• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 165-173)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah bersama bangsa Indonesia yang sampai dengan saat ini masih belum dapat dituntaskan. Upaya penyelesaian gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah menunjukkan kemajuan yang berarti dengan telah dicapainya butir-butir kesepakatan bersama dalam perundingan informal di Helsinki. Namun, perlu terus diupayakan adanya kerjasama dalam memelihara suasana kondusif khususnya dalam pelaksanaan butir-butir kesepakatan yang telah dicapai. Tidak dapat dihindari kemungkinan adanya pihak yang melakukan gangguan keamanan berupa penghadangan, penculikan, penyanderaan, serta pemerasan terhadap masyarakat.

Walaupun saat ini kondisi mental dan kesejahteraan rakyat Aceh masih belum pulih akibat separatisme dan bencana tsunami 26 Desember 2004, namun dengan telah disahkannya Undang-undang Pemerintahan Aceh kiranya kondisi keamanan di wilayah Aceh diharapkan semakin kondusif. Saat ini merupakan periode yang sangat penting dalam membangun kebersamaan rakyat Aceh sebagai bagian integral bangsa Indonesia. Keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh akan secara signifikan membangun kepercayaan

dan kebersamaan rakyat Aceh terhadap anak bangsa Indonesia lainnya dalam wadah NKRI.

Sementara itu penyelesaian kasus separatisme di Papua secara simultan terus dilakukan dengan intensif mengupayakan penyelesaian secara komprehensif. Upaya ini telah menunjukkan keberhasilan dengan indikator semakin menurunnya intensitas perlawanan gerakan bersenjata. Namun demikian kondisi sosial masyarakat dan masih kuatnya dukungan sebagian kelompok masyarakat terhadap perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) perlu diwaspadai dengan baik. Adanya pengakuan negara asing meskipun tidak memiliki landasan hukum yang kuat merupakan benih kesulitan di masa yang akan datang apabila upaya-upaya diplomasi luar negeri tidak dilakukan secara intensif. Oleh karena itu, langkah rekonsiliasi dengan OPM masih membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya. Dengan demikian, langkah preventif untuk mencegah semakin mengakarnya gerakan OPM lebih tepat jika diarahkan dengan cara mengambil hati masyarakat Papua dengan membangun Papua secara berkeadilan.

Pencegahan dan penanggulangan gerakan separatisme terutama di Aceh dan Papua secara signifikan telah menguras sumber daya nasional. Berbagai langkah kebijakan telah diterapkan terhadap kedua wilayah tersebut. Otonomi khusus di provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan disahkannya UUPA yang memberikan berbagai opsi bagi pembangunan dan keleluasaan penyelenggaraan pemerintahan di provinsi NAD diharapkan benar-benar dapat menyelesaikan dan menghapus tuntutan serta ide separatisme di wilayah Aceh secara abadi.

Sejumlah kebijakan yang telah dan sedang dilaksanakan bagi provinsi Papua telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan kearah terciptanya kondisi lebih baik. Kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai memerlukan waktu bagi penyelesaian permasalahan secara menyeluruh. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menurunkan tingkat perlawanan gerakan separatis dan menggalang tokoh kunci gerakan separatis OPM. Tergalangnya tokoh-tokoh kunci gerakan separatis tersebut diharapkan mampu meredam aktivitas bersenjata. Di samping itu, upaya-upaya pembinaan secara terus

menerus perlu dilakukan agar gerakan separatisme tidak mengkristal sehingga sulit ditangani.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Ancaman disintegrasi bangsa yang muncul sebagai dampak dari rasa ketidakadilan serta merebaknya sentimen primordialisme secara berlebihan telah melunturkan rasa dan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI yang masih memerlukan penanganan serius saat ini adalah di Aceh dan Papua. Implementasi butir-butir MoU menghadapi berbagai kendala, seperti masih adanya sementara kalangan yang menolak Undang- Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan sikap GAM yang dinilai belum secara tulus menerima perdamaian. Namun demikian, pemberian amnesti dan abolisi kepada 1.424 orang mantan anggota GAM, akan merupakan nilai positif bagi penyelesaian masalah separatisme di provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Sementara itu, Gerakan Separatis Papua (GSP) terdeteksi terus memperkuat basis dukungan melalui lembaga politik dan adat, seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Adat Papua (DAP). Gerakan politiknya juga memperluas resistensi masyarakat Papua terhadap kebijakan otonomi khusus (Otsus) dan pemekaran wilayah. Disamping mengangkat isu Freeport, mereka berupaya menginternasionalisasikan masalah Papua melalui pencarian suaka politik ke beberapa negara asing bahkan mendapatkan dukungan dari negara asing, sehingga dapat meningkatkan moral kelompok GSP. Adanya pengakuan dari negara lain yang memberikan ijin pembukaan perwakilan GSP, meskipun tidak memiliki landasan hukum yang kuat namun dapat diperkirakan merupakan benih kesulitan di masa mendatang yang akan semakin mempersulit penyelesaian masalah Gerakan Separatis Papua.

Disamping itu, pemahaman terhadap kehidupan bangsa yang multietnis dan multikulturis yang belum sepenuhnya utuh serta permasalahan kesejahteraan dan keadilan sosial yang dihadapi sebagian masyarakat Papua, dan sikap sebagian elit politik Papua terindikasi turut memberikan andil bagi berlarut-larutnya penyelesaian masalah separatisme di Papua, serta sengketa pilkada yang hingga kini

belum terselesaikan merupakan sikap elit politik khususnya para calon yang tidak siap menerima kekalahan, secara keseluruhan lambat laun akan menjadi akumulasi dan lahan subur bagi tetap berkembangnya ide dan gerakan separatisme di Papua.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL

YANG DICAPAI

Langkah-langkah kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme adalah:

1) Penguatan koordinasi dan kerjasama antarlembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separtisme.

2) Pemulihan keamanan dan peningkatan upaya-upaya komprehensif penyelesaian separatisme di NAD dan Papua terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penumbuhan rasa cinta tanah air.

3) Penguatan peran aktif masyarakat lokal dalam pencegahan dan penanggulangan separtisme.

4) Mendeteksi secara dini potensi-potensi konflik dan separatisme. 5) Penguatan komunikasi politik pemerintah dan masyarakat. 6) Pelaksanaan pendidikan politik yang berbasiskan multietnis dan

multikultur dan rasa saling percaya.

Dalam penyelesaian masalah separatis, Pemerintah terus berupaya mengatasi dan mengeliminasi sejumlah kendala yang ada. Disadari bahwa UUPA yang telah disetujui oleh DPR-RI pada tanggal 11 Juli 2006 tidak mungkin dapat memuaskan semua pihak, terlebih untuk dapat mengakomodasi 2 kepentingan yang berbeda. Demi kepentingan perdamaian, Pemerintah memperpanjang masa tugas

Aceh Monitoring Mission (AMM). Terkait dengan masalah reintegrasi bagi GAM dan masyarakat korban konflik, Pemerintah berusaha melakukan restrukturisasi Badan Reintegrasi Aceh (BRA) sebagai badan yang bertanggung jawab dalam proses reintegrasi guna dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya, sehingga diharapkan GAM

dan masyarakat korban konflik dapat terbantu dan hidup normal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Secara sungguh-sungguh Pemerintah berupaya menciptakan suasana yang kondusif dengan mengeliminir potensi-potensi kerawanan, khususnya penindakan terhadap aksi-aksi kriminalitas dengan menggunakan senjata api. Aparat keamanan berupaya terus memburu keberadaan senjata illegal guna menghindari munculnya masalah gangguan keamanan yang berpotensi menggagalkan upaya perdamaian. Pemerintah secara intens melakukan koordinasi dengan pihak GAM dan AMM untuk secara bersama membahas segala permasalahan, baik di Commision on Security Arrangement (CoSA) maupun aktivitas penting lainnya seperti sosialisasi MoU serta UUPA di seluruh wilayah NAD.

Kendati masih dihadapkan pada sejumlah kendala selama masa implementasi damai, namun Pemerintah optimis perdamaian komprehensif di Aceh dapat diwujudkan. Keseriusan pemerintah telah ditunjukkan sejak awal, antara lain dengan berusaha keras meyakinkan pihak-pihak yang kurang mendukung penandatanganan perdamaian karena dinilai lebih menguntungkan GAM dan mengancam keutuhan NKRI. Di sisi lain, pada tingkatan akar rumput, rakyat Aceh termasuk anggota GAM pasca bencana tsunami sudah jenuh dengan suasana konflik, sehingga perdamaian merupakan satu- satunya harapan bagi mereka untuk hidup lebih baik di masa mendatang.

Adapun terkait dengan permasalahan separatisme di Papua, Pemerintah berupaya menempuh langkah-langkah strategis, baik lobi- lobi internasional maupun pendekatan stakeholder di Papua. Menyangkut pemberian suaka oleh pemerintah Australia kepada 43 warga negara Indonesia asal Papua, pemerintah melakukan protes keras antara lain dengan penarikan sementara Dubes RI untuk Australia. Pada tingkat kementerian terkait/instansi, Pemerintah melakukan pendekatan khusus kepada pihak Australia. Pemerintah juga mendorong dan memfasilitasi DPR RI untuk melakukan pendekatan dengan berbagai pihak di Australia, yang pada akhirnya mampu mengubah sikap Australia untuk meninjau kembali kebijakan keimigrasiannya, khususnya terkait dengan para pencari suaka asal Papua.

Pendekatan internasional juga dilakukan dan berhasil meyakinkan kelompok GSP di Papua New Guinea (PNG) bersikap mendukung kebijakan Otonomi Khusus di Papua. Di dalam negeri, Pemerintah senantiasa berupaya mendorong terwujudnya suasana kondusif di Papua dengan meningkatkan keamanan dan terus berusaha mengadakan pendekatan dan memfasilitasi perdamaian antara elit-elit Papua khususnya yang bersaing di Pilkada 2006 untuk memiliki sikap menerima hasil pilkada yang telah diselenggarakan secara demokratis, sehingga tidak mengorbankan masyarakat kecil. Meskipun terdapat sedikit gesekan, pelantikan Gubernur Papua pada tanggal 24 Juli 2006 menandakan proses demokrasi telah berjalan dengan baik di Papua. Selanjutnya pemerintah optimis permasalahan separatisme di Papua dapat diselesaikan seiring dengan pelaksanaan otonomi khusus.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Dalam rangka meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai serta mengatasi permasalahan yang dihadapi, maka diperlukan pengembangan ketahanan nasional, pengembangan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara, penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI, pemantapan keamanan dalam negeri, peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional, serta peningkatan kualitas pelayanan informasi publik.

Upaya pengembangan ketahanan nasional, perlu ditindaklanjuti dengan (a) perumusan rancangan kebijakan nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional untuk menjamin tercapainya tujuan dan kepentingan nasional dan keselamatan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan dan kesatuan, (b) penelitian dan pengkajian strategis masalah aktual yang berkaitan dengan konsepsi pertahanan dan keamanan nasional, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan sistem manajemen nasional, (c) pendidikan strategis ketahanan nasional dalam rangka peningkatan kualitas kader pimpinan nasional, dan (d) pemantapan nilai-nilai kebangsaan melalui penyelenggaraan perumusan kebijaksanaan secara konsepsional serta pengembangannya.

Adapun pengembangan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) pengembangan intelijen negara didukung intelijen teritorial dan intelijen sektoral/fungsional agar mampu melakukan deteksi dini gerakan separatisme, serta penanggulangan perang urat syaraf dari berbagai anasir separatisme yang sudah memasuki berbagai aspek kehidupan (melalui counter opinion, peperangan informasi, dan pengawasan wilayah); (b) koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI dalam hal mencegah dan menanggulangi separatisme; (c) pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini untuk mencegah dan menanggulangi separatisme.

Dalam penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI, tindak lanjut yang diperlukan adalah: (a) antisipasi dan pelaksanaan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) terhadap gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI terutama gerakan separatisme bersenjata yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia, (b) antisipasi dan pelaksanaan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) terhadap aksi radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar Pancasila yang mengarahkepada separatisme, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri, serta (c) pelaksanaan diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI.

Selanjutnya pemantapan keamanan dalam negeri, tindak lanjut yang diperlukan adalah peningkatan koordinasi penanganan terhadap gangguan keamanan yang mengancam integritas NKRI serta persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) pendidikan politik masyarakat, (b) sosialisasi wawasan kebangsaan, (c) upaya perwujudan dan fasilitasi berbagai fora dan wacana-wacana sosial politik yang dapat memperdalam pemahaman mengenai pentingnya persatuan bangsa, mengikis sikap diskriminatif, dan menghormati perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.

Sementara itu, penegakan hukum serta penyelesaian pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua dan masih adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah masalah- masalah yang perlu diselesaikan, karena upaya penyelesaian masalah tersebut selama ini dinilai kurang menyentuh akar masalah (root problems) dan aspirasi masyarakat Papua, sehingga memicu berbagai kekecewaan dan ketidakpuasan.

Dalam peningkatan kualitas pelayanan informasi publik, tindak lanjut yang diperlukan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan informasi yang memperkuat ikatan persatuan dan kebangsaan.

BAB 6

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 165-173)