• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 87-99)

REPUBLIK INDONESIA 16 AGUSTUS

A GENDA M ENCIPTAKAN I NDONESIA YANG A DIL DAN D EMOKRATIS

25. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Potensi SDA, letak geografis, dan kualitas SDM yang berbeda antarwilayah telah menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antarwilayah di Indonesia. Ketimpangan tersebut terjadi terutama antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, antara Jawa dan luar Jawa, antara metropolitan, kota besar, menengah, dan kecil, antara perkotaan dan perdesaan, serta ketertinggalan pada daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dilakukan melalui pembangunan wilayah-wilayah yang potensial, strategis dan cepat tumbuh, pembangunan daerah tertinggal dan terisolir, pembangunan di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, pembangunan perkotaan, penataan ruang, dan pengelolaan pertanahan.

Dalam pembangunan wilayah, beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain adanya berbagai kebijakan maupun peraturan perundang-undangan yang menghambat, baik di tingkat pusat maupun daerah; perbedaan kapasitas pemerintah dan kelembagaan, baik di pusat dan daerah maupun di Jawa dan luar Jawa; lemahnya sosialisasi, pendataan dan penyebaran informasi pembangunan; belum tertanganinya permasalahan pembangunan secara terpadu serta lemahnya keterkaitan pembangunan wilayah; dan rendahnya pelayanan publik di berbagai bidang. Selanjutnya pembangunan wilayah-wilayah potensial, strategis dan cepat tumbuh masih terhambat oleh rendahnya keterpaduan kerja sama pengembangan wilayah yang meningkatkan kegiatan investasi. Sedangkan pembangunan daerah tertinggal dan terisolir, serta pembangunan di daerah perbatasan masih dihadapkan pada belum memadainya sumber pendanaan dan belum terpadunya antar sektor, lemahnya penegasan garis batas administrasi perbatasan antarnegara dan antarwilayah, masih menonjolnya permasalahan keamanan, dan belum optimalnya pemanfaatan potensi ekonomi lokal.

Sementara itu, permasalahan khusus dalam pembangunan perkotaan adalah terjadinya kesenjangan pertumbuhan antar kota dan antara kota dan desa, belum optimalnya fungsi ekonomi perkotaan, memburuknya kualitas lingkungan fisik dan hidup masyarakat di perkotaan dan perdesaan, kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional, serta terjadinya fragmentasi pelaksanaan pembangunan

perkotaan, baik fungsional maupun geografis. Dalam bidang penataan ruang, permasalahan yang terjadi antara lain belum lengkap dan serasinya peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang terkait, belum dilaksanakannya rencana tata ruang secara konsisten dan masih lemahnya sistem pengendalian pemanfaatan ruang, serta belum tersedianya peta dasar perpetaan pada skala yang memadai. Permasalahan khusus yang dihadapi dalam pengelolaan pertanahan antara lain adalah belum mantapnya jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, serta ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T).

Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk mengurangi ketimpangan wilayah. Secara khusus, kebijakan pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh diarahkan pada pengembangan wilayah perdagangan dan pelabuhan bebas, pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di kawasan transmigrasi, meningkatkan kerja sama pembangunan dengan negara-negara tetangga, mengarahkan pengembangan infrastruktur untuk mendukung pusat-pusat produksi serta pengembangan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan, dalam kaitannya dengan kawasan tertinggal di sekitarnya

Dalam pembangunan daerah tertinggal, arah kebijakan yang diambil diantaranya adalah peningkatan kualitas SDM, peningkatan ketersediaan dan akses masyarakat terhadap sarana prasarana ekonomi, khususnya untuk pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT), serta meningkatkan kerja sama antardaerah. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut, telah ditetapkan cetak biru pembangunan daerah tertinggal dalam bentuk Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PDT) di 199 kabupaten daerah tertinggal. Sedangkan untuk pembangunan wilayah perbatasan negara diantaranya meliputi pengembangan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward looking) menjadi berorientasi ke luar (outward looking) dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara dan pusat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya dalam rangka mendukung pembangunan pulau- pulau kecil di wilayah perbatasan, pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 78 Tahun 2005 mengenai pengelolaan 92 pulau-pulau kecil terluar.

Pembangunan perkotaan diarahkan untuk menyeimbangkan dan mengendalikan pertumbuhan pembangunan, mempercepat pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar pulau Jawa, dan mendorong keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dan perdesaan. Selanjutnya, kebijakan di bidang penataan ruang diarahkan pada pelaksanaan kerangka pengembangan kawasan strategis nasional, penerapan sanksi dan standar pelayanan minimal (SPM) implementasi untuk pengendalian pemanfaatan ruang, pelaksanaan Rencana Tata Ruang sesuai dengan hirarki perencanaan, penyiapan, pengembangan, dan sosialisasi norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM) bidang penataan ruang, penguatan kelembagaan penataan ruang di daerah, dan pengadaan peta dasar nasional, khususnya untuk Kawasan Timur Indonesia. Untuk meningkatkan pengelolaan pertanahan dilakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan, inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, penyelesaian konflik-konflik, dan penguatan kelembagaan pertanahan.

Dengan kebijakan tersebut beberapa hasil telah dicapai. Dalam pengembangan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh antara lain adalah tersusunnya panduan kebijakan, pedoman, mekanisme perencanaan, serta indikator pembangunan terpadu pengembangan kawasan, tersusunnya revitalisasi manajemen pengembangan dan manajemen pengelolaan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), terlaksanakannya pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, fasilitasi pelaksanaan kewenangan daerah di Kawasan Otorita, fasilitasi penanganan masalah kewenangan daerah, fasilitasi dan koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR), fasilitasi penyiapan sarana dan prasarana di unit permukiman transmigrasi baru, fasilitasi perpindahan dan penempatan transmigrasi dan penataan penduduk, fasilitasi pembinaan dan pemberdayaan masyarakat transmigrasi, dan fasilitasi penyelesaian masalah pengungsi.

Dalam pembangunan daerah tertinggal telah terbangun berbagai sarana prasarana transportasi, air bersih perdesaan dan sanitasi, irigasi sederhana serta listrik dan penerangan, tersedianya pelayanan transportasi perintis yang didukung dengan pembangunan sarana dan

prasarana serta pengoperasian transportasi perintis darat, laut dan udara. Meningkatnya berbagai pembangunan dan pelayanan yang diarahkan pada daerah-daerah tertinggal, terwujudnya penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE), serta RTRW wilayah tertinggal, dan terlaksanakannya percepatan pembangunan pada wilayah pascakonflik di provinsi Maluku dan Maluku Utara dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2003.

Selanjutnya dalam pembangunan wilayah perbatasan dan pulau- pulau kecil terluar telah tersusun enam Raperpres tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perbatasan Negara, tersusunnya RTR Kawasan Pulau Terluar Perbatasan (NAD-Sumut, Maluku Utara- Papua, Nusa Tenggara Timur/NTT/Pulau Alor), tersusunnya draft rencana induk pembangunan wilayah perbatasan beserta kelembagaannya, terlaksanakannya pembangunan SDM melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan, terbentuknya Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, terbangunnya tugu batas dan menara/rambu suar di beberapa titik wilayah, terbangunnya pos lintas batas, serta pelayanan imigrasi, bea cukai, dan karantina di beberapa daerah perbatasan, terlaksanakannya penyelamatan Pulau Nipah, terlaksanakannya pemutakhiran data dan informasi, penyiapan rencana induk, serta penyiapan rencana aksi pembangunan pulau-pulau kecil terluar.

Sementara itu dalam pembangunan perkotaan telah terlaksana pembinaan pengelolaan kota-kota besar dan metropolitan, fasilitasi pengembangan kota-kota menengah dan kecil, terlaksanakannya pembinaan peningkatan fungsi kawasan perkotaan, terlaksanakannya penataan kebijakan dan fasilitasi pengembangan kapasitas pengelolaan perkotaan, dan fasilitasi keserasian kota dalam pengembangan perkotaan.

Di bidang penataan ruang telah terselesaikan berbagai kegiatan penyusunan peraturan perundangan penataan ruang beserta sosialisasinya, telah dibentuknya Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), terlaksanakannya berbagai kegiatan pembinaan penataan ruang daerah, tersusunnya peta rupa bumi dan terbangunnya basis data spasial, tersusunnya rencana tata ruang laut dan pesisir di beberapa kawasan dan gugus-gugus pulau, serta tersusunnya rencana

tindak pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil. Selain itu, saat ini juga sedang dilakukan penyiapan penyusunan rencana tindak pemanfaatan ruang pesisir dan laut Selat Karimata dan Kota Manado, serta penyusunan tata ruang pesisir dan laut di beberapa wilayah.

Adapun di bidang pertanahan telah tersusun dan ditetapkannya Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) per- tanahan, terlaksanakannya penyempurnaan peraturan perundang- undangan di bidang pertanahan, terlaksanakannya penyederhanaan mekanisme pendaftaran dan penetapan hak atas tanah, penyelesaian masalah pertanahan di Provinsi NAD, inventarisasi, pemetaan dan penyelesaian masalah tanah-tanah di wilayah bekas konflik di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, dan meningkatnya kualitas dan kuantitas pengelolaan pertanahan melalui pemanfaatan teknologi informasi.

Tindak lanjut untuk pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah melalui pengembangan kawasan cepat tumbuh dan strategis antara lain adalah penguatan peran dan kapasitas kelembagaan pengelola kawasan seperti KAPET, KESR, dan pelabuhan bebas, peningkatan jejaring kerja sama antar wilayah, antar pelaku, dan antar sektor, serta pemberian insentif dan fasilitasi yang mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru.

Untuk lebih mengembangkan daerah tertinggal dan terisolir serta daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, tindak lanjut yang dilakukan diantaranya adalah penyusunan strategi pembangunan daerah tertinggal, finalisasi rencana induk pengembangan wilayah perbatasan beserta kelembagaannya, finalisasi rencana induk dan rencana aksi pembangunan pulau-pulau kecil terluar prioritas, penyelenggaraan survei dan pemetaan serta pengembangan basis data batas wilayah, serta identifikasi dan penetapan desa-desa tertinggal di Indonesia. Sementara itu, juga dilakukan pengembangan sarana dan prasarana ekonomi dan pelayanan sosial dasar khususnya untuk pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Selain itu, dilakukan penataan batas negara di darat dan laut, peningkatan kondisi politik, hukum, dan keamanan, pengembangan sektor-sektor unggulan berbasis sumberdaya lokal, peningkatan kerja sama antar sektor dan pemerintah daerah, serta pengembangan kawasan transmigrasi di wilayah perbatasan.

Pembangunan perkotaan akan ditingkatkan dengan pengembangan kerangka kebijakan pengelolaan kawasan perkotaan skala besar, fasilitasi kerja sama antarpemerintah kota, penyusunan konsep pengembalian fungsi kawasan permukiman di metropolitan, penyiapan kebijakan strategis (jakstra) pengembangan kota kecil, kota menengah, kota besar dan metropolitan, peningkatan kualitas pelayanan dasar perkotaan, penguatan koordinasi pembangunan perkotaan, peningkatan kapasitas SDM serta kelembagaan pusat dan daerah, peningkatan kemampuan pembangunan dan produktivitas kota-kota kecil dan menengah, dan penyusunan profil kota dalam peran dan fungsi hirarki kota.

Penataan ruang akan ditingkatkan dengan mendukung proses pengesahan RUU Perubahan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan berbagai peraturan perundangan tentang penataan ruang, penguatan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) dan BKPRD, pengaturan aspek lingkungan hidup, kawasan lindung dan daerah rawan bencana, penyusunan norma, standar, prosedur, dan manual pelaksanaan penataan ruang, penyediaan dan menjamin kelengkapan data dan peta dasar rupa bumi, serta pengembangan basis data rupabumi dan tata ruang. Selanjutnya pengelolaan pertanahan akan ditingkatkan dengan pemantapan jaminan kepastian hukum, pengurangan ketimpangan P4T, pembangunan dan pengembangan pengelolaan data dan informasi pertanahan, serta penguatan kelembagaan pertanahan.

26. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Yang

Berkualitas

Pembangunan pendidikan telah memberikan hasil yang baik seperti tercermin pada meningkatnya rata-rata lama sekolah dan angka melek aksara penduduk usia lima belas tahun ke atas, serta peningkatan angka partisipasi kasar (APK) di setiap jenjang pendidikan dan angka partisipasi sekolah (APS) pada semua kelompok umur anak-anak usia sekolah. Pembangunan pendidikan dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain masih banyaknya anak-anak usia sekolah terutama dari kelompok miskin yang tidak dapat memperoleh pelayanan pendidikan karena mahalnya biaya pendidikan, banyaknya gedung sekolah yang rusak berat maupun ringan, belum memadainya biaya operasional yang diperlukan untuk

pelaksanaan proses belajar dan mengajar yang bermutu, kurang dan belum meratanya pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu, kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat seperti antara penduduk kaya dan miskin, dan antara penduduk perkotaan dan perdesaan, juga tampak nyata terutama pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan pendidikan menengah, serta partisipasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi juga relatif masih rendah. Demikian pula, kualitas pendidikan dinilai masih rendah karena belum sepenuhnya mampu memberikan kompetensi sesuai dengan tahap pendidikan yang dijalani peserta didik. Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas juga masih tinggi meskipun angka melek aksara penduduk usia 15–24 meningkat.

Dalam rangka memperluas akses pendidikan, dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2006 penyediaan sarana dan prasarana terus ditingkatkan. Pembangunan unit sekolah baru dan pembangunan sekolah satu atap pada tahun 2006 ditingkatkan dengan memberikan perhatian terutama pada daerah tertinggal. Untuk meningkatkan daya tampung satuan pendidikan yang sudah ada dilakukan penambahan ruang kelas baru. Penambahan fasilitas pendukung juga dilakukan sehingga kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

Sejalan dengan itu, mulai tahun ajaran 2005/2006 telah disediakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk satuan-satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar sembilan tahun yaitu untuk SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, satuan pendidikan non-Islam baik negeri maupun swasta, serta pesantren salafiyah yang melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dan Bantuan Khusus Murid (BKM) atau beasiswa untuk siswa miskin pada jenjang SMA/SMK/MA. Pada tahun 2006 penyediaan dana BOS diberikan bagi 29,4 juta peserta didik pada jenjang SD/SDLB/MI dan satuan pendidikan non-Islam dan pesantren salafiyah setara SD, serta bagi 10,49 juta peserta didik pada jenjang SMP/SMPLB/MTs, satuan pendidikan non-Islam dan pesantren salafiyah setara SMP. Adapun pada jenjang pendidikan menengah telah disediakan beasiswa untuk siswa miskin di SMA/SMK/MA bagi 698,45 ribu siswa. Melalui pemberian beasiswa ini diharapkan partisipasi penduduk miskin yang menempuh jenjang pendidikan menengah dapat terus ditingkatkan.

Berbagai upaya tersebut meningkatkan jumlah siswa pada tahun ajaran 2005/2006 menjadi lebih dari 41,0 juta untuk jenjang pendidikan dasar termasuk siswa yang dididik oleh pendidikan alternatif seperti sekolah menengah pertama terbuka dan pesantren salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Jumlah siswa tersebut melampaui target yang ingin dicapai pada tahun ajaran 2005/2006, yaitu sebanyak 39,67 juta siswa. Sementara itu jumlah siswa untuk jenjang pendidikan menengah yang mencakup SMA, SMK, dan MA mencapai 6,36 juta.

Upaya peningkatan mutu pendidikan juga terus dilakukan, antara lain, melalui peningkatan kualitas guru. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru harus berkualifikasi pendidikan minimal S-1 atau Diploma 4. Menurut data Depdiknas 2005, dari jumlah guru negeri dan swasta sebanyak 2,6 juta orang, yang telah memenuhi kualifikasi akademik yang disyaratkan oleh UU baru sebesar 37,3 persen. Untuk memenuhi amanat UU, telah dilaksanakan pendidikan lanjutan bagi guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik yang disyaratkan. Sejalan dengan hal tersebut, telah pula dimulai persiapan pelaksanaan sertifikasi bagi guru-guru yang telah mencapai Diploma 4 dan S-1.

Hal yang sangat membanggakan adalah keberhasilan lima pelajar Indonesia dalam meraih empat medali emas dan satu medali perak dalam Olimpiade Fisika Internasional ke-37, yang diselenggarakan pada tanggal 8–16 Juli 2006 di Nanyang Technological University, Singapura. Bahkan salah satu di antara pelajar tersebut mampu meraih predikat The Absolute Winner, yang mengantarkannya menjadi juara dunia dan mematahkan dominasi pelajar-pelajar China serta meninggalkan pesaing-pesaing utama dari Australia, Amerika Serikat, dan Jerman.

Untuk mendukung pendidikan keberaksaraan, pada tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2006 telah dilakukan pelayanan pendidikan keberaksaraan fungsional bagi 152.610 peserta didik dan bantuan teknis bagi 9.410 kelompok keberaksaraan. Berbagai upaya yang dilakukan, termasuk pencanangan gerakan pengentasan buta aksara pada tahun 2005, telah meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan LSM dalam upaya meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan pengentasan buta aksara. Selain itu, upaya pencegahan anak

putus sekolah pada kelas awal sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah diharapkan dapat mencegah penambahan jumlah penduduk buta aksara. Untuk mendukung pendidikan keberaksaraan yang bermutu telah pula dikembangkan budaya dan minat baca masyarakat dengan memberikan subsidi bagi 1.079 lembaga penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (TBM).

Dengan memperhatikan tantangan yang akan dihadapi dan kemajuan yang telah dicapai, pembangunan pendidikan akan diarahkan untuk penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun antara lain dengan melanjutkan penyediaan BOS untuk sekolah SD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/MTs baik negeri maupun swasta serta pesantren salafiyah yang melaksanakan pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Selain itu, penyediaan BKM atau beasiswa bagi siswa miskin di sekolah SMA/SMK/MA untuk memberi peluang yang lebih besar bagi mereka untuk terus bersekolah. Untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan, jumlah dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan akan terus ditingkatkan dengan memberikan perhatian lebih besar pada daerah tertinggal, terpencil, kepulauan dan perbatasan, serta akan dilaksanakan uji coba bantuan tunai bersyarat (BTB) bidang pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan terus dilaksanakan pendidikan lanjutan bagi guru- guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik yang disyaratkan. Sejalan dengan hal itu, telah pula dimulai persiapan pelaksanaan sertifikasi bagi guru-guru yang telah mencapai Diploma 4 dan S-1.

Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kemampuan keberaksaraan dan minat penduduk dewasa mengikuti pendidikan keberaksaraan fungsional perlu terus ditingkatkan intensitas dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keberaksaraan fungsional tersebut melalui pengembangan materi belajar dan mengajar yang sesuai dengan keperluan fungsional masayarakat dan meningkatkan jumlah kelompok sasaran.

27. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Kesehatan Yang

Berkualitas

Salah satu langkah penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui peningkatan akses masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dalam setahun terakhir pembangunan kesehatan ditekankan pada: pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, masalah gizi buruk, penyakit flu burung, penyakit polio, bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di berbagai daerah, perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat, serta pengawasan obat dan makanan.

Berbagai data menunjukkan bahwa taraf kesehatan kelompok penduduk miskin lebih buruk keadaannya dibandingkan dengan kelompok penduduk kaya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu pada kelompok penduduk miskin. Salah satu penyebabnya adalah adanya keterbatasan penduduk miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan yang tersedia baik di puskesmas maupun rumah sakit. Langkah nyata yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan langsung secara gratis kepada penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas tiga rumah sakit.

Bencana alam yang terjadi terus menerus khususnya di Aceh, Nias, DIY dan Jateng telah menimbulkan korban jiwa yang luar biasa, baik yang meninggal, hilang maupun yang luka-luka. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan banyak yang hancur dan kurang berfungsi secara optimal. Untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan serangkaian kegiatan secara terencana baik pada tahap darurat, maupun pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Khusus untuk penanganan bencana alam di DIY dan Jawa Tengah telah dilakukan upaya antara lain evakuasi korban bencana, mengoperasikan pos pelayanan kesehatan di daerah bencana, memberikan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, pencegahan dan pemberantasan penyakit, serta pengiriman tenaga medis maupun paramedis yang berasal dari berbagai daerah. Saat ini sedang direncanakan pembangunan dan rehabilitasi sarana pelayanan kesehatan yang mengalami kerusakan baik puskesmas maupun rumah sakit.

Perhatian terus diberikan pada masalah gizi buruk atau kurang energi dan protein pada tingkat parah yang terjadi di beberapa daerah antara lain di NTT dan NTB, dan menimbulkan kematian pada anak balita. Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait,

dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal yaitu: anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Masalah gizi buruk terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin. Untuk mengatasi hal ini telah dilakukan langkah darurat antara lain melaksanakan sistem kewaspadaan dini secara intensif, pelacakan dan penemuan kasus gizi buruk, perawatan penderita di rumah sakit, dan pemberian makanan tambahan. Dalam jangka menengah upaya yang dilakukan antara lain revitalisasi puskesmas dan posyandu, pemberdayaan keluarga, dan revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

Berbagai penyakit menular masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendominasi, salah satunya adalah munculnya penyakit flu burung yang merupakan salah satu penyakit

new-emerging yang berdampak luas pada kesehatan hewan dan

manusia di dunia. Saat ini flu burung sudah endemik di 27 provinsi di Indonesia dan terdapat 8 provinsi sebagai wilayah yang terinfeksi flu burung. Sampai Juli 2006 jumlah kasus yang terkonfirmasi sebanyak 54 kasus dan 41 kasus diantaranya meninggal dunia. Hal ini menunjukkan perlunya mengantisipasi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) flu burung dari waktu ke waktu di daerah tersebut. Flu Burung masih bersirkulasi dalam populasi binatang terutama unggas di Indonesia, selama itu pula kemungkinan flu burung menjangkiti manusia tidak dapat dihindari. Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mencegah penyebaran flu burung ini antara lain : (a) surveilans aktif terhadap kemungkinan terjadinya kasus atau penemuan kasus baru, pengamatan terhadap kontak dekat (closed contact), dan melakukan penyelidikan untuk menemukan sumber penularan; (b) respon terhadap kejadian yaitu dengan tata laksana kasus di rumah sakit dan rujukan serta menyiagakan 44 rumah sakit rujukan SARS menjadi rumah sakit rujukan Flu Burung; (c) memperkuat kemampuan laboratorium regional; (d) bantuan obat anti virus (oseltamivir); (e) penyediaan PPE (Personal Protection Equipment); dan (f) telah disusun kebijakan Penanggulangan Flu Burung di Indonesia dan pedoman National Influenza Pandemic Preparedness (NIPP) dan

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 87-99)