• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 194-200)

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Opini publik domestik dan internasional terhadap determinasi kebijakan politik luar negeri Indonesia selalu menjadi elemen yang sangat penting dalam formulasi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, baik sebagai policy

maupun actions. Dalam konteks ini, dinamika persepsi masyarakat internasional terhadap Indonesia dinilai akan sangat mempengaruhi

attitude dan behaviour masyarakat internasional dan pada akhirnya

dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan politik negara lain terhadap Indonesia.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Terdapat sejumlah masalah atau isu-isu terkait dengan pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerja sama internasional, antara lain potensi disintergrasi bangsa terkait dengan internasionalisasi masalah Papua, penyelesaian wilayah perbatasan, kerja sama dalam lingkup ASEAN, langkah pendekatan R.I. dalam persoalan Timur Tengah, peran Indonesia dalam keanggotaan Dewan HAM PBB, dialog antaragama (interfaith dialogue), persoalan nuklir

Iran, dan perlindungan terhadap WNI di luar negeri, serta kerja sama bilateral.

1. Penyelesaian Masalah Separatisme di Papua

Permasalahan potensi disintegrasi bangsa merupakan hal yang penting bagi Indonesia yang apabila tidak ditangani dengan segera dan bijaksana serta komprehensif akan menjadi ancaman serius bagi NKRI, seperti contohnya mengenai permasalahan di Propinsi Papua. Pencegahan terhadap upaya internasionalisasi masalah Papua ini perlu secara seksama dan terus menerus diupayakan melalui peran diplomasi.

Untuk itu diperlukan berbagai usaha yang bertujuan memagari potensi disintegrasi bangsa melalui peningkatan dukungan internasional terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan dukungan internasional terhadap pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) sebagai solusi yang paling tepat.

Dalam menjaga kedaulatan NKRI, Pemerintah senantiasa berupaya untuk menangani permasalahan yang melatarbelakanginya dengan memajukan upaya-upaya peningkatan dan pemerataan kesejahteraan, penjagaan ketertiban dan keamanan, serta penegakan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dengan konsistennya upaya pemberian otonomi khusus di Papua, serta upaya yang terus dilakukan oleh Perwakilan RI di luar negeri untuk mencegah upaya beberapa kelompok separatisme yang mencoba untuk menarik perhatian dunia internasional terhadap gerakan mereka, seperti keberadaan simpatisan RMS, OPM/PDP dan Pendukung Kemerdekaan Papua (PKP) di luar negeri.

2. Penyelesaian Masalah Wilayah Perbatasan

Kepercayaan publik terhadap pelaksanaan diplomasi perbatasan sangat tergantung pada kemajuan yang bisa dicapai dalam proses perundingan yang dilakukan dengan negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perundingan perbatasan. Proses ini harus didukung dengan sumber daya, baik berupa dana, expertise, maupun teknologi yang memadai. Kekurangan dalam hal sumber daya bersama dengan masalah koordinasi dan soliditas antar instansi pemerintah merupakan faktor yang dapat menghambat perjuangan pemerintah dalam setiap perundingan perbatasan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam setiap perundingan batas maritim adalah proses ini merupakan pendekatan yang membutuhkan waktu yang tidak bisa diperkirakan dan sangat bergantung pada political will dari pihak negara tetangga.

Dalam rangka optimalisasi berbagai potensi yang ada pada forum-forum kerja sama internasional terutama melalui kerja sama ASEAN, APEC, AFTA, kerja sama multilateral lainnya, dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia sebagaimana dijelaskan pada sasaran program peningkatan kerja sama internasional, termasuk di dalamnya penanganan wilayah perbatasan bersama. Seperti kita ketahui bersama bahwa saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan perbatasan, baik yang substansinya dapat diselesaikan secara teknis maupun politis, dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste. Permasalahan dimaksud antara lain terkait dengan: pelintas batas, pembalakan ikan, pembalakan kayu, pembalakan bahan mineral, perbedaan aspek teknis dalam penggambaran peta wilayah perbatasan (sistem datum, sistem proyeksi dan lain-lain).

3. Kerja Sama dalam Lingkup ASEAN

Langkah integrasi ASEAN untuk mewujudkan ASEAN 2020 dan Bali Concord II merupakan proses yang berjalan secara bertahap. Namun, pentahapan ini dapat menimbulkan kesan bahwa proses integrasi ini berjalan sangat lamban. Salah satu contohnya adalah kerjasama ASEAN dalam menangani masalah kejahatan lintas negara yang pada prakteknya belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan adanya masalah politis dan teknis yang menjadi penghalang kerjasama tersebut. Selain itu, telah disadari bahwa terjadi ketidaksinkronan antara rencana kerjasama integrasi ASEAN dengan rencana pembangunan nasional negara-negara

ASEAN. Hal ini disebabkan oleh karena minimnya keterlibatan badan-badan perencanaan ASEAN dalam penyusunan dan implementasi rencana ASEAN tersebut. Badan perencanaan ASEAN dianggap mempunyai peranan yang strategis dalam menciptakan sinergitas antara program-progam pembangunan di ASEAN dengan program-program pembangunan nasional di negara-negara ASEAN.

4. Langkah Pendekatan RI di Timur Tengah

Kedekatan secara sosial-kultural dan kedudukan sebagai sesama negara yang berpenduduk muslim ternyata sampai saat ini belum secara maksimal dapat dimanfaatkan untuk mendorong berlangsungnya kerja sama kongkret dalam bidang ekonomi dan perdagangan maupun sosial budaya antara Indonesia dengan negara- negara di kawasan Timur Tengah, baik pada tingkat pemerintah, swasta maupun masyarakatnya. Selain itu, pengenalan, pemahaman dan persepsi berbagai kalangan di Indonesia terhadap Timur Tengah dan juga sebaliknya, masih sangat kurang dan bahkan keliru. Perkembangan hubungan ke depan paling tidak, akan ditentukan oleh beberapa hal seperti dinamika di masing-masing negara, pengaruh perkembangan situasi dunia, pengaruh dan campur tangan negara- negara besar dan badan-badan internasional maupun kekuatan politik/ekonomi dunia lainnya. Terlepas dari berbagai kemajuan yang telah dicapai negara-negara di kawasan tersebut dalam satu dekade terakhir ini, permasalahan yang melilit negara-negara di kawasan Timur Tengah masih tetap ada seperti suksesi dan reformasi politik di negara-negara yang berbentuk monarki maupun yang dinilai rezim otoriter.

Terkait dengan konflik Israel-Palestina, permasalahan utama antara lain adalah:

1) Terhentinya proses perdamaian Israel-Palestina.

2) Terancamnya kemampuan Otoritas Palestina untuk menyediakan jasa-jasa layanan publik vital seperti pendidikan, kesehatan dan pembayaran gaji ratusan pegawai negeri sebagai akibat dari penghentian bantuan dana.

3) Terdapatnya dualisme kepemimpinan antara Mahmoud Abbas (Fatah) dan Ismail Haniya (Hamas) dalam menjalankan roda pemerintahan Palestina. Dualisme tersebut sangat tidak menguntungkan posisi Palestina dalam perundingan damai penyelesaian konflik Israel-Palestina.

4) Eskalasi konflik yang kembali meningkat ditandai oleh serangan darat besar-besaran Israel ke wilayah Jalur Gaza. 5) Perkembangan konflik Israel - Palestina berimbas pula pada

serangan Israel atas Lebanon yang dalam serangan udara terakhir di laporkan telah mengakibatkan terbunuhnya 54 penduduk sipil termasuk 37 anak-anak di Qana, Lebanon Selatan.

5. Peran Indonesia dalam Keanggotaan Dewan HAM PBB

Sejak era reformasi, kondisi HAM di dalam negeri secara umum telah menunjukkan perubahan positif yang signifikan. Pemerintah telah menetapkan komitmen untuk memperbaiki kondisi HAM di dalam negeri melalui upaya-upaya pembenahan perangkat dan mekanisme hukum serta kelembagaan, termasuk dengan terpilihnya Indonesia dalam Dewan HAM PBB. Perhatian masyarakat sipil (civil

society) terhadap HAM juga semakin meningkat. Fenomena ini tidak

terlepas dari fitur dinamika internasional yang menunjukkan semakin mencuatnya isu-isu human security vis a vis state security. Guliran ini semakin kuat dengan diluncurkannya reformasi PBB yang menempatkan HAM sebagai salah satu pilar utama kegiatan PBB disamping pembangunan dan keamanan.

Keanggotaan dan kiprah diplomasi Indonesia dalam Dewan HAM dihadapkan pada pesimisme bahwa politisasi akan tetap mewarnai kinerja Dewan HAM. Diplomasi HAM Indonesia termasuk keanggotaan Indonesia dalam Dewan HAM PBB akan krusial dalam menyelaraskan secara seimbang dan proporsional antara kepentingan promosi HAM di dalam negeri dengan diplomasi ke luar

Diperlukan strategi yang tepat bagi upaya diplomasi HAM Indonesia terkait dengan terbentuknya Dewan HAM PBB sehingga

upaya pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat nasional maupun global dapat dijalankan dengan sinergis.

6. Dialog Antaragama (intefaith dialogue)

Indonesia menyadari bahwa upaya melawan aksi terorisme untuk jangka panjang sangat bergantung pada upaya memberdayakan kaum moderat. Karena itu upaya mengembangkan budaya dialog, toleransi dan upaya untuk saling memahami dan menghormati antar sesama umat beragama menjadi agenda penting dalam kerja sama internasional yang diprakarsai dan didorong oleh Indonesia.

Kegiatan yang dilakukan dalam kerangka tersebut adalah melalui interfaith dialogue/dialog antar agama. Indonesia secara tegas menolak pengaitan terorisme dengan agama atau budaya tertentu. Namun disadari bahwa upaya memberantas terorisme dalam jangka panjang perlu dilakukan dengan mengikis akar-akar terorisme yang muncul dari radikalisme dan manipulasi terhadap agama.

Dalam kaitan ini, Indonesia melihat pentingnya pemberdayaan kaum moderat (empowering the moderates).Untuk itu, Indonesia telah memprakarsai berbagai dialog antar agama/budaya, yang diusahakan menjadi fitur tetap diplomasi Indonesia ke depan.

7. Masalah Nuklir Iran

Dalam perundingan nuklir Iran yang dipimpin oleh Uni Eropa, pada tanggal 6 Juni 2006, negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang mempunyai hak veto ditambah Jerman, menawarkan sebuah proposal yang berisikan insentif dan hukuman terkait dengan program nuklir Iran. Negara-negara tersebut memberikan tenggat waktu sampai dengan tanggal 12 Juli 2006 kepada Iran untuk memberikan tanggapan terhadap tawaran dimaksud. Namun, sampai dengan tanggal 12 Juli 2006, Iran tetap menolak adanya tenggat waktu tersebut dan tetap tidak akan memberikan jawaban sampai dengan bulan Agustus 2006.

Dari perkembangan tersebut di atas, yang menjadi masalah utama isu nuklir Iran diantaranya adalah :

1) Terdapat ketidakpercayaan dari negara-negara Barat terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa-3 (EU-3: Perancis, Inggris dan Jerman) mengenai tujuan dari pengayaan uranium Iran. Negara- negara tersebut mencurigai selain untuk tujuan sipil, pengayaan uranium Iran juga diarahkan untuk kepentingan militer.

2) Isu Nuklir Iran merupakan masalah yang dapat mengancam keamanan dan kestabilan baik dalam ruang lingkup kawasan maupun ruang lingkup global.

3) Iran sampai dengan saat ini terus bersikeras untuk dapat melakukan pengayaan uranium secara mandiri.

4) Terdapat ancaman menyangkut kemungkinan penggunaan instrumen militer dari negara-negara P-5 (pemegang hak veto) khususnya Amerika Serikat dalam menghadapi krisis Nuklir Iran.

5) Negara-negara P-5 (pemegang hak veto, anggota tetap DK- PBB) terbagi menjadi dua kubu berkaitan dengan isu nuklir Iran. Kubu pertama yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Perancis adalah kubu yang mengkehendaki adanya sangsi terhadap Iran, sedangkan kubu kedua yaitu Cina dan Rusia lebih lunak dalam menyikapi isu nuklir Iran.

8. Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di Luar Negeri Dalam hal penanganan perlindungan WNI di luar negeri, kendala utama yang dihadapi adalah kurang memadainya dana dan tersebarnya WNI di beberapa tempat. Idealnya Departemen Luar Negeri dapat mengelola dana perlindungan sehingga dapat memaksimalkan upaya perlindungan.

Seperti diamanatkan dalam UU Hubungan Luar Negeri nomor 37 tahun 1999 bahwa Departemen Luar Negeri diserahi tanggung jawab untuk perlindungan WNI. Deplu tetap berupaya mengedepankan tugas dan fungsi perlindungan WNI tersebut semaksimal mungkin melalui berbagai upaya, yaitu :

1) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait terutama Depnakertrans dan Depsos.

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 194-200)