tertib, transparan, dan akuntabel.

Dengan kemajuan yang telah dicapai di bidang kerja sama antarpemerintah daerah, berbagai upaya pokok akan dilakukan, antara lain: meningkatkan kerja sama antarpemerintah daerah melalui sosialisasi dan diseminasi PP mengenai kerja sama antardaerah, fasilitasi forum-forum kerja sama antardaerah dalam hal penyediaan pelayanan publik dasar, peningkatan iklim usaha dan investasi, penanganan disparitas antarwilayah, serta penanganan kawasan perbatasan, termasuk melalui fasilitasi peran pemerintah provinsi. Dalam kaitannya dengan penataan DOB, akan dilakukan evaluasi dan penataan terhadap DOB dengan memperhatikan pertimbangan kelayakan teknis, administratif, politis, dan potensi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Terkait dengan pembangunan kapasitas (capacity building) direncanakan untuk mengkaji ulang dan memperbaharui kerangka kerja nasional dalam pembangunan kapasitas untuk mendukung desentralisasi. Saat ini sedang dipersiapkan rancangan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembangunan kapasitas dalam mendukung desentralisasi. Adapun dalam pengendalian dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, upaya lebih lanjut tetap diperlukan untuk membuat Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah lebih operasional dan bisa

menciptakan sistem supervisi yang efektif. Selain itu, saat ini sedang disusun PP mengenai evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk pedoman teknis pelaksanaannya.

13. Penciptaan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan

Berwibawa

Reformasi birokrasi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari agenda pemerintah lainnya dan bagian dari upaya reformasi di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya reformasi birokrasi dimaksudkan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Reformasi birokrasi saling terkait, mulai dari aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, pengawasan hingga aspek pengelolaan SDM aparaturnya termasuk gaji pegawai.

Upaya reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan perubahan yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan birokrasi agar mampu menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan strategis dan mendorong perubahan yang lebih baik dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Agar pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berhasil, upaya secara konsisten dan berkelanjutan serta komitmen yang tinggi dari seluruh komponen bangsa dan negara ditingkatkan dan kemitraan yang baik di antara tiga pilar terkait, yaitu penyelenggara negara – termasuk Pemerintah – pelaku bisnis, dan masyarakat dalam melaksanakan reformasi birokrasi semakin didorong.

Dalam tahun kedua RPJMN Tahun 2004–2009, upaya untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa diarahkan pada: (a) penanggulangan penyalahgunaan kewenangan; (b) peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi negara; dan (c) peningkatan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Arah kebijakan tersebut dijabarkan lebih konkrit dilakukan dalam upaya: (a) pemberantasan korupsi, (b) penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, dan (c) pengelolaan SDM Aparatur yang disertai dengan upaya peningkatan kesejahteraan PNS.

Hasil yang dicapai, antara lain: (a) terselenggaranya Pilot Project penerapan model Island of Integrity di beberapa instansi pemerintah pusat dan daerah sebagai bagian dari upaya penerapan prinsip-prinsip Good Public Governance; (b) tersusunnya konsep RPP

tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP); (c) diterbitkannya PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang antara lain berisi perlunya menyusun Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang mengintegrasikan laporan keuangan dengan laporan kinerja, dan sebagai bagian dari penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja; (d) telah tersusunnya berbagai paket RUU yang mendukung terselenggaranya Reformasi Birokrasi, antara lain: (1) RUU Administrasi Pemerintahan; (2) RUU Pelayanan Publik; dan (3) RUU Etika Penyelenggaraan Negara; (e) tersusunnya RPP tentang Remunerasi PNS; (f) tersusunnya standar kompetensi jabatan fungsional analisis kepegawaian; dan (g) terselenggaranya sosialisasi kebijakan dan strategi PAN dalam rangka reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance) antara lain melalui: dialog interaktif di media elektronik dan dalam forum-forum lainnya, serta distribusi buku-buku dan bahan lainnya tentang reformasi birokrasi dan GPG kepada semua kementerian, LPND, pemda provinsi, kabupaten/kota dan pihak-pihak lainnya yang terkait (stakeholders) sebagai bagian dari upaya untuk mendorong reformasi birokrasi dan penerapan GPG di lingkungannya masing-masing. Di samping itu, untuk mendorong pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, di beberapa daerah telah berhasil dilaksanakan antara lain: (a) pencairan dana kepada pihak ketiga langsung melalui giro/rekening dan tidak lagi melalui pemberian dana segar (fresh money) untuk mengurangi terjadinya KKN; (b) penerapan kesepakatan kinerja (performance agreement) antara bupati dengan pejabat eselon II (dinas, badan, kantor); (c) penandatanganan pakta integritas oleh pejabat yang akan dilantik untuk menduduki suatu jabatan. Selain itu, beberapa pemerintah daerah seperti antara lain: Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kabupaten Pare-Pare, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pemerintah Kabupaten Sragen telah dan sedang melakukan reformasi birokrasi dan penerapan GPG. Diharapkan, hal ini akan mendorong pemerintah daerah lainnya dan juga instansi pemerintah pusat untuk melakukan reformasi birokrasi dan penerapan GPG di lingkungannya masing-masing.

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 56-63)